3. Kebenaran

1001 Words
Di pagi yang cerah ini Jerome sudah bersiap dengan setelan jas miliknya. Ia menatap mantap penampilannya di depan cermin. "Bolehkah aku membantu memasangkan dasinya?" suaranya berasal dari belakang Jerome, ia sudah tahu tentunya siapa pemilik suara itu. Wanita itu sudah berada tepat di samping Jerome, bahkan ia bisa melihat pantulan dirinya dari cermin. Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Bianca memposisikan diri agar bisa memakaikan dasi untuk suaminya. Alhasil posisinya sekarang membelakangi cermin. Jerome masih enggan mengeluarkan suaranya, ia terlalu asik menikmati wajah cantik wanita di hadapannya, yang kini sedang membawa jari-jari tangannya membentuk sebuah pola beraturan. "Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu." ucap Bianca sambil mengangkat wajahnya agar bisa menatap Jerome. Sepersekian detik kemudian Jerome berdehem dan mengalihkan pandangannya ke segala arah, agar sebisa mungkin tidak menatap wanita itu. "Sudah selesai." terang Bianca sembari tersenyum ke arah Jerome, walau sang empu tidak membalas sedikitpun. "Terimakasih." jawab Jerome singkat. kemudian ia berbalik untuk mengambil ponselnya yang berada di atas nakas tepat di sebelah ranjang. Tanpa berlama-lama Jerome akhirnya berjalan keluar kamar bersama Bianca yang setia membuntutinya. Kini keduanya sedang menikmati makanan di atas meja dalam keadaan diam. Bianca sesekali mencuri pandang ke arah Jerome yang duduk berseberangan dengannya. Tiba-tiba lelaki itu bersuara, membuat wajah Bianca memanas dalam seketika, "Aku tau aku lebih menarik dari makananmu. Tapi tolong isi perutmu dulu, baru kau boleh menatapku lagi." terangnya santai, tanpa peduli dengan hati Bianca yang bergejolak. Bianca kembali menunduk dan berpura-pura menikmati makannya, alhasil kegiatannya tersebut tak luput dari pantauan sang suami. Jerome sedikit tersenyum memandangi wanitanya. Setelah menyelesaikan waktu sarapan, Bianca bergegas bangkit untuk membereskan meja makan, namun kegiatannya terinstrupsi oleh suara Jerome, " Tunggu sebentar!" Bianca kembali menatap kearah Jerome, ia melihat suaminya mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya, "Ini untukmu, beli apapun yang kau inginkan dan jangan meminta persetujuan dariku, gunakanlah sesukamu." ucapnya dengan lugas sembari memberikan Black Card kepada Bianca. Belum genap Bianca mengartikan ucapannya, pria itu malah kembali berbicara. "Ingat, aku tidak punya waktu untuk menemanimu berbelanja. Jadi lakukanlah sendiri, jangan membebaniku, aku suka wanita yang mandiri." Belum genap menangkap ucapan sang suami, Trettt.. Trettt.. Suara panggilan yang berasal dari ponsel Jerome mengintrupsi keduanya. Jerome sedikit melirik siapa nama penelpon yang menghubunginya, sepersekian detik kemudian ia bangkit dari tempat duduk dan langsung bergegas keluar rumah tanpa pamit, menyisakan kebingungan yang dalam pada raut Bianca. "Apa yang sebenarnya Tuhan rencanakan untuk pernikahan ini?" gumam Bianca. *** Berbeda dengan Bianca. Jerome kini sedang mengemudikan mobil Mercedes Benz miliknya menuju Lexius Grup. Sesaat sebelumnya ia baru saja mengakhiri panggilan dengan seseorang yang akan ditemuinya di kantor nanti. Bukan orang penting memang, tapi informasi yang di bawanyalah yang penting bagi Jerome. Informasi yang berkaitan dengan wanita yang berada di pelukannya saat ia membuka mata di pagi hari. Bianca. Wanita cantik nan anggun yang telah sah menjadi istrinya. Wanita yang belum ia cintai atau bahkan tidak akan, karena cintanya tergantung pada informasi yang disampaikan oleh orang suruhannya nanti. Ya benar, Jerome meminta seseorang untuk mnyelidiki latar belakang Bianca, mungkin kalian menganggap itu sudah terlambat? namun Jerome rasa tidak! ia hanya ingin sedikit bermain dengan wanitanya. Permainan yang mengesankan, right? Mobil mewah milik Jerome menghentikan lajunya di depan gedung Lexius Grup. Lelaki tampan itu turun dan kemudian melempar asal kuncinya kepada penjaga di sana, dengan sigap penjaga itu menangkap kunci tersebut. "Selamat datang pak." "Selamat datang pak." salam sapaan terdengar di setiap langkah Jerome. Namun, pria itu enggan untuk menanggapi, walau hanya dengan sedikit senyum pun. Ia tetap berjalan cepat tapi tetap dengan kewibawaannya. Langkah kaki Jerome yang begitu besar membuat sekretaris pribadinya yang bernama Sarah merasa kewalahan ketika menyamaratakan langkah dengannya. Keduanya sampai di depan lift. Setelah beberapa saat menunggu akhirnya pintu lift terbuka. Alhasil, Sarah mempersilahkan bosnya untuk masuk ke dalam lift. Sarah bersuara untuk memecah keheningan diantara keduanya. "Selamat pak atas pernikahannya, maaf kemarin saya tidak datang." Jerome menjawab hanya dengan anggukan. "Apa bapak mencintai istri bapak?" pertanyaan yang Sarah anggap retorik itu, mengalir begitu saja dari mulutnya. Ia benar-benar merutuki kebodohannya. Jerome membeku seketika, ia menatap nyalang pantulan dirinya dari pintu lift walau terlihat samar. Ia tidak mungkin mencintai Bianca bukan? tapi Bianca adalah istrinya mana mungkin ia tidak mencintai istrinya sendiri. Jerome merasa dilema dengan hati dan pikirannya. "Saya rasa kamu tidak perlu mengetahui urusan pribadi saya!" "Baik pak, maaf jika sebelumnya perkataan saya lancang." Sarah menunduk seakan menyesali perkataannya. Tring.. Pintu lift terbuka. Masih diikuti oleh Sarah, Jerome berkata, "Siapkan dokumen untuk meeting hari ini, jangan biarkan siapapun masuk ke ruangan saya sebelum saya izinkan kecuali pria ini." Jerome menunjukan kartu nama kepada Sarah. "Baik pak, tapi jika ada orang tua atau istri bapa-?" "Saya rasa kamu cukup pintar untuk menangkap maksud saya jangan biarkan siapapun masuk, kecuali pria itu, mengerti?!" "Saya akan keluar dari ruangan setengah jam dari waktu pria itu masuk ke ruangan saya." Tanpa bantahan lagi, Bianca menjawab cepat pertanyaan bosnya, "Baik pak." Jerome melanjutkan langkah menuju ruangannya. Berselang beberapa menit, pria yang dimaksud bosnya akhirnya datang. Sarah mencocokan data diri pria itu terlebih dulu. Tok.. tok.. tok "Pak, tamu yang bapak tunggu sudah datang." "Biarkan dia masuk." Pria yang dimaksud Jerome pun masuk setelah dipersilahkan. "Selamat pagi, tuan Jerome." Jerome membalikkan kursi kebesarannya untuk menatap wajah pria yang membawa informasi untuknya. Dengan sedikit mengangguk Jerome membuka suaranya, "saya tidak suka berbasa-basi. Jadi apa yang kamu tau tentang wanita itu?!" "Tuan bisa memeriksanya di sini." pria itu menyerahkan flashdisk yang berisi data-data tentang Bianca. Sebelum menerima, Jerome manatap gamang pada benda kecil yang di letakan di mejanya. Kemudian ia yakinkan diri untuk melihat apa yang seharusnya ia ketahui. Latar belakang seorang Bianca. Setelah membuka file yang dimaksud suruhannya, raut muka pria itu menjadi dingin dengan rahang yang perlahan mengeras. Hal ini menandakan betapa terkejutnya Jerome saat mendapati fakta tentang wanita yang dipersuntingnya. Mengangkat wajah untuk menatap kembali ke arah orang suruhannya, Jerome bertanya dengan suara tercekat, "Apa Bianca seorang....." "Ya, anda benar tuan." Terakhir, tangan jerome mengepal dengan kuat sehingga memperlihatkan kuku-kuku jarinya yang memutih. Brengsek. Kenapa wanita itu tidak jujur padanya?!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD