Bullying

1974 Words
Ikut kajian gak bareng Zahra rasanya kayak ada yang kurang ya.” Sarah dan Kerly baru saja pulang dari kajian bertema Surga. Mereka tahu kajian itu dari i********: dua jam sebelum kajian di mulai, tepatnya saat jam pulang sekolah. Kedua remaja yang tengah bersemangat dalam proses hijrah mereka itu, mengajak Zahra untuk ikut tapi Zahra tidak bisa karena ia belum izin pada bulek. Zahra bilang tidak afdol rasanya kalo hanya minta izin lewat telepon atau pesan. Selain itu, Zahra juga punya janji untuk membantu bulek membuat kue. “Coba ada Zahra sama Maryam, pasti jadi lebih asik,” kata Sarah. “Iyakan? “ Kerly tidak menjawab. Ia larut dalam pikirannya sendiri, apa lagi mengenai materi kajian yang dia dengar tadi. “Ustadzahnya udah asik banget bawain materinya, mudah dipahami banget terutama untuk pemula kayak kita. Iyakan ?” Sarah menoleh. “Iyakan, Kerl? Kamu setujukan? Lain kali kita ikut kajian sama ustadzah itu ” Sarah baru sadar, ternyata sejak tadi Kerly diam saja dan tidak memperhatikan apa yang ia bicarakan. “Kerly....?!” panggil Sarah. “ Lo mah ih dari tadi gue bacot sama sekali gak Lo tanggapin. Gue berasa orang gila, ngomong sendiri.” “Maaf, Sar. Gue lagi mikirin sesuatu tentang kajian tadi.” “Mikirin apa? Perasaan materinya tadi mudah banget dicerna.” “Iya, mudah dicerna tapi sulit buat diprakteknya. Dalam praktek kita nol besar! “ “Maksud kamu? “ “Lo sayang mama Lo kan? “tanya Kerly. Pertanyaan apa ini, jelas Sarah sangat mencintai mamanya itu. Pahlawan dalam hidupnya. “Makanya, itu. Emang Lo pengin masuk surga sendirian gak bareng orang tua Lo? Gue mikirin ini, gue juga mau kedua orangtua gue ngerasain nikmatnya iman. “ “Hem, terus gue harus apa? Gue gak bisa buat ceramain mama gue. Lo tahu sendiri gimana watak mama gue.” “Makanya, gue juga bingung banget. Gue gak punya ilmu buat bantu kedua orangtua gue menemukan hidayah mereka.” Kerly menunduk sedih. “Apa lagi liat mama, masih pake pakaian yang terbuka aurat. Gue sedih banget. Tapi gue bingung harus gimana.” “Kata ustadzah tadi, kita punya s*****a yang kuat yaitu doa sama Allah SWT, cuman Allah yang bisa bolak-balikan hati hambanya.” “Iya gue tahu, Sar . Gue ngerti kalo doa itu s*****a utama mukmin. Tapi gue takut Sarh, gue takut kedua orangtua gue pergi sebelum mereka menemukan hidayahnya.” “Astagfirullah, Kerl. Jangan bilang gitu.” “Tapi itulah kenyataannya, Sarh. Perantau akan pulang ke kampung halamannya. Kita gak pernah tahu ajal. Kita gak tahu kapan kontrak hidup kita berakhir, kapan kita meninggal dan kapan kita ditinggalkan. Kita gak tahu semua itu. Selain doa kita harus usaha juga, Sar. Gue mau usaha supaya hidayah lebih cepat menemukan hati orang tua gue.” “Usaha maksud Lo apa? Lo mau ceramahin mereka? Ilmu kita aja belum ada, yang ada malah kita kayak mengurui orang tua kita, ego mereka bisa terluka.“ “Hem, gue mau mondok, Sar.” “Mondok? Lo mau berhenti dari sekolah kita? “ Kerly diam. “Kerl, Lo mau ninggalin kita? “ “Tapi gue gak mau pindah, udah nanggung banget kalo mau pindah. Gue juga takut di lingkungan baru gak bisa menyesuaikan diri.” “Gimana kalo kita nyantri kayak Ilham aja. Di pondok Ilham juga ada santri cewek juga kan? Terus kalo pagi kita masih bisa sekolah.” “Masyallah, iya, gue baru ingat. Lo juga mau mondok Sarh? “ “Iya. Gue gak bisa kasih mama apa-apa, gue cuman bisa jadi anak sholeha biar Allah kabulkan doa gue.” *** “Gila ya, lagi musim banget orang yang covernya baik pada hal dalemnya busuk.” “Wajahnya gak cantik-cantik amat, kok Kelvin bisa sih milih dia ketimbang Stefani.” “Kasihan Stefani, udah di sakitin terus dipermaluin lagi.” “Ih, jijik banget gue liatnya.” “Dasar perusak hubungan orang! “ “Dari awal sih, gue udah gak srek sama dia. Lagaknya aja kayak muslimah yang baik, tapi bisa-bisanya ngerbut pacar orang.” “Kok gak ada hati banget sih. Kepala ditutupi tapi hati gak dibenahi.” “Sesama wanita seharusnya tahu Gimana rasanya hati wanita lain.” “Gak nyangka banget, ternyata aslinya sejahat ini! “ “Mungkin karena kejahatannya, orang tuanya di bunuh.” “Diam Lo! “teriak Sarah yang sejak tadi menahan diri untuk tidak peduli. Sarah bangkit menantang orang- orang yang sejak tadi mencibir Zahra. “Udah Sarh, gak perlu diladenin.” Zahra menarik pelan lengan Sarah untuk kembali duduk di kursi kantin. “Kita ke sini buat makan, gak perlu dengarin omongan mereka.” “Gue gak bisa diam aja, Zahr ! Mereka udah kelewatan banget, gimana bisa mereka bahas tentang pembunuhan kedua orang tua Lo! Gue gak bisa diam aja! “ “Iya, Zahr. Mereka udah kelewatan banget!” sahut Kerly, setuju pada pendapat Sarah. “Mereka gak berhak bahas orang tua Lo! Mereka gak tahu apa-apa! “ Zahra mengangguk pelan. Ia benar-benar merasa sedih, jika masalah ini dikaitkan dengan kedua orang tuanya yang sama sekali tidak ada hubungannya. Pertengkaran Stefani dan Kelvin waktu itu, di unggah oleh seseorang di internet, hasilnya Zahra seolah pihak jahat yang membuat Kelvin menyampaikan Stefani. Zahra dituduh sebagai perusak hubungan Stefani dan Kelvin. Zahra di bully habis-habisan oleh semua orang, bukan hanya di dunia maya tapi juga di dunia nyata. Sejak tadi pagi semua orang berbisik begitu Zahra lewat dan sekarang terang-terangan menyindir di depan Zahra, Kerly dan Sarah. “Aku ke toilet dulu.” Zahra segera bangkit dan pergi dari sana. Hati Zahra terasa sesak dan sejak tadi air matanya terus berusaha untuk keluar, Zahra sekuat tenaga untuk menahannya. Zahra tidak mau menangis dan terlihat lemah di hadapan Kerly dan Sarah, mereka akan semakin sedih jika Zahra menangis. “Zahra, maafkan saya.” Tiba-tiba Kelvin menghentikan langkah Zahra di ujung lorong. Secepatnya, Kelvin dan Zahra menjadi fokus utama di sana. Semua orang yang ada di sana, memperhatikan interaksi keduanya. Tatapan sinis makin menujam Zahra. “Saya minta maaf untuk segalanya.” Kelvin menunduk sedih. “Dasar gadis jahat! “ “Katanya gak mau pacaran! Tapi ngerebut pacar orang, dasar munafik! “ Cibiran itu samar-samar terdengar di telinga Zahra. Zahra merasa tersudukan. Kelvin sedih melihat Zahra tidak mengeluarkan sepatah kata pun. “Maaf.” Kelvin mengangkat itu dan pergi meninggalkan Zahra. Zahra tersadar, dan buru-buru pergi ke toilet. Air matanya tumpah begitu masuk ke dalam kamar mandi. “Umi, abi, Zahra rindu.” Isak Zahra pecah. Zahra menangis di dalam bilik kamar mandi, tidak ada orang di sana, Zahra bisa bebas menangis. “Umi, Abi...,” lirih Zahra. Zahra terpaksa menutup mulutnya begitu mendengar derap langkah kaki masuk ke dalam. “BUKA! “ Zahra terperanjat. Suara ketukan keras di pintu bilik miliknya. “Oi buka gadis jahat! “ Bukan cuman satu gadis yang ada di luar menunggu Zahra. “Buka gak Lo! Gak usah sembunyi Lo!” teriakan suara gadis yang lain. “BUKA ATAU GUE DOBRAK PINTUNYA! “ Bruk! Zahra kaget. Bruk! “Buka sekarang juga! “ Buru-buru Zahra membuka pintu kamar mandi. Terlihat lima gadis menatap sengit Zahra. “Ada apa? “ Zahra berusaha menekan suaranya agar tidak terdengar goyang. ‘Jangan pernah menzolimi orang lain, dan jangan pernah takut saat berhadapan dengan orang zalim, kalo mereka punya kekuatan, kita punya Allah yang Maha Kuat.’ Zahra teringat pesan yang selalu abi katakan jika Zahra merasa takut pada kezoliman yang terjadi. “Oh rupanya selain jahat, Lo juga gak tahu malu ya! “ “Apa mau kalian? “ Zahra berani menatap mata mereka. Zahra tidak salah kenapa dia mesti takut! “Kita mau Lo sengsara! Lo udah buat Stefani sakit hati, jadi kita di sini buat balasin sakit hati Stefani! “ “Kalian siapa? Saya tidak berbuat apa pun! “ Zahra menerobos tubuh gadis-gadis itu. “Kita fans Stefani! “seorang gadis berambut panjang, menahan lengan Zahra. Mata mereka saling beradu. Zahra menatap balik tatapan sinis gadis itu. “Saya TIDAK SALAH!” kata Zahra, penuh penekanan. “JADI, lepaskan lengan saya!" “Ha! “gadis itu mendengus, takjub dengan keberanian yang Zahra tampakan. “LO SALAH! “ gadis itu menunjuk-nunjuk Zahra. “Dan kita punya hukuman buat orang yang bersalah! “ Zahra menepis kasar tangan gadis itu. “SAYA TIDAK TAKUT! Ini sekolah, kalian pikir, kalian bisa membully saya di sini! “ tatapan mata Zahra menyalak tajam. “Dengan meninggikan suara Lo, Lo gak akan terlihat berani!” sindir gadis yang menahan lengan Zahra. Gadis itu memperkuat cengkaman tangannya pada lengan Zahra. Zahra meringgis, mereka langsung tertawa mendengar itu. “Lepas atau saya teriak! “ ancam Zahra. “Lo ngancam kita?! “murka gadis itu. Byur... Tiba-tiba, air menguyus tubuh Zahra. Zahra basah kuyup. Gadis-gadis itu tertawa lagi. “Apa keberanian Lo mulai padam setelah kena air comberan?! “ “Ya ampun lucu banget. Kak Stefani pasti bahagia liat ini.” “Kak? “ gumam Zahra. Zahra menatap tajam gadis-gadis itu. “Kalian bukan senior dan juga bukan angkatan saya. Kalian di kelas pertama kan?” “IYA, MEMANGNYA KENAPA?” sahut gadis berambut panjang, santai. Zahra mendengus. “Kalian membully senior, apa kalian tahu itu! “ “Lo bukan senior kami, Lo cuman perusak hubungan orang.” “Iya, Lo perusak!” Zahra menghela nafas panjang, ia menatap mereka yang mengerumuninya. Zahra hendak pergi tapi mereka malah mengunci pergerakan Zahra. Mereka membuat lingkaran menahan Zahra. Tangan Zahra meraih knop bilik kamar mandi, tapi lagi-lagi mereka menahan Zahra untuk bergerak. “Saya hanya mau membersihkan pakaian saya! Jadi, tolong minggir! “ “Maaf, tapi Lo lebih cocok gini! Bau sampah buat orang sampah kayak Lo !” “Hah!” Zahra berdecak pelan. “Baiklah.” Zahra menggoyangkan kepalanya dan mengibas-ngibaskan seragamnya yang basah di hadapan mereka, membuat pakaian mereka kotor terkena cipratan air comberan dari baju seragam yang Zahra kenakan. “Iuuh! “ “Ihh! “ “Dasar cewek jahat! “ Teriak mereka, sembari majukan dirinya dari Zahra. “Maaf, tapi saya tidak berniat mendzolimi kalian, kalian sendiri yang telah menahan saya.” Zahra tersenyum. Mereka menggeram marah. “Udah yuk, mending kita tinggalin dia di sini!” “Dasar! “ “Bye, adik-adik manis. Jangan lupa belajar! “ kata Zahra sembari mengiringi kepergian kelima gadis itu. Zahra tersenyum penuh kemenangan. Kelima gadis itu pergi dengan menghentak-hentakkan kaki dari hadapan Zahra. . . “Kak ada apa? Kenapa Kakak kelas aku?” Sapa Maryam. Ilham tersenyum. “Ini soal permasalah kemarin.” “Hem, kenapa Kak? “ Suara Maryam langsung menurun. “Kamu tidak perlu takut Maryam. Kita punya Allah yang maha kuat. Kalo kamu ketemu atau mimpi itu lagi, kamu baca ayat Qursi dengan niat tulus karena Allah. Insyallah, kamu akan terlindung dari gangguan jin dan sejenisnya.” “Iya, Kak. Makasih udah bantuin Maryam.” Maryam tersenyum kecil. “Ya udah, kalo gitu, kakak balik ke kelas ya, jaga diri kamu ya. Assalamualaikum.” “Waalaikumsalam.” Maryam kembali masuk ke kelas. Di kelas Dila, sudah menunggu Maryam. “Cie, siapa tuh? Gebetan ya? “ “Apaan sih. Itu kakak tingkat kita. Kak Ilham.” “Kak Ilham? Ohhh... Kakak ganteng yang ikut main drama itu jugakan? “ “Iya.” “Oh iya, Yam. Lo liat video yang booming itu gak? “ “Hem, belum. Emang ada apa? “ “Lo gak tahu? Kak Zahra di bully karena video itu. Tadi di kantin juga, gue liat kak Zahra di bully.” “Astagfirullah, serius? “ “Iya serius. Lo sih, gak mau diajak ke kantin tadi. Untung tadi ada kak Sarah sama kak Kerly yang belain kak Zahra.” “Bel masuk berapa lama lagi? “ “Hem, sekitar 10 menit lagi.” “Masih ada waktu.” “Lo mau ke mana? Ke kelas kak Zahra?” “Iya. Gue gak tenang kalo belum liat keadaan kak Zahra.” Maryam segera pergi ke kelas Zahra. Berhubung Maryam termasuk orang yang sering berkunjung ke kelas Zahra, semua orang sudah mengenal Maryam. Maryam tidak perlu meminta izin untuk masuk. “Kak Kerly, kak Zahra di mana? “tanya Maryam. “Kamu gak tahu, Zahra tadi pulang. Katanya dia gak enak badan.” “Serius, Kak? “ “Iya.” “Kenapa kak Zahra gak kasih tahu aku?” “Mungkin dia lupa karena lagi sakit, jadi buru-buru mau pulang,” tambah Sarah. “Tapi, Kak Zahra pulang bukan karena di bully kan kak? Aku baru tahu kabar itu, soalnya dari tadi pagi aku gak buka ponsel.” “Zahra emang di bully tadi. Tapi is okey, dia gak pulang karena di bully kok. Tenang aja,” kata Sarah. “Udah gak usah pikir macam-macam, Maryam. Tenang aja. Mending sekarang kamu balik ke kelas, bentar lagi bel masuk,” tambah Kerly. “Iya, Kak. Kalo gitu Maryam balik ke kelas ya.” “Iya.” Maryam menghela nafas panjang, ia masih gusar karena tiba-tiba Zahra sakit, pada hal tadi pagi, Zahra biasa-biasa aja. Maryam kembali menghela nafas, berharap bersama dengan helaan itu maka hilang juga semua teori-teori hipotesis di dalam benaknya. Maryam menoleh ke arah rumah kaca. Matanya menangkap sosok Kelvin dan Stefani di sana. “Apa ini perbuatan kamu, Stefani! “ “Saya tidak berbuat apa-apa!” “DIAM! Kamu yang berbuat ini semua, ingat itu, Stefani!” “Tidak. Bukan saya. Tapi kamu! “ ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD