Part 5

1463 Words
Dari samping, Lita mengenali wajah itu adalah Olivia, meski ia sudah mendengar makian wanita itu yang mengatakan tentang perceraian ke muka Leo. Memangnya siapa lagi yang jadi mantan istri Leo. Menyadari kemunculan orang lain, wajah Olivia berputar. Bergantian menatap Riana, Amira, dan terakhir Lita. Dengusan kasar menemukan sosok yang begitu dibencinya walaupun ini adalah pertama kalinya mereka bertatap muka. “Jadi kau yang jadi istrinya?” Tangan Olivia yang menyentuh baju Leo terlepas dan berjalan dengan langkah terhuyung ke arah Lita. “Apakah selama ini kalian diam-diam bertemu di belakangku?” “Hentikan, Olivia!” hardik Leo mencekal tangan Olivia sebelum wanita itu mendekati Lita. Berdiri menghadang di antara Lita dan Olivia. “Kenapa? Apa kau tidak ingin memperkenalkan istri barumu padaku?” “Kau mabuk. Pulanglah.” “Tidak!” bentak Olivia. Mengempaskan tangan Leo dengan kasar dan wajahnya mengeras. “Kau menggantikanku dengan orang seperti dia? Aku sudah mengorbankan segalanya untukmu dan kau mencampakkanku begitu saja demi w************n seperti dia?” “Jaga ucapanmu!” desis Leo tajam. “Merayu suami orang ...” Olivia tak sempat melanjutkan kalimatnya ketika sekali lagi Leo menangkap pergelangan tangannya, kemudian menyeretnya dengan sikap kasar menuju mobil yang berada tak jauh dari teras. “Bawa dia keluar dari rumah ini,” perintah Leo pada sopir yang hendak memarkirkan mobil di carport. “Aku sudah mengatakan padamu, kan. Hubungan Leo dan Olivia sudah berubah,” bisik Riana setengah miris tapi tak ada penyesalan apa pun. “Semakin memburuk dan tak terselamatkan.” Lita yang tercengang dengan sikap kasar Leo pada Olivia, berdiri mematung menyaksikan bagaimana cara Leo menyeret dan mengabaikan erang kesakitan wanita itu. Seumur hidup, mengenal Leo dan walaupun ia hanya mendengarkan kata-kata Riana tentang Leo yang sudah berubah. Tetap saja ia terkejut menyaksikan adegan itu di depan matanya. “Tetap saja dia tidak bisa bersikap sekasar itu pada seorang wanita.” “Dia pantas mendapatkannya.” Riana mengangkat bahunya. Menahan pundak Lita yang hendak mendekati Leo dan Olivia. Leo membuka pintu mobil, membanting tubuh Olivia masuk ke dalam jok belakang mobil dengan paksa ketika Olivia berteriak-teriak seperti orang gila. Berbagai macam u*****n keluar dari mulut wanita itu. Hingga akhirnya racauan itu terhenti ketika Leo menampar wajah Olivia. Tama dan Amira yang tak tahu harus berbuat apa, hanya diam di tempat mereka. Membiarkan putra mereka menyelesaikan gangguan tersebut. Rasanya begitu cemas melihat perubahan sikap Leo. Leo tak pernah melakukan seorang wanita dengan sikap kasar seperti itu. Leo adalah pribadi yang periang dan murah senyum. Selalu bersikap sopan terutama jika berhadapan dengan seorang wanita. Bahkan saat menentang papanya dan meninggalkan rumah demi menikahi Olivia, tak seorang pun akan menyangka Leo akan berubah menjadi pria tak punya hati seperti ini. Amira membekap mulutnya. Lita terkesiap kaget. Dan Tama membeku. Hanya Riana yang tampak tak terganggu dengan adegan dramatis tersebut. Ia sudah pernah melihat Leo mendorong Olivia ke lantai dan meninggalkan wanita itu dengan sikap dinginnya. Olivia tertegun. Matanya membelalak tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi dan tangannya terangkat menyentuh pipinya yang panas oleh tamparan Leo. “Sekali lagi kau menampakkan wajahmu di hadapanku, aku bisa berbuat lebih dari ini,” desis Leo mengancam tepat di wajah Olivia. Kemudian pria itu menegakkan punggungnya, mundur satu langkah dan membanting tertutup pintu mobil. Leo berjalan melewati Lita, Amira, dan Riana yang masih berdiri membeku, menuju jalan setapak di samping rumah dengan langkah besarnya. Amira merangkul Lita. Meremas pundak putrinya. “Lita akan bicara dengan Leo.” Lita melepas rangkulan mamanya dan setengah berlari mengikuti langkah Leo. Pintu paviliun setengah terbuka, tapi Lita tak menemukan Leo di ruang depan. Ia pun masuk ke kamar dan melihat Leo berdiri di tengah kamar tidur sambil membuka kancing kemeja. “Apakah ini hanya permainanmu, Leo?” Leo hanya melengos dan melepaskan jas dan melemparnya ke sofa, tapi jas itu jatuh ke lantai. Ia memunggungi Lita, dan mulai mengurai dasi dan membuka kancing kemeja teratasnya. “Apa yang terjadi dengan pernikahanmu dan Olivia?” kejar Lita lagi tak menyerah. Seketika Leo menoleh dan memberikan perhatiannya pada Lita. Rahang pria itu mengeras dengan mata membara yang membuat Lita tercekat. “Jangan pernah bahas hal itu lagi denganku!” Sungguh menarik, batin Lita. Melihat kemarahan Leo seakan menggelitik Lita untuk menuntaskan kemarahannya yang terpendam sejak permintaan tak masuk akal Leo tentang pernikahan mereka. Atau bahkan kemarahan yang sudah kupendam bertahun-tahun lalu pada sosok itu. “Kenapa? Bukankah karena itu akhirnya aku harus terpaksa terjebak dengan dirimu dalam pernikahan ini. Setidaknya aku harus tahu apa yang kuhadapi di depan.” “Kau tak akan mendapatkan jawaban apa pun dariku.” “Kenapa? Karena itu bukan urusanku?” “Baguslah jika kau cepat mengerti.” “Dan sekarang, kau membuatnya menjadi urusanku.” “Urusanmu hanya denganku, jadi jangan ikut campur permasalahanku dengan wanita itu. Apa kau mengerti?” Leo mengempaskan tangan Lita yang menahan lengannya. Lalu, dengan ekspesi yang semakin menggelap, pria itu berjalan ke kamar mandi. Membanting pintu dan membuat Lita tersentak. Lita termangu. Menatap pintu kamar yang tertutup. Anak itu telah berubah. Tidak, Leo bukan lagi anak-anak dengan tubuh sebesar dan ekspresi semuram, setajam, dan sedingin itu. Leo sudah berubah menjadi pria b******k. Lita tahu, pria itu menjadikan dirinya tameng entah untuk permasalahan apa pun itu yang tengah dihadapi dengan Olivia. Atau, mungkinkah Olivia membuang Leo karena Leo bukan lagi pewaris tunggal Sinaga karena dibuang keluaragnya setelah menikah dengan gadis itu. Lalu, Leo kembali untuk mendapatkan harta keluarga mereka sebelum kembali lagi dengan Olivia? Lalu untuk apa pernikahan ini? Jika hanya harta keluarga ini yang diinginkan oleh mereka berdua, Leo hanya perlu kembali ke rumah ini. Tanpa membawa-bawa dirinya ikut terjebak dalam pertikaian mereka.   Berbagai pertanyaan berkeliaran membuat kepalanya pening. Tetapi beruntung rasa capek membiarkan Lita terlelap dan bangun keesokan paginya dengan tubuh yang lebih segar. Lita terkejut, menemukan seseorang yang berbaring di sampingnya adalah Leo. Kemudian ia teringat tentang pernikahannya dan Leo, dan sekarang pria itu adalah suaminya. Suami. Entah kenapa kata itu selalu memberi kepedihan yang sangat mendalam di hatinya. Samuel, dan sekarang Leo. Lita tak segera turun. Kejadian semalam kembali berputar di ingatannya sementara ia memandang wajah Leo yang masih terlelap di sisi lain tempat tidur. Berbaring telentang, dengan mulut sedikit terbuka dan dadanya yang naik turun dengan gerakan teratur. Pria itu terlihat tampan saat berada dalam ketenangan. Seperti bayi yang masih dipenuhi kepolosan. Berbeda ketika dalam keadaan sadar dengan ekspresi kaku dan dingin yang terpasang di wajah pria itu. Pria itu terlihat menyimpan begitu banyak rahasia dalam pandangan matanya yang kelam. Entah apa yang berusaha disembunyikan Leo darinya dan keluarga mereka lagi. Lita turun dari kasur, membersihkan diri dan keluar paviliuan sepuluh menit kemudian. “Apa Leo belum bangun?” tanya Amira melihat Lita yang masuk ke ruang makan seorang diri. Lita hanya menggeleng. Memaksakan satu senyuman di bibir demi membalas senyum cerah mamanya. Leo cukup nyenyak dengan permasalahan yang menggantung rentan di atas pernikahan mereka. Tama dan Riana udah nyaris menandaskan makan pagi mereka dan sudah rapi dengan pakaian kerja. Lita sendiri sudah menyerah untuk ikut pergi bekerja hari ini, Riana meyakinkannya bahwa tak bagus dengan pandangan karyawan kantor yang melihat pengantin baru pergi ke kantor setelah melewatkan malam pertama -yang jelas tak akan pernah terjadi antaranya dan Leo-. Ditambah, ia butuh berbicara dengan mamanya setelah makan pagi. Mungkin saja Mamanya tahu sesuatu tentang Leo. Tetapi ternyata tak banyak informasi yang bisa ia gali dari mamanya. “Ma, apa yang sebenarnya terjadi dengan rumah tangga Leo dan Olivia?” tanya Lita setelah berhasil membujuk mamanya untuk berbicara beberapa saat setelah kepergian Tama dan Riana. Amira menghela napas panjang dan dalam sebelum memutuskan untuk menjawab pertanyaan Lita. Putrinya jelas butuh penjelasan yang lebih dan tak akan berhenti sebelum mendapatkan jawabannya. “Waktu itu tengah malam, Leo pulang dan meminta Papamu untuk memberi pengacara dan mengurus perceraiannya dengan Olivia. Olivia datang keesokan paginya, menumpahkan kemurkaanya dan menghancurkan benda-benda di rumah ini. Menyalahkan Mama dan Papa yang tidak memberi restu pada pernikahan mereka atas masalah rumah tangga mereka dan membuat mereka kesusahan sehingga mereka sering bertengkar. Ya, memangnya apa lagi yang bisa dimanfaatkan dari Leo jika bukan harta yang dimiliki Papamu. Leo tak terbiasa bekerja keras, tentu saja kesulitan hidup di luar sana tanpa topangan dari kami. Sedangkan kehidupan Olivia yang terlalu mencintai materi, tentu tak terima dengan penghasilan Leo yang hanya seberapa. Selanjutnya, kau bisa menebak akhirnya, bukan?” “Lalu kenapa Leo meminta menikah dengan Lita?” “Entahlah, Mama juga tak tahu. Tapi Papamu merasa lega saat ia menjatuhkan pilihannya padamu sebagai ganti Olivia.” Jawaban itu jelas tak menuntaskan rasa penasaran Lita. “Kalian hanya perlu menjalaninya. Semua berjalan dengan lebih baik dan keluarga kita kembali utuh. Tidak ada yang lebih baik dari ini, Lita. Mama dan Papa tak menginginkan apa pun selain kembalinya kebahagiaan di rumah ini.” Dan harapan itu memberikan tekanan di pundak Lita. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD