Part 6 Perjodohan

1329 Words
Aku menemani eyang hingga beberapa saat lamanya. Seperti bersama eyang di kampung, hanya beda eyang ini terlihat lebih pendiam. Aku mendengarkan dengan penuh minat, cerita masa lalu eyang terutama saat masih bersama eyang kakung. Pengalaman mengajarkan, bahwa siklus hidup manusia itu berulang. Saat tua, manusia akan kembali menjadi anak-anak, ingin full diperhatikan, tidak mau diacuhkan. Sesekali aku menimpali cerita eyang. Bertanya seperlunya. Eyang ini hanya perlu didengarkan saja ceritanya kok. Dan mungkin karena kesibukan ibu peri yang merangkap sebagai kepala keluarga, hingga waktu bersama beliau ini sangat berkurang. Beruntung si Dewa Yunani kw itu bisa sabar mendengar cerita eyang. Aku jadi salut padanya.  Hari sudah menjelang ashar, wah lumayan lama juga aku di sini. Aku ada janji nonton dengan teman satu kost-an. Apakah harus diundur? Atau gimana ini? Tiketnya kan sudah dibeli, sayang sekali kalau dibatalkan. Dari kemarin itu juga gak jadi nonton karena takut virus COVID19. Terpaksa aku mengirim pesan kepada temanku bahwa aku akan menyusul langsung ke movie theater.  “Rein, kamu bosan ya menemani eyang?” Suara ibu peri dari belakangku terdengar, mungkin ibu peri menyadari kegelisahanku karena aku beberapa kali melihat ke arah pergelangan tanganku. Padahal sudah kulakukan sehalus mungkin.  “Tidak bu, tapi saya ada janji dengan teman. Mungkin saya akan pamit pulang sebentar lagi ya bu. Kapan-kapan saya akan mampir lagi ke sini untuk jenguk eyang.” Jawabku semanis mungkin. Aku tidak mau mereka mencapku sebagai tamu tidak sopan.  “Nanti kamu pulang diantar Zayn saja ya. Zayn, antar Rein pulang sebentar lagi sekalian biar kalian saling mengenal.” Ucapan ibu peri terdengar seperti titah bagi Zayn. Membuat mata tajam laki-laki itu mendelik padaku. Heii... jangan ke aku, aku tidak minta diantar kok.  Tapi lumayan aah ada tebengan gratis. Gak mungkin kan mobilnya biasa aja? Barangkali mobil berlogo kuda jingkrak seperti kata Si Hitam waktu itu. Memikirkannya membuatku tersenyum senang. Kapan lagi bisa naik supercar harga miliaran dengan gratis kan?  “Harus mah? Zayn ada janji nih bentar lagi.” Zayn Malik ini menolak.  “Harus, Zayn, wajib hukumnya kamu mengantar Rein pulang. Kamu pasti ada janji sama Medusa itu kan?” Ibu peri mulai gusar. "Mama minta kamu antar Rein, titik!"   “Clara bukan Medusa mama. Lagian kan dia tadi datang diantar Pak Sudin, seharusnya pulang diantar Pak Sudin juga lah!” Datang dan pulang diantar nih, berarti aku bukan mbak jaelani kan?  Hmm… Zayn Malik ini masih saja menolak mengantarku. Memangnya aku kenapa sih kok sepertinya dia antipati sekali denganku. Kenapa berasa seperti Mbak Jaelani setengah ya? Tapi ini versi datang dijemput, hanya saja pulang gak ada yang antar? Hmm…   “Zayn antar Rein ya.” Eyang berkata pada lelaki ganteng itu, membuatnya mati kutu. Bersungut-sungut gak rela mengantarku. Hei…, nanti aku bisa bayar kok argonya. Dan memang benar kata ibu peri, Zayn langsung saja kicep dan menuruti permintaan eyang. Benar-benar deh lelaki ini sayang banget sama eyang.  Walaupun dengan bersungut, tapi Zayn Malik kw ini tetap saja rela hati mengantarku. Tapi ngomong-ngomong aku kan belum tahu nama lengkapnya Zayn Malik ini. Tapi aah apa peduliku? Toh sepertinya dia juga gak berminat untuk cari tahu nama belakangku, nama keluargaku.  “Ke arah mana?”  “Euum??” Aku yang masih mengagumi interior mobil mewah Zayn menoleh ke arahnya. Dia nanya ke aku ya?  “Iya aku nanya kamu. Emangnya nanya ke siapa lagi coba? Kan cuma ada kita di mobil ini. Aku penanya, kamu yang aku tanya.” “Gak usah nyolot gitu napa sih? Kalau gak ikhlas mah gak usah ngantar kali. Turunin aku di depan deh.” Balasku kesal. "Kalau gak ikhlas gak akan dapat pahala loh." Sungutku kembali.  “Kalau bisa mah udah dari tadi aku turunin kamu sedari tadi keluar gerbang rumah!” Balasnya lebih galak.  Eebuset… tambah nyolot aja dia.  “Gini deh Tuan Zayn yang terhormat, berhubung sedari awal kita berkenalan dengan cara yang tidak benar, gimana kalau sekarang kita mulai kenalan lagi dengan cara yang benar?” Tanyaku dengan manis. Aku mengulurkan tanganku, mengajaknya salaman.  “Saya Rein, Reina Maharani. Salam.” Kulihat Dewa Yunani kw itu hanya melengos melihat uluran tanganku. Hmm… udah pegal ini, harus sampai kapan tanganku ngegantung gini? Ternyata benar kata orang, digantung itu nyebelin, seperti tanganku ini, yang tak kunjung mendapatkan balasan uluran tangan. Apalagi status gantung yak?  Beruntung Zayn Malik ini membalas uluran tanganku saat berhenti di perlintasan lampu merah. Kalau tidak, akan kusantet dia gak punya tangan!  “Zayn. Zayn Brotoasmoro.”  “Terima kasih.” Aku tersenyum lima jari. Kulihat Zayn sempat terpesona mungkin dengan senyum indahku ini. Buktinya dia sempat tergagap walau hanya beberapa detik.  “Ini arahnya ke mana kita?” Kudengar suaranya melunak.  “Aku ada janji mau nonton sama teman di GI. Kalau tidak keberatan, tolong antar ke sana ya.” Kutangkupkan tanganku di depan d**a.  “Okay, aku ada janji mau ketemu Clara di GI juga. Kok bisa kebeneran gitu? Tapi nanti jauhan dariku ya.” Katanya.  “Oh ketemu Si Medusa ya?” Tanyaku kalem. Tiba-tiba dia mengerem mobil mewahnya mendadak. Aah sudahkah aku bilang bahwa mobilnya ini Rubicon? Hmm… jeep sekeren ini akhirnya bisa naik juga deh aku.  “Apa-apaan sih Zayn? Kaget aku nih.” Tentu saja aku mengomel. Heii, aku masih muda, jangan sampai nyawa melayang percuma karena keteledoran mengendarai mobil.  “Kamu kenapa ikut-ikutan mama sih panggil Medusa. Namanya Clara dan dia jauh lebih cantik daripada kamu!” Lah dia kok ngegas lagi sih? Bang, yang digas itu mobil, bukan suara. “Iya iya. Nanti saya diturunin di lobi aja deh.” Aku memberi solusi.  “Enak aja. Aku bukan driver taksi online. Kita turun bareng di parkiran setelah itu terserah kamu mau ke mana.”  Aku mengedikkan bahuku. Hmm, sepanjang jalan sampai GI kami dalam diam saja. Tapi kulihat sebentar lagi sampai. Mobil Zayn sedikit tersendat karena antri masuk parkir. Baiklah aku akan touch up dulu. Kukeluarkan dompet kosmetikku, memulas bedak dan lipstik agar aku tampil semakin menarik. Zayn sesekali melirik ke arahku,  gadis tomboy di sebelahnya itu berdandan. Hmm mungkin kelak dia akan mengakui sedari awal bahwa Rein ini cantik dan menarik, dan semakin cantik dan menarik setelah selesai dandan. Hehe... aku tentu saja hanya membatin itu saja. Tiba-tiba kudengar Zayn mengerang kesal, menghilangkan niatan nakalnya mungkin karena melihat kecantikanku ini.  “Ada apa Zayn? Sakit perut ya? Mau aku yang gantian nyetir? Kok wajahmu mendadak pucat begitu sih?” Aku heran melihat perubahan mimik Zayn. Serius ini dia sakit?  “Gak papa. Aku cari parkiran dulu ya, setelah itu kita berpisah. Moga kita gak bertemu lagi.”  “Hmm… semoga sih. Tapi gak yakin gak bertemu lagi Zayn, secara itu dari beberapa lift, hanya dua yang beroperasi. Terus aku juga sudah janji sama eyang akan mengunjungi beliau.” Jawabku kalem. Mau gimana lagi? Toh aku juga gak tertarik pada si Zayn Malik eeh Zayn Brotoasmoro ini kok. Coba saja Kevin yang dijodohkan padaku. Langsung kuiyakan pasti.  Ucapanku ada benarnya. Berhubung hanya ada satu lift yang beroperasi dan yang lainnya dalam perbaikan, satu ke atas satu ke bawah. Mau tak mau Zayn dan aku berada dalam satu lift. Keadaan lift yang ramai membuat kami memojok. Aku yang awalnya berada di depan tubuh Zayn, tiba-tiba merasa badan ditarik ke belakang. Sepertinya Zayn tak bisa konsentrasi dengan aroma parfum yang menguar dari leher jenjangku. . Aku terkejut saat mendadak merasa pinggangku ditarik ke belakang. Sedetik kemudian, tubuh kekar Zayn mengungkungku di pojokan lift berkaca ini. Bahkan aku sampai bisa merasakan hembusan nafas Zayn di wajahku. Sial hembusan nafas ini entah kenapa merusak otakku? Tiba-tiba aku teringat n****+ yang aku beli waktu itu, saat Mawar mencium bibir merah Ilyas karena sungguh tergoda ingin mencicipi bibir yang masih perawan itu. Mungkin ini yang dirasakan Mawar ya, ingin melumat bibir Ilyas sepertiku ingin mencicipi bibir Zayn. Pletaaak!! Sadar Rein! Bukan mahram!  Lagi-lagi Si Putih menyadarkanku. Coba saja Rein, cicipi bibir lelaki tampan di depanmu itu. Pasti lezat menggoda kan? Si Hitam mulai mengomporiku.  “Kenapa wajahmu memerah? Hmm…” Zayn Malik kw ini mencondongkan tubuhnya hingga berbisik ke dekat telingaku. Hii… membuatku merinding. Nafas yang harum mint, parfum mahal maskulin, semakin membuatku kehilangan pijakan. “Pasti kamu berpikir m***m ya, Rein? Sudah kubilang tidak ada yang bisa imun dari pesonaku, termasuk kamu yang pura-pura cuek di rumah mama tadi. Tapi jangan khawatir, aku tidak tertarik padamu kok, jadi kita tolak saja rencana perjodohan absurd ini.” Kembali Zayn berbisik di dekat telingaku, membuatku merinding. ** Benarkah itu yang akan terjadi? Benarkah baik Rein dan Zayn tidak akan saling tertarik? Rein yang cuek, dan Zayn yang angkuh dan sombong. Apa yang akan terjadi pada keduanya? Kehidupan pernikahan mereka? Akankah indah seindah n****+ yang sering dibaca Rein?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD