Profesionalitas VS Asmara

2101 Words
Usai tidur satu jam, Zakiya bergegas naik taksi menuju masjid Sultan. Ya nama masjid ini mungkin sudah paling banyak dikenal di kalangan turis. Meski di Singapura memang memiliki beberapa masjid lain. Tapi masjid yang paling terkenal dan terbesar di Singapore adalah Sultan Mosque, atau Masjid Sultan. Masjid Sultan dan kubah emas yang sangat berkesan mudah dikenali dan terlihat ketika berjalan-jalan di sekitar wilayah Kampong Glam, dan dibangun pada tahun 1824 hingga 1826 oleh Sultan Hussain Shah dari Johor. Masjid ini awalnya dibangun dengan dana dari East India Company dan dibangun dalam gaya bangunan Timur Tengah. Sebuah fitur menarik dari masjid dapat dilihat tepat di bawah kubah emas yang besar, yang berlandaskan pada struktur melingkar yang terdiri dari botol kaca. Pada tahun 1920-an, ketika masyarakat setempat sedang mengumpulkan uang untuk membangun kembali masjid, dana mengalir dari orang kaya. Namun, orang yang kurang berada juga ingin berkontribusi, sehingga mereka mengumpulkan dan menjual botol kaca bekas untuk mengumpulkan uang. Botol-botol kaca ini merupakan pengingat dari upaya yang paling sederhana untuk melestarikan dan membangun monumen nasional ini. Zakiya membaca informasi sejarah berdirinya masjid ini usai solat Ashar. Ia sebetulnya sudah beberapa kali datang ke sini. Karena lokasinya dekat dengan Indonesia dan tentu saja banyak banyak tawaran tiket murah yang menggiurkan. Bahkan bagi masyarakat Batam, Singapura bukan lah sesuatu yang mewah karena jarak mereka ke Singapura memang dekat sekali. Bahkan Singapura bisa terlihat dari rumah-rumah mereka. Zakiya datang ke sini hanya agar tak merasa asing di negeri yang asing. Tentu saja banyak muslim di sini dan baginya, itu lebih tenang. Targetnya datang ke sini bukan hanya menemukan saudara sesama muslim. Namun juga mencoba beberapa makana halal di sekitar sini. Meski tadi sejujurnya sudah makan. Hihihi. Tapi intinya bukan hanya sekedar makan, itu adalah cara Zakiya berinteraksi dengan warga lokal. Dan itu terbukti dari penjual yang terus meladeninya. Mungkin efek memiliki privelege sebagai orang cantik tapi Zakiya tak merasa sedang dimodusi. Ia justru asyik mengobrol tentang banyak hal. Meski orang-orang asing yang ia temui justru ingin mengetahui tentang dirinya. Usai mengobrol, ia pamit dan segera membayar. Setelah itu, melanjutkan perjalanan menuju Marina Bay. Ya tempat populer di Singapura memang salah satunya di sana. Tadi kan hanya selewat dan tidak benar-benar menikmati, jadi ia ingin datang sekali lagi dan menikmatinya sendirian. Tiba di sana, ia berdiri dari kejauhan menatap Merlion. Tempat itu selalu ramai. Badan Merlion melambangkan awal mula sederhana Singapura sebagai desa nelayan saat masih bernama Temasek, yang berasal dari kata tasek (danau dalam bahasa Melayu). Kepalanya mencerminkan nama asli negara ini, Singapura, atau 'kota singa' dalam bahasa Melayu. Bangunan ini merupakan ikon Singapura. Dan dalam sekali lihat, orang pasti sudah tahu kalau ini adalah negara Singapura. Merlion ini dibangun oleh pengrajin lokal Lim Nang Seng, diresmikan pada tanggal 15 September 1972 oleh Perdana Menteri Lee Kuan Yew di muara Singapore River untuk menyambut semua pengunjung ke Singapura. Namun, dengan rampungnya pembangunan Esplanade Bridge pada 1997, patung init tak lagi terlihat jelas dari tepi perairan. Patung ini direlokasi sejauh 120 meter dari posisinya yang semula pada tahun 2002 ke lokasi saat ini di Merlion Park, di depan Hotel Fullerton dan menghadap Marina Bay. Taman ini juga berisi patung Merlion dengan ukuran yang lebih kecil. Dikenal sebagai 'anak Merlion', patung ini menjulang setinggi dua meter dan berbobot tiga ton. Patung asli dan anaknya adalah yang paling terkenal di antara tujuh patung Merlion yang diakui di Singapura. "Mas kira, kamu memilih untuk mendengkur di kamar. Ternyata sudah lebih dulu." Zakiya terkekeh. Ia baru menyadari kalau ada lelaki yang berdiri di sebelahnya. "Sayang kalau dilewatkan." Rangga mengangguk-angguk. "Mau jalan ke sana?" Ia menunjuk ke lokasi yang lebih dekat dengan Merlion. Suasananya sangat sejuk. Meski matahari masih menyinari. Namun keteduhan didapat dari angin lautnya. Kadang membuat jilbab Zakiya terbang-terbang. Keduanya berjalan ke lokasi yang lebih dekat itu. Air memercik ketika berjalan semakin dekat. Mereka memutuskan untuk berhenti melangkah namun letak Merlion hanya beberapa meter saja. "Negara yang luasnya tak lebih dari Jakarta ini sangat maju." Zakiya tersenyum kecil. "Apakah jika Indonesia sekecil ini, akan sama majunya?" Zakiya terkekeh. "Optimis ada. Tapi karakter negara kita berbeda dengan karakter negara ini. Entah kenapa ya, Mas, mungkin kalau berada di Indo, Kiya sebodo amat kalau mau menyebrang jalan. Tapi kalau di sini, kayak harus nyebrang dengan zebra cross gitu. Intinya patuh lah." Rangga tertawa. "Hal-hal kecil yang baru Kiya sadari dan entak kenapa ini menjadi pertanyaan tersendiri. Kenapa ya Kiya hanya melakukannya saat di sini? Tidak di Indo gitu." "Perilaku yang tertanam. Tapi sebetulnya itu bentuk penaatan, Kiya. Di dalam ilmu hukum, ada yang dinamakan penaatan hukum. Mungkin kamu termasuk salah satu yang akan patuh karena takut akan sanksinya." Zakiya terkekeh. Tepat sekali. "Yang sulit itu membuat orang taat hukum bukan karena sesuatu tapi karena ia menyadari kalau ketaatan itu memang sesuatu yang penting." Zakiya mengangguk-angguk. "Kita bisa belajar banyak dari sini. Mau ke National Gallery?" Zakiya mengangguk. Keduanya membalik langkah dan berjalan menuju National Gallery. Lokasinya masih berada di sekitar sini. Hanya perlu jalan kaki saja. Tidak begitu jauh. Ada banyak karya seni dari seniman lokal yang terkenal di dalamnya. Ada pula pameran seni yang interaktif dan diadakan setiap beberapa bulan untuk memberi pengalaman yang begitu nyata di museum ini. Sudut-sudut museum juga keren dengan keajaiban arsitektur seperti langit-langit tinggi, kubah, pilar-pilar besar dan koridor-koridor asimetris. Namun sayangnya..... "Mas kira masih buka." Zakiya menyemburkan tawa. Akhirnya mereka berjalan ke arah lain untuk menemukan masjid menjelang Magrib. "Balik ke hotel aja gimana?" tawarnya. Menilik mereka sudah berjalan sejauh ini. Zakiya mengangguk. "Sama Mas Nando gimana?" "Nanti ketemu di dekat Gardens by The Bay. Cuma agak malem. Mungkin dia melihat situasinya atau masih ada urusan lain. Gak apa kan? Kamu bisa istirahat besok setelah kita pulang dari Singapura. Jangan datang lagi ke kantor." Zakiya terkekeh. Rangga ingat dengan dedikasinya yang satu ini. "Mas juga ya!" Rangga ikut tertawa. Keduanya kembali ke hotel untuk solat Magrib sampai Isya. Nanggung. Di antara Magrib ke Isya itu, mereka gunakan untuk makan malam di sekitar hotel. Usai solat Isya segera berangkat menuju Helix Bridge. Bukan untuk bertemu dengan Nando di sana. Tapi menikmati waktu bebas sesaat. Helix Bridge adalah sebuah jembatan penyeberangan yang ada di negara Singapura, tepatnya jembatan ini menghubungkan antara Marina Bay Sands dan Marina Center. Jembatan dengan bentuk melengkung ini selain dijadikan sebagai tempat penyebrangan ternyata juga menjadi salah satu ikon wisata negara Singapura. Bahkan tempat ini selalu ramai dikunjungi para wisatawan asing yang ingin melihat kecantikan dan keindahan arsitektur jembatan sekaligus pemandangan yang ada di sekelilingnya. Sejak awal diresmikan pada bulan April 2010, jembatan ini menjadi salah satu jembatan lengkung terbesar pertama yang ada di dunia. Untuk jalur penghubung pejalan kakinya sendiri memiliki panjang sekitar 280 meter yang sekaligus menjadi jembatan penyeberangan terpanjang yang ada di Singapura. Jembatan Helix Bridge ini memiliki keindahan yang begitu eksotis. Bahkan selain dijadikan sebagai salah satu fasilitas umum di negara Singapura, jembatan ini juga memiliki daya pikat tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke sana. Di mana untuk pengunjung yang ingin melihat keindahan dan kecantikan dari jembatan ini. "Bagus ya? Kalau ke sini memang lebih enak malem. Lampu-lampu warna-warni dan kerlap-kerlipnya indah. Paduan yang sempurna." "Maha Besar Allah yang menciptakan." Rangga tersenyum kecil mendengarnya. Keduanya memasuki jembatan itu. Berjalan di atasnya. Mungkin para pengunjung lain sibuk mengambil foto-foto. Di sini, keduanya malah hanya berjalan. Menikmati malam indah di Singapura. Yang mungkin akan sulit dilupakan keduanya. "Mas baca-baca kalau jembatan ini memiliki nilai arsitektur yang dibuat sedemikian rupa dengan penggunaan bahan material berkualitas tinggi. Selain itu, lihat deh. Jembatan ini dihiasi lampu-lampu yang didesain mirip dengan simbol DNA. Bahkan di antara lengkungan jembatan tersebut, terdapat lampu-lampu yang dibuat dengan bentuk hurup A, C, G, dan T yang mana diambil dari Adenine, Cytosine, Guinine, dan Thymine, yaitu 4 basic dasar dari struktur DNA. Masih ingat kan?" Zakiya terkekeh. Ia mengangguk-angguk. Pelajaran IPA yang satu itu mana mungkin bisa dilupakan begitu saja. Lokasi Helix Bridge ini berada di antara Suntec City Mall, Marina Bay, Marina Center, dan Singapore Flayer. "Kamu sudah memikirkan pernikahan Kiya?" Zakiya sempat terpaku sesaat mendengarnya. Membicarakan hal ini di atas jembatan dengan pandangan sekelilingnya yang keren, lampu-lampu yang cantik serta gemerlap kota yang sangat indah tentu memberikan romantisme tersendiri. Saat percakapan sederhana ini dimulai, Zakiya akhirnya sadar kalau mungkin ada rasa tak biasa yang terlambat ia sadari. Entah hanya sekedar lewat atau untuk menetap selamanya. "Pernikahan itu akan selalu ada di dalam pikiran perempuan, Mas. Kesibukannya mungkin menenggelamkan. Tapi bayang-bayang memiliki orang yang bisa dijadikan tumpuan dan anak-anak yang lucu adalah dambaan bagi kaum kami." Rangga mengangguk-angguk. "Mas gimana?" Ia tersenyum kecil. "Seperti katamu. Bayang-bayang memiliki seseorang yang akan menjadi pendamping hidup sekaligus anak-anak yang manis adalah keinginan terpendam dari setiap lelaki. Meski mungkin ada yang memilih menyendiri." Zakiya mengangguk-angguk. "Sedang tertarik dengan perempuan, Mas?" tanyanya. Pura-pura tak tahu. Hahaha. Padahal satu kantor juga tahu bagaimana perasaan Rangga kepadanya. Tapi kan Rangga tak pernah mengatakan apapun. "Ketertarikan tentu ada, Kiya. Bagaimana pun kan aku ini lelaki." Zakiya terkekeh. "Maksudku, sedang tertarik pada seorang perempuan saat ini? Sehingga membahas pernikahan." Rangga berdeham. Jantungnya jelas berdebar. Ia jadi teringat kata-kata dari Humaira yang terus mendorongnya untuk setidaknya memberikan kode pada perempuan ini. Entah berhasil atau kah tidak, yang penting sudah mencoba bukan? "Ya." Zakiya menoleh. Ia kira, Rangga tak akan jujur. "Apa profesionalitas akan mempengaruhi asmara Kiya?" Zakiya kembali memalingkan wajahnya. Jawabannya sebetulnya sudah jelas. Rangga tak perlu bertanya. Profesionalitas dan asmara akan dipertaruhkan. "Di satu sisi mungkin iya. Karena perasaan tidak akan seobjektif dulu. Tapi dari sisi kebersamaan mungkin akan menyenangkan." Rangga mengangguk-angguk usai berdeham dengan lirikan nata yang nyahut ke arah Zakiya. Ia menahan senyumnya. "Kamu gak bertanya, siapa perempuan itu?" Zakiya mendadak diam. Rangga terus memantau bagaimana reaksinya. Ia takut kecewa dan mendadak patah hati sebetulnya. "Mungkin seseorang yang berada dekat dengan Mas Rangga." Rangga mengangguk-angguk. "Bagi Kiya, urusan pribadi rekan kerja itu menjadi urusannya sendiri." "Apa aku hanya partner kerja bagimu?" Zakiya tersenyum kecil. Ia memandang ke arah depan. Arah laut yang warnanya mengikuti warna lampu yang menyinarinya. Seperti permukaan air laut yang ada di depannya ini, yang didominasi warna merah. "Mas itu seperti seorang atasan dan juga kakak. Soalnya Kiya gak punya kakak seperti Mas Rangga." Rangga mengangguk-angguk. Ia memandang serius ke depan namun merasa sangat gugup. Sebelum berbicara, ia berdeham terlebih dahulu. "Kalau sebagai seorang suami?" Zakiya jelas kaget mendengarnya. @@@ Sebuah taman alami diatas tanah reklamasi, Gardens by The Bay adalah salah satu dari tempat atraksi paling populer di Singapura. Sebuah taman berkonsep futuristik, taman yang berada di tengah-tengah kota ini adalah rumah bagi banyak ragam flora dan fauna dari seluruh bagian dunia. Gardens By the Bay dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Bay East, Bay South and Bay Central. Namun yang paling sering dilihat dari ini mungkin adalah iconic Supertree Grove, Flower Dome dan Cloud Forest. Salah satu area gratis yang bisa dinikmati di sini sampai malam ya Supertree Grove ini. Makanya, tujuan mereka ke sana. Karena warna-warni lampunya yang ada di pohon itu emang sangat cantik dan didominasi warna ungu. Supertree Grove merupakan salah satu ikon landmark Gardens by the Bay. Struktur bangunan mirip pohon ini menjulang tinggi sekitar 25 hingga 50 meter. Dengan dihiasi lampu warna warni serta alunan musik rhapsody di malam hari. Mereka lama berdiri di bawah pohon itu. Menikmati keramaian. Begitu melihat kedatangan Nando, keduanya langsung mendekat. "Saya pikir, mengobrol sambil berjalan kaki di sekitar sini akan lebih baik," putusnya yang tentu saja dibalas anggukan oleh keduanya. Setelah menghela nafas panjang cukup lama. Nando akhirnya kembali bicara. "Saya sejujurnya agak-agak was-was. Karena keselamatan saya terancam sampai sekarang. Mereka masih memantau pergerakan saya dan akan selaku dicurigai kalau bertemu orang-orang penting yang berpotensi membuka kasus ini." "Risikonya memang akan selalu ada." "Ya. Tapi saya rasa, kejujuran akan lebih baik." Rangga tersenyum kecil. "Lalu?" "Sejujurnya banyak hal yang masih saya sembunyikan. Termasuk...." "Termasuk?" Zakiya membeo. "Saya juga orang yang menjadi bagian dari mereka." Rangga dan Zakiya terdiam. "Hal yang tak mungkin saya katakan pada rekan kalian tadi. Saya bukannya ingin menyembunyikan aib tapi jujur saja, saya hanya tak mau dibuat pusing oleh opini media. Saya takut beritanya malah membunuh saya dan keluarga saya. Kalian tahu kalau banyak kasus pembunuhan hanya karena kesalahpahaman kata-kata." Rangga mengangguk-angguk. "Jadi?" "Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Saya adalah orang yang pernah mengirimkan uang ke berbagai rekening perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan ini di berbagai negara." "Makanya Mas mempunyai dokumen-dokumennya dan berani bersaksi?" Nando mengangguk. "Saya hanya merasa berdosa pada anak dan istri saya. Jujur saja, anak kedua saya itu cacat mental. Saya pikir ada hubungannya dengan uang yang saya hasilkan. Jalan haram tentu saja tak akan menemui hasil yang baik. Meski kata orang, itu adalah takdir Tuhan. Namun itu lah teguran bagi saya." @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD