"Aduhh ini kok Selina nggak balik-balik ya?" Anggi memutar kepalanya ke belakang menatap Gisel dengan cemas.
Gisel yang mendengar itu hanya mengangkat kedua bahunya bersamaan sambil mengemasi barang-barang bersiap untuk pulang karena bel pulang yang telah berbunyi sejak beberapa saat yang lalu.
"Coba lo chat lagi, tuh anak foto kopi di mana dah lama bener," gumam Gisel. "Gak sampai nyebrang laut kan?"
Anggi berdecak. "Nyebrang laut gigi lo!" Dia lalu kembali mencoba mengirim pesan untuk Selina, namun tandanya hanya centang satu membuat Anggi mendesah berat. "w******p-nya nggak aktif."
"Yaudahlah susulin aja sekalian ke depan kan?" kata Gisel disetujui Anggi.
Tepat setelah guru pengajar jam terkahir pergi, Anggi dan Gisel langsung bergegas keluar, tak lupa juga mereka membawakan tas milik Selina. Namun, baru saja keluar dari kelas, langkah keduanya harus terpaksa terhenti karena Laskar dan anak-anak Titan yang tiba-tiba menghadang mereka.
"Buru-buru banget nweng, mau ke mana sih?" celetuk Azka bertanya, cowok itu memakai tasnya hanya di satu bahu, dengan bandana merah yang tersemat di dahi.
"Mau ke mana hm? Ayo aku antar pulang," ujar Laskar kepada Anggi—pacarnya.
Anggi bergumam dengan pandanganan yang berlarian tidak tenang. Melihat itu membuat Laskar bertanya kepada teman-temannya melalui sorot matanya, namun para cowok itu dengan bersamaan mengangkat bahunya pertanda tidak tau.
"Nggi? Cari apa sih?" tanya Rizal.
"Ck, itu loh Selina dari tadi foto kopi sampai sekarang nggak balik-balik. Nggak tau deh foto kopi di mana," jawab Gisel.
Sontak saja kedua bola mata Laskar membulat terkejut. "Dari kapan, Sel?" tanyanya.
"Dari jam istirahat tadi deh kayaknya, iyakan, Nggi?" Anggi mengangguki ucapan Gisel.
"Masa belum balik sih? Emang dia foto kopi apa dah?" tanya Azka.
"Gak tau di suruh Bu Fitri, malah tadi Bu Fitri juga nanyain ke kelas. Ini sekarang gue sama Gisel mau nyusulin ke depan siapa tau mesinnya macet atau gimana gitu," kata Anggi.
"Ya menurut lo aja Nggi mesin macet sampe berjam-jam gini."
"Yaudah tunggu apa lagi, langsung aja cek ke dapan," seru Laskar.
Mereka lalu bersamaan menuju ke depan gerbang. Masalahnya siang nanti anak-anak Titan ditantang duel dengan Vendo, dan Laskar ingin segera mengantarkan Anggi pulang, takut jika sendiri nanti gadis itu malah terkena bahaya. Namun, semua itu harus sedikit terlambat karena Selina yang tiba-tiba menghilang.
Ketika akan menyeberang jalan, langkah Rizal perlahan terhenti. Cowok itu berjalan paling depan yang sontak saja membuat semua yang ada di belakang cowok itu juga harus ikut berhenti.
"Lo punya masalah apa sih Jal, berhenti ndadak kek gitu, untung di belakang lo manusia bukan mobil. Coba aja mobil udah tewas lo sekarang," omel Azka karena cowok itu sukses menabrak punggung Rizal.
"Ya sorry nih hp gue tiba-tiba geter ganggu banget lagi," kata Rizal.
"Buruan lihat deh," suruh Kaylendra.
"Duhhh Jali, buang-buang waktu banget!" kesal Gisel.
Rizal memutar kedua bola matanya jengah sambil membuka ponsel. "Sabar beybeh marah-marah mulu heran deh. Nanti cepet tua loh."
"BURUAN JALI!" sentak Anggi juga tidak sabaran.
"Akh iya, iya ini loh—ha?"
"Ha apa Jal?" tanya Azka saat melihat Rizal terbengong dengan mulut mangap.
"Coba baca," ujar Rizal menyodorkan ponselnya.
Laskar langsung merebut ponsel itu dengan kasar lalu membaca pesan di dalamnya. Sementara itu Kaylendra dan Azka saling melempar pandangan tidak mengerti, begitu juga dengan Gisel dan Anggi.
"Chat dari siapa?" tanya Gisel kemudian.
"Mahesa dikeroyok di jalan," kata Laskar membuat semuanya seketika menegang. Laskar panik bukan main. Cowok itu langsung membuat pengumuman di grup khusus semua anggota Titan.
"Kay, lo sama Rizal handle yang lain buat nolongin Mahesa. Biar gue sama Azka yang cari Selina. Gimana? Lo bisa kan Kay?" ujar Laskar kepada Kaylendra.
Dengan cepat Kaylendra mengangguk. "Iya."
"Yaudah skuy kita berangkat Kay," ucap Rizal diangguki Kaylendra. Sebelum pergi, Rizal sempat menatap Gisel sebentar. "Kalau pulang nanti hati-hati ya?" pesan Rizal kepada Gisel yang seketika membuat gadis itu mematung.
Setelah itu Kaylendra dan Rizal langsung berjalan masuk kembali ke dalam sekolah untuk mengambil motor. Sedangkan Laskar, Azka, Anggi, dan Gisel langsung menuju toko tempat foto kopi.
****
Di jalan yang cukup sepi bekas pabrik yang telah lama tidak beroperasi Mahesa sekarang tengah dikepung. Sejak tadi Mahesa terus lari untuk sembunyi. Bukannya takut untuk melawan, hanya saja terlalu bodoh untuk menyerahkan diri ke dalam lubang kematian. Mahesa jelas tidak ingin mati konyol di tangan anak-anak Vendo. Satu lawan puluhan anak Vendo bukanlah ide bagus.
Mahesa sekarang masih bersembunyi di balik tumpukan tong kosong. Sementara di luar sana sudah banyak yang menunggu dan mencarinya. Mahesa terus memperhatikan ponsel menunggu kabar selanjutnya dari teman-temannya.
"WOI JANGAN SEMBUNYI LO PENGECUT! KELUAR LO MAHESA!"
Mendengar teriakan itu Mahesa merasa naik pitam tapi dengan sekuat tenga dia berusaha menahan emosinya, jangan sampai terpancing dan malah membahayakan dirinya sendiri.
Vendo itu licik dan harusnya Mahesa tau itu. Namun, karena rumah sakit tempat Mamanya dirawat tadi menelpon Mahesa, terpaksa Mahesa harus pergi. Awalnya Mahesa kira aman tapi ternyata anak-anak Vendo telah mengincarnya.
Ddrrtt ... ddrrtt ....
Ponsel Mahesa bergetar, ada pesan masuk dari Kaylendra yang mengatakan jika dia sudah ada di jalan dekat Mahesa berada, tak lupa Kaylendra juga membawa banyak kawan.
Mahesa melihat posisi Kaylendra dari GPS yang tidak jauh, bersamaan saat Mahesa ingin keluar dari persembunyiannya suara bising derum motor terdengar saling bersahutan. Namun, ketika Mahesa baru berdiri, tiba-tiba dia terkejut saat ada seseorang yang menariknya dan tepat saat Mahesa berbalik badan, bogeman mentah sukses mendarat pada tulang pipinya, cukup keras yang mampu membuat Mahesa langsung tersungkur karena belum siap.
Mahesa mencoba bangkit sambil meringis ngilu memegang pipinya, tapi belum sempat berdiri kedua tangannya sudah ditarik paksa oleh orang yang sama yang menyerangnya. Itu adalah anak-anak Vendo. Mahesa diseret paksa oleh mereka. Satu lawan tiga orang membuat Mahesa kesulitan melepaskan diri.
Di lain tempat, Laksar bersama Azka, Anggi, dan Gisel baru saja sampai di tempat foto kopi, toko itu terlihat ramai dan ketika sepi barulah Laskar bertanya kepada penjaganya.
"Mbak, numpang tanya, apa tadi ada cewek kulitnya putih, rambutnya agak panjang sepunggung foto kopi di sini?" Laskar bertanya sambil menjelaskan ciri-ciri Selina.
"Dari tadi pelanggan mah banyak, saya nggak inget," jawab penjaga toko.
"Em masa nggak inget sih? Tadi sekisaran jam istirahat, ada nggak?" tanya Azka juga ikut angkat bicara.
Mbak penjaga toko itu terlihat mengingat. "Ada mas ada! Tadi mau istirahat ada satu cewek foto kopi disuruh Bu Fitri. Kenapa emangnya?"
Titik terang pun mulai mereka lihat.
"Kalau Mbak tau, tadi habis foto kopi ceweknya jalan ke mana ya? Menuju sekolah atau ke tempat lain, atau ke mana gitu?" tanya Anggi.
"Tadi sih diajak pergi sama beberapa cowok naik mobil, tapi kayaknya bukan anak sekolah sini, seragamnya beda."
Sontak masing-masing bola mata keempat orang itu membulat lebar. Bagaimana tidak, Selina pergi dengan cowok, bukan anak Garuda, naik mobil? Ke mana mereka?
"Mbak yang bener deh," kata Gisel tidak percaya tapi penjaga toko itu kekeh mengatakan jika itu adalah cewek yang sedang mereka cari.
"Kalau begitu kita duluan Mbak, makasih infonya," ujar Laskar.
"Sama-sama."
Setelah itu mereka pergi memikirkan ke mana Selina. Hingga tiba-tiba Azka teringat satu hal yang spontan membuat degup jantungnya berdetak kencang seperti sedang lari maraton.
"Apa Selina diculik sama anak-anak Vendo sebagai sandera?"
****
"ANJING LEPASIN GUE b*****t!" Mahesa terus meronta agar anak buah Rafael itu mau melepaskan dirinya namun sangat susah dan yang ada Mahesa malah mendapat tendangan kalau tidak pukulan dari balok kayu yang membuat cowok itu melemas kesakitan.
Mahesa diseret menghadap Kaylendra dan beberapa anggota Titan yang ada di sana. Mereka semua jelas terkejut, Kaylendra yang memimpin menyuruh teman-temannya untuk tidak gegabah karena selain Mahesa, di sana juga ada Selina. Benar dugaan Azka jika Selina dibawa oleh Vendo.
Kaylendra menajamkan pandangannya, benar-benar geng yang licik. Sekarang dirinya berhadapan langsung Rafael, sementara itu masing-masing di samping kanan dan kiri Rafael ada Mahesa dan juga Selina yang tengah pingsan.
Saat melihat Selina itu dibawa-bawa dalam masalahnya, darah Mahesa rasanya langsung mendidih. Mahesa sudah melawan tapi yang dia dapatkan malah pukulan kayu di perutnya.
"Pengecut lo Rafael!" desis Kaylendra dengan penuh penekanan.
Rafael tersenyum miring lalu tak lama dia menertawakan Kaylendra dengan remeh membuat kedua tangan Kaylendra mengepal hingga buku-buku tangannya memutih.
"Terserah lo mau bilang gue apa, yang penting sekarang gue udah tahan ketua lo. Lo mau apa? Gak ada pilihan selain ngaku kalah," kata Rafael.
Tidak mau kalah, saat mendengar penuturan Rafael, Kaylendra langsung meludah tepat di depan Rafael membuat cowok dengan seragam sekolah SMA Rajawali itu naik pitam.
"KURANG AJAR!"
Rafael maju menyerang dengan melayangkan kepalan tangannya, tapi dengan secepat kilat, dari arah belakang Laskar tiba-tiba muncul menahan Rafael sebelum tangan itu melukai wajah Kaylendra.
Laskar dan Rafael beradu pandangan dengan tajam dan sangat menyeramkan hingga tanpa aba-aba Laskar langsung memelintir tangan Rafael membuat Rafael mengerang kesakitan. Tubuh Laskar besar, sudah pasti tenaganya kuat, kalau untuk meremukkan tangan Rafael saja Laskar tidak akan kesulitan.
"Lepasin Mahesa sama Selina, atau lo nggak akan bisa ngerasain tangan lo saat ini juga!" kata Laskar mengancam.
"AKH! Nggak akan gue lepasin mereka!" balas Rafael.
"Nantangin gue lo, ya?"
"AARRGGG!!" teriakan Rafael semakin kencang, Laskar tidak main-main dengan ucapannya. "Oke iya gue lepas!" putus Rafael memilih daripada harus merelakan tangannya hilang.
"Buruan suruh antek-antek lo buat ngelepasin teman-teman gue," kata Laskar.
Masih dengan tangan yang dipegangi oleh fighter Titan itu, Rafael memutar kepalanya memberi kode agar mereka semua melepaskan Mahesa dan Selina. Namun kode yang ditangkap Titan dan Vendo berbeda.
Tepat setelah Rafael mengedipkan sebelah mata, "SERSAAANG!!!" Anggota Vendo secara brutal maju menyerang kubu Titan.
Suasananya seketika menjadi sangat kacau, adu pukul terjadi di mana-mana. Karena belum siap, Titan terpaksa harus dipukul mundur terlebih dahulu, bahkan Laskar sudah mendapatkan pukulan pertamanya di wajah, tapi Laskar dengan cepat membalik keadaan.
Mahesa sendiri langsung memanfaatkan keadaan untuk menyelamatkan Selina dan membawa gadis itu ke tempat yang sekiranya aman. Mahesa telah melihat Selina pingsan di tengah-tengah kerusuhan. Namun, baru saja Mahesa akan berjalan mendekat, Mahesa sudah harus kembali mencium aspal karena pukulan di kepalanya. Mata Mahesa langsung berkunang-kunang. Mahesa meringis tidak sedikit pun mengalihkan tatapannya dari Selina. Cowok itu mencoba bangkit dan menatap ke belakang sejenak, ada George di sana, dia adalah wakil Vendo. Bukannya melawan, Mahesa malah lari karena yang di pikirannya saat ini adalah Selina harus selamat.
Melihat Mahesa kabur jelas George merasa marah. Cowok itu mengejar tapi Azka tiba-tiba menahannya pergerakannya.
"Lin?" Mahesa sudah bersama Selina. Gadis itu masih menutup matanya membuat Mahesa panik. Segera Mahesa membopong Selina ke tempat yang lebih aman, tidak mudah karena beberapa kali Mahesa harus melawan lawan yang menyerangnya.
"Selina buka mata lo, Lin!" ujar Mahesa tapi hasilnya nihil.
Bugh!
Satu lagi serangan Mahesa rasakan. Kali ini perutnya yang menjadi sasaran, tak tanggung sampai membuat Mahesa terbatuk hebat.
"WOI, BACKING MAHESA g****k!" itu adalah teriakan Laksar yang sedang melawan lima orang sekaligus. Laskar melihat Mahesa kewalahan tapi teman-temannya tidak ada yang membantu.
Baru setelah Laskar berteriak, mereka berondong-bondong mengamankan Mahesa. Damar yang juga ada di sana mengambil alih Selina karena melihat Mahesa yang sudah sangat kelelahan. Bosnya itu terlihat kacau dengan banyak luka.
Mahesa sendiri merasakan sesak teramat sangat pada dadanya, cowok itu terus terbatuk sambil memegangi d**a.
"Bos, are you okey?" tanya Damar diangguki Mahesa.
"Bawa Selina pergi dari sini," suruh Mahesa.
"Tapi lo?"
"Gue gak pa-pa, buruan amanin Selina, gue gak mau dia kenapa-kenapa."
Mahesa itu keras kepada, tidak ada pilihan lagi untuk Damar selain menyetujui permintaan bosnya itu.
"Terus backing Mahesa, dia gak sedang baik-baik aja sekarang," pesan Damar sebelum pergi kepada salah satu anggota Titan.
Baku hantam terus terjadi. Kedua pihak tidak ada yang mau kalah. Kejadian seperti ini sudah sering terjadi, jika tidak ada salah satu ketua yang tapar, mereka akan terus lanjut. Masalahnya kali ini baik Mahesa atau Rafael, mereka sama-sama punya backingan yang sangat kuat. Namun dilihat dari performa, Mahesa sudah sangat jauh di bawah Rafael mengingat cowok itu yang licik mencelakai Mahesa terlebih dahulu, menguras tenaga Mahesa di awal.
Dugh!
Lagi, melawan satu musuh saja Mahesa sudah sangat kesusahan. Cowok itu terus mendapatkan pukulan sementara serangannya selalu meleset. Hingga dari arah depan, Rafael, cowok itu muncul untuk berhadapan secara langsung dengan Mahesa. Keduanya terlihat cukup kontras.
"Ready to die?" tanya Rafael dengan suara dingin yang menyeramkan.
Mahesa tidak gentar sama sekali. "You will die!" balasnya.
"KYAAA!!"
Rafael melompat menyerang Mahesa. Keduanya adu pukul dengan tangan kosong. Mahesa sempat kalah tapi kemudian cowok itu berhasil membalik keadaan. Dengan sisa-sisa tenaga yang dia punya, Mahesa duduk di atas Rafael, memukuli wajah Rafael dengan membabi buta.
"Jangan, main-main sama Mahesa Gibran Pranata atau lo bakal hancur, b*****t!"
Bugh!
"Loser!"
Dengan nafas yang sudah berderu tak beraturan, Mahesa berhasil memberikan hadiah untuk Rafael, sekarang impas, keduanya sama-sama telah kacau. Mahesa bangkit terus menatap Rafael yang sudah memejamkan mata. Melihat itu Mahesa kira dia telah menang ternyata tidak, saat Mahesa berbalik badan, Rafael bangkit dengan seringai di wajahnya.
"Lo bakal mati, Mahesa."
"MAHESA, AWAS!"
Srek!
Beruntung dengan cepat Kaylendra berhasil menarik tubuh Mahesa. Kalau tidak pasti bukan gesekan lagi yang Mahesa terima, tapi tusukan. Rafael memang rajanya main curang, dia ingin menusuk Mahesa dari belakang, benar-benar menusuk dengan pisau lipat di tangannya, tapi gagal dan hanya meninggalkan luka goresan pada bahu kanan Mahesa.
"Lo yang bakalan mati, Rafael!"
Kaylendra yang terkenal paling tenang kini berubah seperti monster mengerikan yang menghajar Rafael tanpa ampun, kali ini Kaylendra benar-benar membuat Rafael tepar, tepat di di depan semua anggota Vendo yang melihat ke arahnya Karena Rafael berteriak, Kaylendra memberikan pukulan terakhir yang benar-benar membuat Rafael tidak sadarkan diri.
Titan kembali menang.
Tawuran kali ini cukup menumpahkan banyak darah karena kurangnya persiapan dan asal grusak-grusuk tanpa strategi.
Vendo akhirnya kalah dengan malu, dan perkelahian selesai. Vendo kabur dari tempat kejadian.
Setelah jalanan itu bersih dari Vendo, anggota Titan langsung secara bersamaan menghampiri Mahesa yang sudah terduduk lemas dengan wajah yang sangat pucat.
Mahesa memejamkan matanya sambil bersandar di batang pohon merasakan badannya yang sangat sakit. Untuk mengambil nafas saja rasanya sangat susah. Laskar dan yang lainnya jadi kasihan.
"Kita ke rumah sakit bos, lo berantakan banget kali ini," kata Laskar.
Mendengar itu Mahesa jadi membuka matanya. "Selina?"
Laskar langsung melihat ke belakang juga meminta jawaban hingga Damar muncul di antara mereka. "Selina aman sama Anggi, Gisel. Mereka udah bawa Selina ke rumah sakit duluan."
Barulah Mahesa bisa berpikir tenang. Cowok itu akhirnya mengangguki Laskar untuk ke rumah sakit. Jujur saja rasanya Mahesa ingin meninggoy sekarang juga.