Video Viral Rina 2

1012 Words
Wajah Rina semakin pucat. Ia tidak tahu siapa yang telah meng-upload video yang telah di edit ini. Dimana-mana ia masih mendengar orang-orang membicarakan dirinya. Rina merasa tidak tahan. Ia berlari tanpa tujuan. Yang ada di pikirannya ia ingin menghindar dari semua teman-teman di sekolahnya. Alvian khawatir melihat keadaan Rina. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan kakak kelasnya itu, tapi dia merasa Rina sedang tidak baik-baik saja. "Al.." Teriak Dimas sedari tadi. "Eh! Ada apa?" Alvian tersadar saat Dimas menepuk bahunya. "Lo udah tahu kabar yang viral pagi ini?" Tanya Dimas dengan nafas tersengal-sengal. Alvian menggeleng. Lantas ia bertanya. "Kabar apa?" Alvian sedikit panik, ia merasa informasi yang akan diberikan Dimas berkaitan dengan Kak Rina. Dimas menunjukkan sebuah video di handphone miliknya. Alvian terperanjat kaget. Ia lantas refleks mengejar Kakak kelasnya itu. Alvian khawatir dengan keadaannya. "Al Lo mau kemana?" Dimas jadi ikut khawatir karena Alvian pergi begitu saja. Sebagai salah satu OSIS di sekolah, Dimas merasa mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan seperti ini. Apalagi ini berkaitan dengan wanita yang disukai temannya, sehingga hatinya tergugah untuk meluruskan apa yang sebenarnya terjadi. Dimas mencoba menelusuri siapa penyebar video hoax ini. Ia terus menggulir layar handphonenya melihat satu persatu chat di obrolan grup sekolah. Bel sekolah sudah berbunyi. Pelajaran pertama akan segera dimulai. Alvian masih belum kembali. Begitupun Rina yang masih melarikan diri. Rina masih menyusuri jalanan dengan air mata yang masih membasahi pipinya. Kalau bukan karena kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan, ia dari dulu sudah ingin pindah sekolah. Rina tidak mempunyai pilihan lain selain bersekolah di tempatnya sekarang, karena sekolah lain yang ada di Kota Sedang tidak ada yang memberikan beasiswa bagi muridnya. Alvian masih berusaha mencari Rina. Ia melihat ke kiri dan kanan jalan. Sekitar 10 meter di depan, Alvian melihat seorang perempuan yang memakai pakaian seragam. Terdengar isak tangisnya, membuat bahunya terlihat naik turun. "Kak Rina." Alvian memanggil perempuan di hadapannya. Rina menoleh, ia kaget seseorang yang ada dalam video yang membuatnya marah ada di hadapannya. "Kenapa kamu mengikuti ku?" Tanya Rina dengan nada tinggi. "Maaf kak. Aku hanya khawatir pada kakak." Alvian mencoba jujur. "Pergi kamu dari sini! Aku tidak mau melihatmu." Rina mengusir Alvian, ia tidak ingin orang lain salah sangka karena Alvian ada di dekatnya. Alvian tidak ingin suasana semakin memburuk. Namun ia juga tak bisa membiarkan perempuan di hadapannya menangis sendirian. "Kak." Alvian menahan tangan Rina. "Lepaskan!" Rina mencoba melepaskan tangannya dari genggaman tangan Alvian, namun tenaga laki-laki itu tak bisa dilawan. "Lihat aku kak!" Alvian mencoba memandang mata Rina. Rina yang tingginya setinggi d**a Alvian, hanya bisa mendongak. Pandangan mereka bertemu. "Kakak jangan lari! Kalau kakak lari semua orang yang ingin melihat kakak hancur mereka akan tertawa." Alvian mencoba menyadarkan Rina. Rina mencoba memahami ucapan pria di hadapannya. "Aku akan pergi dari sini. Tapi kakak kembali. Sebentar lagi kakak akan menghadapi Ujian Akhir Sekolah. Kakak harus fokus!" Alvian masih memberi motivasi, lantas ia berbalik pergi meninggalkan Rina. Alvian akhirnya berjalan kembali ke sekolahnya. Di belakang Rina mengikutinya. Penjaga sekolah melihat Alvian dan Rina yang baru sampai di pintu gerbang, namun penjaga menolak membuka gerbang itu. "Maaf, ini sudah ketentuan sekolah. Murid yang kesiangan tidak bisa mengikuti pelajaran sekolah hari ini." Ucap penjaga gerbang di depan. Alvian mencoba menghubungi Dimas. Ia berharap temannya bisa membantunya. Dimas mendapatkan pesan dari Alvian, ia izin hendak ke kamar kecil sebentar pada gurunya. Dimas harus mengalihkan perhatian penjaga gerbang. "Oke. Tunggu sebentar. Gue coba bikin sibuk penjaga gerbangnya." Balas pesan singkat Dimas. "Coba Lo ngumpet dulu, nanti gue kasih kode biar Lo secepatnya masuk." Pesan singkat kedua dari Dimas. "Pak, ada anak nakal masuk lewat pagar sebelah sana." Dimas memberitahu penjaga gerbang dengan nada panik. Penjaga gerbang merasa kecolongan ia segera pergi dan meninggalkan gerbang utama. "Buruan masuk!" Dimas mengirim pesan kembali. Alvian melihat pintu gerbang dikunci. Ia tak bisa menemukan cara lain selain memanjat gerbangnya. Alvian melihat Kak Rina yang juga ada di sampingnya. "Ayo kak kita harus naik ke pagar tembok ini!" Ucap Alvian sambil membungkukkan badannya agar Rina naik ke pundaknya dan mencapai pagar tembok. Rina merasa keberatan. Terlebih ia memakai rok yang akan membuat Alvian melihatnya. Alvian mengerti kekhawatiran Rina. "Aku akan menutup mataku. Ayo kak cepat! Kita tidak punya banyak waktu." Ucap Alvian mengingatkan. Akhirnya Rina naik ke pundak Alvian. Alvian menahan saliva nya tatkala ia belum siap menutup mata sedangkan Rina sudah mulai naik ke pundaknya. Alvian segera memejamkan matanya. Perlahan ia mencoba berdiri, agar Rina bisa dengan mudah meraih pagar tembok. Rina sudah sampai di atas. "Ayo cepat turun kak!" Rina ragu, namun melihat penjaga gerbang yang terlihat mulai kembali ia segera melompat. Alvian masih berada di luar. "Ayo kamu juga cepat naik!" Rina menyuruh Alvian untuk secepatnya naik. Penjaga gerbang sudah semakin mendekat. "Kakak cepat segera pergi dari sini!" Ucap Alvian mengingatkan. Akhirnya Rina tidak bisa berlama-lama di sana. Sepanjang jalan kembali ke kelas Rina memikirkan Alvian yang berhasil memanjat atau malah ketahuan. "Eh! Kamu masih disini aja! Ayo pergi!" Ucap penjaga mengusir Alvian. "Iya pak." Alvian berlalu. Yang terpenting baginya Kak Rina sudah masuk ke dalam. "Al Lo dimana?" Tanya Dimas yang baru masuk ke kelasnya tidak menemukan Alvian. "Sorry Dim. Gue gagal masuk." Balas Alvian. Akhirnya Alvian hanya bisa menunggu waktu istirahat. Ia berharap penjaga gerbang nanti akan lengah. Dimas menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia hanya berharap Guru Fisika tidak menyadari bahwa Alvian tidak ada di sini. Tiba-tiba.. "Dimas, dimana Alvian?" Deg.. Bu guru sudah menyadari Alvian yang tidak ada di kelas. "Ayo dong Dim berpikir. Berpikir." Dimas masih berperang dalam pikirannya. "Alvian tadi izin ke UKS Bu. Sakit perut." Dimas menjawab sekenanya. "Al, gara-gara Elo gue terpaksa bohong. Oh Tuhan. Mudah-mudahan enggak sampai ketahuan." Dimas berdoa dalam hatinya. "Oh! ya sudah. Nanti kamu berikan catatan belajar hari ini kepadanya." Ucap Bu guru. Dimas mengangguk dengan cepat. "Iya Bu. Pasti." Jawab Dimas dengan sigap. Sementara di Kelas XII-IPA 1 Guru kebetulan sedang tidak ada di kelas, Rina secepatnya masuk dan duduk di kursinya. Semua orang melongo melihat kedatangan Rina. Mereka tidak percaya Rina berani kembali ke sekolah hari ini. Cassandra menyeringai. "Let's have fun together!" Ucap Cassandra dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD