2. Tinggal Bersama

1086 Words
Di Kamar hotel tempat berlangsungnya pernikahan Jerome dan Bianca. Lelaki itu sedang membantu wanitanya untuk membuka resleting gaun pengantin yang telah menjadi saksi ikrar janji keduanya. Dalam keadaan yang begitu canggung, Bianca berusaha menahan desiran aneh dalam dadanya. Beberapa kali ia mencuri pandang ke arah pria yang beberapa jam lalu sudah sah menjadi suaminya itu. Walau tak dapat dipungkiri, Jerome merasakan tubuh wanitanya menegang dan sedikit bergetar tatkala sentuhan ringan jari jemari miliknya menyentuh permukaan kulit Bianca. Bianca mencuri pandang ke arah lelaki yang sudah menjadi suaminya itu melalui cermin besar di hadapannya. Dan terakhir, Bianca menyesali kegiatannya, karena Jerome menangkap basah apa yang ia lakukan. "Sudah selesai." Jerome berucap memecah keheningan diantara mereka. Tanpa melakukan pergerakan apapun, mereka tampak terlihat damai, saling menyelami netra satu sama lain dengan cermin sebagai perantaranya. Ruangan kembali menjadi sepi dan senyap. Kedua insan itu masih asik menatap seakan tak ada yang mau mengakhiri tatapan tersebut. Namun akhirnya.. Jerome lah yang mengakhiri, "ekhem, kau bisa mandi duluan." titah Jerome. "Tidak, kau duluan saja. Aku mau membersihkan riasannya." jawab Bianca sambil mengambil kapas di meja rias. Jerome menjawab dengan anggukkan kepala beberapa kali. Setelah lelaki itu pergi, barulah Bianca bisa menghembuskan nafas lega. Ia memegang dadanya yang masih berdegup kencang. "Apa mungkin rasa itu kembali hadir?" tanyanya pada diri sendiri. *** Pukul 21.00 Bianca baru keluar dari kamar mandi, setelah setengah jam membersihkan diri dari rasa lengket dan bau keringat di tubuhnya. Ia keluar hanya mengenakan bathrobe dan handuk kepala. Bianca lupa membawa pakaiannya ke kamar mandi, ia pikir sedang berada di rumahnya sendiri. Wanita itu serba salah di posisinya berdiri, ia gelisah dan malu. Ia harus melewati Jerome jika ingin mengambil bajunya, karena kopernya berada di pojok kanan ranjang. Walaupun suaminya sedang fokus dengan ponsel dan sepertinya tidak menyadari keberadaannya, tetap saja Bianca merasa risih dan belum terbiasa dengan kehadiran pria itu. Sialnya malah, sisi iblis Bianca meronta, meminta untuk menggoda Jerome. Lagipula mereka adalah suami istri. Persetan, Bianca harus segera memakai baju. Ia tidak ingin mati kedinginan. Dengan penuh keberanian, ia melangkah menghiraukan Jerome yang mulai menarik atensinya. "Kenapa kau lama sekali, aku sudah menunggumu dari tadi!" DEGH Suara tegas milik Jerome menginterupsi kegiatan Bianca. Tubuh wanita itu menegang. Lidahnya kelu. "Apa mungkin Jerome menginginkan itu?" pertanyaannya dalam hati. Bianca mencoba mengatur nafasnya kemudian membalikkan badan ingin membalas ucapan Jerome. Namun, setelah tau, raut wajah Bianca berubah sedikit pias. Astaga yang benar saja, mengapa dirinya terlalu percaya diri. Ternyata Jerome sedang berbicara dengan seseorang melalui ponsel miliknya. Tanpa menoleh ke arah Bianca, pria itu malah menuruni ranjang dan keluar dari kamar, membuat Bianca bertanya-tanya dengan siapa suaminya berbicara. *** Bianca keluar dari kamar menggunakan piyama lusuh miliknya. Ia belum atau bahkan tidak akan membawa seluruh barang-barang miliknya dari rumah kontrakannya yang dulu. Lagipula ia kan sudah menjadi istri dari seorang pengusaha, masa iya harus membawa perabotan rumah yang bahkan wujudnya saja sudah tidak layak. Memalukan bukan? Itu tidak salah kan! ia tidak sedang menyombongkan diri. Hanya saja, Bianca sedang mencoba menyesuaikan dirinya. Terlalu lama berdiri di depan pintu kamar sambil melamun, membuat Bianca tidak menyadari panggilan Jerome, bahkan saat lelaki itu sudah berada dihadapannya. Mensejajarkan wajah mereka. Bianca tetap tak menyadari itu. Sebelum akhirnya Jerome menepuk pelan pundak Bianca untuk menyadarkannya. "Apa ada masalah?" Merasa terkejut, Bianca memundurkan tubuhnya sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. Tentu saja itu membuat dirinya oleng dan.. BUGH Baru kali ini Bianca sangat menyesali respons tubuhnya yang berlebihan. Karena itu, Jerome menarik dan memeluknya. Tidak, bukan memeluk, lebih tepatnya ia berada di pelukan jerome. Bianca yang mencari tumpuan pada Jerome, bukan lelaki itu yang memeluknya. Di posisi saat ini, keduanya bisa merasakan detak jantung masing-masing yang berpacu lebih cepat dari sebelumnya. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Jerome melampaui keheningan diantara mereka. Sambil menengadah ke atas, Bianca memberanikan dirinya menatap Jerome, "a..aku-" belum genap menjawab, terdengar suara pintu utama terbuka, alhasil keduanya mengalihkan pandangan di mana suara itu berasal. "Wah sepertinya mamah ganggu kegiatan kalian yah?" tanya Anne menggoda keduanya. "Engga mah" sergah Bianca cepat ke arah mamah mertuanya. "Mamah ada urusan apa ke sini, bukannya acara sudah selesai?" tanya Jerome sambil berjalan ke arah meja makan. "Huh anak ini, mamahnya datang bukan dipersilahkan malah ditanya-tanya." Bianca tersenyum melihat tingkah ibu dan anak di hadapannya itu, "ada-ada saja." ujarnya dalam hati. "Mah mari duduk, kita makan malam bersama." ucap Bianca menghampiri mamah mertuanya yang masih asik bersidekap d**a di depan pintu. "Kalo bukan karena menantu mamah yang cantik dan baik hati, mamah nggak akan mau datengin anak mamah ini yang nggak ada sopan-sopannya!" cecar Anne. "Jerome denger loh mah." "Biarin aja!" "Mah silahkan duduk, Bian nyiapin minum dulu buat mamah ya." "Iya menantu kesayangan." "Menantu mamah kan dia doang, kenapa pake kesayangan sih?" geram Jerome. "Suka-suka mam-" "Yaampun Jeromeee kamu gimana sih masa ngasih makan anak istri pake junk food sama minuman soda!" "Mamah terlalu berlebihan, Jerome kan belum punya anak." jawab Jerome sangat santai. "Tapi Bianca lagi hamil, Jerome!" gertak Anne, tidak menyangka dengan respon anaknya yang kelewat santai. Bodoh sekali anaknya ini, masa istrinya sedang hamil malah di beri minuman soda. DEGH Astaga, Jerome dan Bianca baru ingat sandiwara diantara mereka. Keduanya saling pandang, seakan berbicara melalui netra. "Emm, mah itu semua punyanya Jerome, dia beli buat dia sendiri. Bianca minumnya air putih mah." ucap Bianca sambil menunjukan gelas yang dipegangnya. "Syukurlah kalau begitu.. Besok pokoknya mamah nggak mau tau kamu harus anterin Bianca belanja keperluan ibu hamil!" "Oh iya, umur kandungan anak kalian sudah berapa minggu?" "2 minggu" "4 minggu" Jawab keduanya berbarengan. "Yang bener siapa?" tanya Anne menelisik. "Sebenernya kita belum pergi ke dokter kandungan mah" jawab Jerome seakan menyesal. Anne menatap Jerome dan Bianca secara bergantian, kemudian menggeleng secara seduktif. "Ya sudah kalau begitu besok habis belanja, kalian harus langsung ke dokter kandungan. Mamah tunggu hasilnya!" "Tapi Jerome sibuk ma-" "Nggak ada alasan untuk itu Jerome, masa untuk istri dan anakmu saja kamu tidak punya waktu!" "Hem" helaan nafas kasar terdengar dari mulut Jerome. "Sekarang kita makan ya. Mamah bawa makanan sehat buat anak-anak dan calon ucu mamah pastinya." ucap Anne tersenyum sambil menyentuh lengan polos Bianca di atas meja makan. Bianca membalas senyuman itu dengan kaku, "makasih yah mah, sudah nerima Bianca menjadi bagian dari keluarga mamah." "Iya sayang, mamah yakin kamu yang terbaik buat Jerome." Anne kembali tersenyum. "Ekhm, jadi apa kita bisa makan sekarang?" "Kamu sangat merusak suasana Jerome!" tutur Anne Kesal. Setelahnya, ruangan itu diisi oleh gelak tawa ketiganya. Tanpa disadari, Jerome menatap Bianca dengan tatapan yang sulit diartikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD