Bab 14. Curiga atau trauma

1062 Words
Happy Reading. Selma menjatuhkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah, wanita itu menghela nafas panjang setelah perdebatan di kantor Nico tadi. Sungguh dia tidak menyangka akan mengalami kejadian seperti ini. Apalagi dengan kehadiran seorang pelakor dalam kehidupan rumah tangganya untuk kedua kalinya. Mungkin bisa jadi yang ini lebih berat karena wanita tersebut adalah mantan kekasih sang suami. Entah itu mantan terindah atau mantan yang biasa saja, yang jelas itu adalah mantan. Dan mereka pasti punya kenang-kenangan yang indah seperti berpelukan dan ciuman. Apakah Selma boleh bersikap biasa-biasa saja? Tentu saja tidak, apalagi melihat mantannya itu begitu terobsesi dengan suaminya. Bahkan dengan terang-terangan menggoda Nico di hadapannya. "Aku harus bagaimana?" gumam wanita dua anak itu. Dia benar-benar merasa kalut dengan pergolakan hatinya. Selma takut itu akan berpengaruh kepada dirinya dan anak-anak. "Mungkin dengan mencari kegiatan lain, aku bisa mengalihkan pikiran ini dari rasa ketidak tenangan." Selma bangkit dan berjalan menuju lantai atas. Dia sudah rindu Alisha yang hanya ditinggal pergi selama beberapa jam saja. Jika dulu dia masih saja bekerja meski sudah menikah, tetapi sekarang karena memiliki dua anak, membuat Selma harus ekstra menjadi ibu rumah tangga. Lagian Nico pasti tidak akan memperbolehkan dirinya bekerja, bukan? "Alisha udah tidur, Sus?" tanya Selma pada babysitter Alisha. "Sudah, Nyonya. Baru saja tidur," jawabnya. "Oh, ya sudah. Kamu juga istirahat, ya? Saya mau kembali ke kamar," ujar Selma. "Baik, Nyonya." Akhirnya Selma memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan masuk ke dalam kamar mandi. Selma membasuh muka beberapa kali setelah itu dia mengambil tisu untuk mengelapnya. Selma melihat pantulan wajahnya di cermin. Apa dia harus melakukan perawatan? Sebenarnya sama sudah menggunakan skin care khusus untuk ibu menyusui tetapi dia tidak pernah pergi ke salon semenjak memiliki anak. Mungkin kapan-kapan dia akan mengajak Amelia untuk memanjakan diri di salon karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan oleh Selma. "Wanita itu sangat cantik, perawatan pasti mahal? Huh, kenapa aku merasa trauma dengan yang namanya pengkhianatan?" Pikiran wanita itu begitu semrawut entah karena rasa trauma atau karena memikirkan suaminya di luar sana karena pengalaman waktu dulu dia bersama Dikta sudah membuat Salma cukup patah hati yang sedalam-dalamnya. Dia tidak ingin kejadian seperti itu berulang kembali, tentu saja hal tersebut menimbulkan rasa was-was di hatinya. "Kenapa aku jadi seperti ini? Seharusnya kamu percaya pada Nico, Selma. Dia bukan Dikta dan tidak akan mungkin mengkhianati seperti mantan suamimu itu," gumam wanita tersebut. *** Nico tidak bisa bekerja dengan baik. Pria itu kepikiran tentang istrinya. Dia tidak suka jika istrinya marah padanya karena suatu hal yang menurutnya sangat tidak penting. "Kenapa Selma jadi posesif seperti ini? Padahal aku sangat setia dan tidak melakukan apapun di belakangnya?" gumam pria itu. Tentu saja Nico merasa tidak melakukan apapun karena saat Prilly melakukan semuanya dia dalam keadaan tidak sadar dan menurut Nico semuanya baik-baik saja. Nico memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa berat, sepertinya hari ini dia akan pulang lebih awal dan menemui sang istri. Juga pastinya meminta maaf karena telah membuatnya emosi hanya karena Prilly. "Tuan, permisi." Nico menatap Galih yang baru masuk ke dalam ruangannya. "Ada beberapa berkas yang harus Anda periksa sekaligus tandatangani," ujar Galih. Nico menghela nafas dan menatap asisten pribadinya itu. "Kemana Prilly? Kenapa harus kamu yang memberikan ini?" tanya Nico. "Sebenarnya ada masalah apa kamu sama dia?" "Saya tidak ada masalah apa-apa dengannya, Tuan. Tapi saya hanya mengingatkan Anda untuk berhati-hati," jawab Galih. "Ya, ya aku tahu. Istriku jadi marah hanya karena masalah Prilly, dia mau aku memecatnya padahal Prilly bekerja sangat bagus, aku tentu tidak bisa memecat seseorang tanpa adanya alasan, bukan?" Galih mengangguk dan menunduk kembali. Memang benar apa yang di katakan oleh Nico. Dia memang tidak bisa memecat seseorang tanpa adanya alasan yang jelas. "Mungkin Anda bisa menyelidiki dia, Tuan. Bukan maksud saya tidak percaya pada Prilly, tetapi melihat gelagatnya yang seperti menggoda—" "Sudah-sudah, aku tidak ingin mendengar apa-apa lagi, kepalaku terasa pusing sekarang," sela Nico sambil mengangkat tangannya agar Galih tidak meneruskan ucapannya. Akhirnya Galih mengatupkan bibirnya dan tidak berbicara apa-apa lagi. Setelah dirasa cukup, akhirnya Galih pergi keluar dari dalam ruangan atasannya itu. Galih tahu jika mood Nico sedang buruk. *** Nico memutuskan untuk langsung pulang setelah selesai memeriksa berkas-berkas terakhir yang tadi dibawa oleh Galih. Entah kenapa dia merasa begitu merindukan sang istri. "Sayaaangnya Daddy, Alisha udah mandi ya?" tanya Nico saat melihat Alisha yang tengah digendong oleh Anggi. "Hemm, udah wangi nih, Dad juga mau mandi dulu, ya?" Nico berjalan naik ke tangga untuk menuju kamarnya. Dia tidak melihat istrinya di bawah, itu artinya Selma ada di lantai atas. "Sayang!" Nico membuka pintu kamar dan tidak melihat siapapun. "Sayang, Selma!" "Iya Mas, ada apa? Aku baru selesai mandi, kok tumben kamu udah pulang?" jawab Selma keluar dari dalam kamar mandi. "Syukurlah, aku kira kamu pergi," jawab Nico lega. Selma hanya diam mencerna ucapan Nico, tetapi sedetik kemudian dia baru paham. "Aku nggak sebodoh itu, Mas. Masa iya aku pergi karena kecewa sama kamu," ujar Selma mendengus. Nico tersenyum dan langsung memeluk istrinya. "Makasih sayang, aku kangen kamu," bisik Nico. Mencium telinga istrinya yang wangi sabun. Sebenarnya dia hanya modus karena ingin menuntaskan hasratnya yang sempat tertunda di kantor. Selma paham dengan kode suaminya. Meskipun kesal tetapi dia tidak boleh menolaknya lagi. Selma tahu jika menolak keinginan suami untuk bercinta itu dosa. Tadi di kantor dia sudah menolak Nico padahal dia yang menggodanya. "Tapi mandi dulu, ya?" "Nanti saja, aku masih wangi kok, sayang," jawab Nico yang langsung menyerang bibir sang istri. Selma yang awalnya tidak siap akhirnya membalas ciuman dari Nico. Keduanya sudah sama-sama di ambang gairah dan akhirnya Nico mendapatkan haknya. Dan sore itu pergulatan panas antar pasangan suami istri itu menjadi saksi jika cinta mereka tidak akan terpisahkan. Namun, itu hanyalah keinginan mereka dan tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. *** Beberapa hari kemudian, Selma merasa jika suaminya sekarang sering pulang larut malam. Meskipun Nico mengatakan jika dia lembur, tetapi pikiran Selma selalu saja negatif. Sepertinya dia memang harus mencari banyak kegiatannya di luar agar tidak kepikiran dengan Nico. Akhirnya Selma memutuskan untuk pergi ke Mall bersama dengan kedua anaknya dan juga dua Anggi. "Anggi, ayok masuk ke sana, aku akan membelikan baju untukmu," tunjuk Selma pada salah satu stand penjual baju branded "Wah, makasih, Nyonya," jawab Anggi senang. Ke empatnya masuk ke dalam dan mata Anggi langsung berbinar. Selma juga tersenyum melihatnya gaun malam berbentuk dress yang sangat indah. Namun, saat akan memilih dress, tiba-tiba matanya melihat sesuatu. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD