Part 37 – Campak

1093 Words
“Rosma, tolong ke mobil sebentar. Saya mau ke kamar mandi. Asila sendirian.” Suara Nirmala mengejutkan Rosmalina yang masih sangat serius berbincang dengan laki-laki di sampingnya. Sedangkan Nirmala sama sekali tidak mengenal siapa laki-laki itu. Nirmala segera berlalu dari hadapan Rosmalina. Dia segera menuju ke kamar mandi sekolah. Tak lama Rosmalina pun mengakhiri perbincangan dengan laki-laki bertubuh kekar itu. *** Sesampainya di rumah setelah menghadiri perayaan hari ibu. Nirmala segera menggendong Asila yang sama sekali tak membuka matanya. Lelap tidurnya karena mungkin karena lelah yang dirasa. “Mas Hendra, mau aku buatkan teh?” “Tidak pelu.” Suara Nirmala mengalun syahdu. Namun Hendra seolah tak bisa menuruti apa yang ditawarnya. Hendra yang hari ini mengerjakan semua pekerjaannya di rumah. Di ruang kerjanya itu Nirmala kembali mendapatkan sebuah penolakan. Namun hal itu yang dirasa sudah terbiasa didapatkannya. Nirmala pun berlalu saat sudah bertemu dengan suaminya. Dia kembali ke kamarnya. Bias sebuah rasa tak pernah bisa terbalaskan dengan indah. Pernikahan yang sama sekali tak ada perubahan di dalamnya. Sampai kapan Nirmala harus menelan kesabaran yang begitu pahit setiap harinya. Nirmala merebahkan tubuhnya yang terasa letih. Namun tak seperti hatinya. Hingga sekarang Nirmala tak punya cara ampuh untuk menaklukkan suaminya itu. Padahal Nirmala sudah mengerjakan kewajibannya sebagai istri dengan sangat baik. Memasak, mencuci dan menyetrika baju suaminya. Lalu selalu menawarkan teh hangat atau sekadar pijatan tangannya. Namun semua yang dilakukannya itu sama sekali tak ada artinya sama sekali di depan Hendra. Bahkan Nirmala yang dua puluh empat jam siap menjaga dan melayani Asila. Itu pun tak cukup membuat Hendra merasa senang dengannya. bahkan kini kehadiran Rosmalina membuatnya pelan-pelan tersaput awan. Seminggu ini Hendra sama sekali tak mau menatap wajah Nirmala. Semenjak Rosmalina menjadi bagian dari keluarga Mahendra kembali. Hendra pun menghabiskan malam panjangnya hanya bersama Rosmalina saja. Cukup dengan menambah kembali stok sabarnya. Hingga Nirmala merasa tak sanggu dan melepaskan diri dari belenggu pernikahan yang diagungkannya. *** “Mama, kemarin aku bertemu dengan Nirmala.” “Nirmala, sahabat karibmu?” “Iya, Ma.” “Bagaimana kabarnya dia sekarang?” “Sepertinya baik, tapi aku tak persis.” “Kamu sempat ngobrol dengannya?” “Sebentar. Dan yang paling membuatku terkejut dia bilang telah menikah dengan seorang duda beranak satu.” “Sudah menikah?” “Anehnya lagi kemarin pas aku antar Faisal ke sekolahnya, aku melihat Nirmala berdiri di podium bersama seorang anak dan seorang wanita.“ “Terus?” “Wanita itu adalah istri dari atasan Nuna, Ma.” Susasana nampak hening setelah Nuna menceritakan kalimat terakhirnya. Mamanya mengernyitkan dahi dan seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan anaknya. “Kamu serius?” “Iya, karena saat pernikahan dengan istri pertamanya itu, aku menghadiri acara pernikahannya dan itu dengan Nirmala juga, Mama.” Mama Nuna hanya bisa geleng kepala. Apa yang didengarnya itu seolah sangat sulit masuk dalam akalnya. Lalu pembicaraan mereka pun beralih saat sang mama harus pergi untuk urusan lain. *** Nirmala bangun dari tidurnya. Tiba-tiba saja dia merasa badannya letih dan lemas. Bahkan dia pun merasakan demam di tubuhnya. Tenggorokannya terasa sangat kering. Sesekali dia batuk-batuk tanpa diketahui penyebabnya. Nirmala mencoba mengingat kembali apa yang telah dimakannya hingga kondisinya sekarang kurang baik seperti itu. Nirmala mengambil obat dan meminumnya. Berharap apa yang diminumnya itu bisa sedikit mengurangi demam dan juga batuknya. Nirmala kembali merebahkan tubuhnya. Dia pun memutuskan untuk kembali beristirahat. Dengan harapan ketika dirinya bangun nanti kondisinya akan semakin membaik. Nirmala tak mudah memejamkan matanya. dia terus saja batuk dan bersin. Kulit Nirmala merasa gatal sekali. Dari sekolah Asila Nirmala memang sudah merasakan hal aneh yang terjadi pada kulitnya. Bahkan Nirmala sempat memberikan bedak gatal untuk meringankan rasa gatal itu. Namun Nirmala terkejut saat bintik kemerahan itu pun menghiasi kulitnya. Nirmala tak bisa berdiam lagi. Dirinya harus memeriksakan kondisinya ke dokter. “Saya sakit apa, dokter?” “Sepertinya bu Nirmala ini terkena campak.” Nirmala terkejut dengan jawaban dokter padanya. Dia yang sudah dewasa itu harus menderita penyakit yang sama sekali tak diinginkannya. “Saya anjurkan ibu melakukan isolasi mandiri, karena penyakit ini menular.” Mendengar jawaban dari dokter. Nirmala pun menurut saja. Dokter memberikan resep obat agar bisa ditebus. “Saya tidak mau rawat inap, dokter. Demam saya sudah mulai turun meski masih sedikit terasa.” “Baiklahm tapi saya minta untuk tetap menjaga pola makan dan juga jangan sampai ke luar kamar untuk sementara waktu.” “Baik dokter.” Mata Nirmala terlihat memerah. Dia berusaha untuk bangkit dari kursi dokter untuk segera pulang. namun sayangnya Nirmala seolah tak bisa menopang tubuhnya sendiri. Nirmala jatuh karena lemas badannya tak tertahankan. Nirmala terpaksa harus dirawat di rumah sakit. Pihak rumah sakit pun memberikan kabar tentang kondisi Nirmala. Namun disarankan untuk tidak menjenguk pasien. Karena pasien pun telah melakukan isolasi agar tidak menularkan penyakitnya. *** Asila tanpa kehadiran Nirmala di rumahnya merasa ada yang kurang. Berkali-kali dia meminta untuk menjenguk bundanya yang sedang dirawat di rumah sakit. Namun seua keluarga pun tak bisa menuruti perminataan Asila. Merengek terus menerus pun dilakukannya. Namun Hendra sebagai papanya pun dengan tegas tak mengijinkan anaknya untuk sekadar pergi menjenguk Nirmala. Untuk mengobati kerinduan pada Nirmala. Asila pun meminta papanya untuk melakukan panggilan video pada Nirmala. Hendra yang sebenarnya merasa enggan melakukan hal itu. Namun semua demi sang anak. Hendra pun segera melakukan panggilan video untuk Asila. Namun sayang sungguh sayanf. Nirmala tak mengangkatnya. Karena keadaan di rumah sakit tak mendukung kondisi tubuh Nirmala yang masih sangat lemas. Nirmala hanya ingin memejamkan matanya. Batuk dan demam tak membuatnya merasa enak dengan tubuhnya. Lunglai dan tak memiliki tenaga. Dia hanya terbaring tak berdaya. *** Kini Rosmalina berpikir dengan kondisi Nirmala yangs sedang sakit itu. Dia ingin memanfaatkan sakitnya Nirmala untuk lebih dekat dengan Asila. Nirmala yang masih dirawat di rumah sakit itu tak akan bisa pulang ke rumah sebelum dia benar-benar dinyatakan sembuh oleh dokter. Berpikir lamat-lamat. Rosmalina harus mencari cara agar dirinya bisa dengan mudah menyingkirkan Nirmala. Namun sayangnya Rosmalina sama sekali belum menemukan sesuatu yang dikiranya pas untuk membalas dendam pada Nirmala. Mendengar suara Asila yang menangis begitu keras. Rosmalina segera keluar kamar dan mencari di mana sumber suara itu berasal. Asila sedang berada di pangkuan Mahendra, kini Rosmalina seolah ingin mendapatkan simpati dari suaminya itu. Rosmalina melangkah dan membujuk Asila dengan tipu dayanya. Asila pun kini berpindah dalam pelukan Rosmalina. Hendra hanya diam mengunci mulutnya. Namun pandangannya tertancap pada kedua mata Rosmalina yang seakan mengandung pesan untuknya. Tak lama ponsel Rosmalina berdering. Sebuah nomor baru yang meneleponnya itu,  membuat Rosmalina bergidik dalam kekhawatiran. “Siapa yang telepon?” Pertanyaan Hendra pun membuat jantung Rosmalina seakan berdetak lebih cepat dari biasanya/
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD