Part 1. How They Meet

1506 Words
Seorang wanita terlihat berjalan dengan santainya memasuki lobi luas, salah satu perusahaan besar di kota New York. Ia berjalan dengan pasti tanpa menghiraukan tatapan sinis karyawan lain padanya. Selama 2 tahun ia selalu mendapat tatapan sinis seperti itu, entah karena alasan apa. Pasalnya ia hanya karyawati bagian Admin, jadi tidak mungkin karyawan di sana cemburu padanya. Ia adalah seorang wanita dengan kepribadian yang tertutup dan tidak suka bergaul. Ia lebih suka menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menyendiri daripada menghabiskan waktu bersama karyawan lainnya. Mungkin itulah alasan yang cukup bisa menjadi latar belakang mengapa para karyawan di sana menatapnya sinis. Tapi ia benar-benar tidak peduli dengan hal itu. Sesampainya wanita itu di depan lift yang kebetulan sudah terbuka, dia langsung saja masuk ke dalam sana dan menekan angka 5, tempat dimana para karyawan dan karyawati Admin biasa bekerja. Saat lift mulai naik, tiba-tiba ponsel miliknya berdering tanda ada telepon masuk. Dengan malas wanita itu lalu mengambil ponselnya dari dalam tas dan mengangkat panggilan itu tanpa melihat ID-caller nya terlebih dahulu. Karena ia sudah tahu pasti siapa yang berani menelepon pagi-pagi begini. "Hmm" gumamnya untuk menyapa seseorang yang ada di seberang sana. ".........,” "Aku sedang bekerja dan aku tidak mau diganggu, jangan membuat mood ku bertambah buruk pagi ini. Jangan menelepon lagi,” ucap wanita itu lalu ia memutuskan sambungan telepon itu sepihak. Tipe orang ber-ego tinggi, 'kan? Tak lama setelah itu, dentingan lift terdengar dan pintu lift terbuka. Tapi bukan berhenti dilantai 5 yang menjadi tujuan wanita itu, melainkan lift berhenti dilantai 3. Terlihat seorang pria masuk ke dalam lift setelahnya. Jadilah wanita itu kini tidak hanya sendirian di dalam lift. Tapi meski sudah ada seseorang yang bersamanya dalam artian menemaninya di dalam lift itu, tidak terdengar sedikit pun suara di sana. Keduanya sama-sama berdiri diam saja di dalam lift itu. Si pria memandang lurus ke depan, dan si wanita sibuk mengotak-atik ponselnya. Hingga dentingan lift terdengar kembali, dan berhenti dilantai 5. Wanita itu segera keluar dari dalam lift, tanpa melihat dan menoleh sedikit pun ke arah pria itu. Wanita itu benar-benar tidak peduli sama sekali dengan lingkungan sekitarnya. Wanita itu lalu berjalan menuju meja kerjanya dengan ponselnya tadi masih ada di dalam genggamannya. Tinggal selangkah lagi ia sampai di mejanya, tapi seseorang memanggil namanya, membuatnya menghentikan langkahnya. "San, kamu disuruh ganti in kepala Admin rapat jam 9,” ucap seorang wanita padanya, lalu pergi begitu saja. Ya, wanita itu Sania Eldert namanya. Seorang pegawai Admin di perusahaan Ashford Company, berparas cantik dan mempunyai tubuh ideal. Namun tidak ada pria yang berani mendekatinya, karena tatapan matanya yang tajam dan menusuk. Sania juga terkenal pintar, dengan gelar S2 lulusan dari Columbia University dengan mata kuliah IT dan Sains yang diambilnya. Dan karena kepintarannya itulah ia selalu menjadi pengganti kepala Admin untuk menggantikan atasannya itu untuk ikut rapat, saat beliau tidak masuk, ya seperti apa yang baru saja diberitahukan rekan kerjanya tadi. Sebenarnya pekerjaan kantor seperti ini sangat tidak disukai olehnya, tapi ia sedang butuh uang sekarang. "Hmm..,” gumam Sania malas setelah wanita yang menghampirinya tadi pergi. Selalu seperti itu. Para karyawan di sana hanya menyapanya dan berbicara manis kepadanya ketika ia sedang dibutuhkan seperti tadi. Membuatnya merasa muak. Sungguh. Sania lalu menaruh tasnya di meja kerjanya dan melihat jam tangan yang sekarang tengah dikenakannya itu. "Masih satu jam lagi sebelum rapat. Dan tidak ada pekerjaan di mejaku. Menghirup udara segar sebentar mungkin ide bagus,” gumamnya pelan pada dirinya sendiri hampir terdengar seperti berbisik, lalu ia berbalik badan dan berjalan kembali menuju lift. Saat berada di depan pintu lift, Sania menekan tombol naik di sana, dan tidak lama kemudian pintu lift itu terbuka. Ia langsung saja masuk ke dalam sana dan menekan angka 12. Tempat yang selalu didatanginya saat ia merasa jenuh. • • • • • Damai. Itulah yang Sania rasakan setelah berada di taman terbuka di balkon lantai 12. Ia sekarang tengah berpegangan dipagar pembatas tralis besi di sana. Sayup-sayup angin yang menerpa wajah cantiknya, membuatnya bisa merasa sedikit rileks. Ia lalu melihat ke bawah, dan terlihat di sana ada banyak mobil dan orang-orang yang berlalu lalang sibuk mengejar waktu dan uang. Keramaian. Terkadang keramaian dunia membuatnya merasa jenuh dan lelah. tidak ada yang tahu apa alasannya memilih bekerja di perusahaan itu sebagai caranya menyembunyikan jati diri. Pasalnya ia merupakan putri dari pebisnis terkenal, Stevano Eldert. Sudah bisa dipastikan perusahaan, properti, bermacam-macam investasi dan aset keluarganya sangatlah banyak. Tapi ia sama sekali tidak ingin menyentuh apa pun milik keluarganya itu. Biarlah kakaknya, Kevano Eldert yang mengambil alih dan mengurus semua itu. Dunia ini kejam. Begitulah yang selalu berada di benaknya. Semua orang pasti akan mengatakan hal serupa dengannya, karena memang begitulah kenyataannya. Hanya orang munafik yang tidak mengatakan hal itu. Banyak orang yang bilang jika dunia mempunyai dua sisi, sisi gelap dan sisi terang. Nyatanya itu salah, dan hanya omong kosong belaka, karena sisi dunia terang itu pada akhirnya akan tertutup dan kalah oleh sisi gelap yang pekat. Seperti seorang bayi yang suci, pada akhirnya akan melakukan dosa saat dia dewasa, seperti awan mendung hitam yang menutupi langit malam hingga membuat kita tidak bisa melihat indahnya kilauan cahaya bintang dan bulan di atas sana, pada akhirnya dunia akan menjadi gelap dan kejam, penuh penderitaan dan tragedi di dalamnya. Seperti yang Sania rasakan saat ini. Hanya dengan menyendiri dan menyingkir sejenak dari keramaian, ia dapat merasakan sedikit ketenangan dan kedamaian. "Kau tidak berniat bunuh diri, 'kan?” ucap seseorang dari arah belakangnya, membuat Sania lantas membalikkan badanya untuk melihat siapa orang yang telah mengganggu ketenangannya itu. Sania mengernyit saat melihat orang yang berdiri tidak jauh dari tempatnya itu. Seorang pria? Baru kali ini ada seorang pria yang memiliki keberanian menegurnya. Dan jika dilihat lagi, wajah pria ini terasa asing bagi Sania. Sania menatap pria itu dengan tatapan yang seolah mewakili dirinya yang ingin bertanya 'siapa kau', dan sepertinya pria itu tahu maksud tatapannya. Terbukti dari ucapan pria itu padanya setelahnya. "Aku hanya kebetulan lewat tadi, perkenalkan, aku Christian,” ucap pria itu sembari mengulurkan tangannya pada Sania. Sania menatap Christian dan uluran tangannya itu bergantian, sebelum akhirnya Sania menjabat tangan Christian. Sebenarnya Sania merasa canggung dan aneh di saat yang bersamaan, tapi dia mengesampingkan hal itu. "Sania,” ucap Sania datar lalu menarik tangannya untuk melepaskan tautan tangannya dengan Christian, tapi Christian terlihat sengaja menahannya dan malah mengeratkan jabatan tangannya. Christian lalu menarik tangan Sania secara tiba-tiba, sehingga membuat tubuh wanita cantik itu mendekat ke arahnya. "Apa yang kau lakukan?" ucap Sania yang sebenarnya merasa gugup, karena wajahnya saat ini yang sangat dekat dengan leher Christian, sehingga ia dapat mencium feromon yang menguar dari tubuh pria bernama Christian itu. "Senang bertemu denganmu, Sayang,” bisik Christian tepat di telinga Sania, lalu ia pergi begitu saja dari sana meninggalkan tanda tanya besar untuk wanita cantik itu. Sedangkan Sania sendiri hanya diam saja di tempatnya dan melihat kepergian pria itu dengan tatapan waspada dan aneh. "Entah dari mana pria itu berasal? Dasar sinting...,” gumam Sania dengan menggelengkan kepalanya kecil. Ia lalu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya untuk mencari tahu sudah berapa lama dia berada di sana. "Sial!!" ucap Sania lalu berlari masuk ke dalam gedung menuju lift. Jam 09.05, begitulah ketika ia melihat jam tangannya. Ia tidak suka terlambat. Waktu sangat berharga, setidaknya begitulah menurutnya. • • • • • "Selamat pagi. Maaf mengumpulkan kalian untuk rapat dadakan seperti ini,” ucap Mr. Ashford sebagai pembuka rapat. Semua orang yang ada diruang rapat itu tersenyum kecil, mendengar perkataannya tadi. Kecuali Sania. Ya. Sania berhasil masuk ke ruang rapat sebelum pemimpin rapat datang. Ia merasa beruntung karena keahliannya berlari cepat dapat membantunya saat itu. Kalian tahu, Sania bahkan tidak menampilkan ekspresi apa pun selama rapat berlangsung. Ia hanya diam dan menyaring perkataan penting dari pimpinan perusahaannya itu. Sania bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arah pimpinannya berada. Yang ia tangkap dari ucapan pimpinannya yang tidak kunjung berhenti itu bahwa pimpinannya itu akan pensiun dan anaknya akan menggantikannya. 'Terserah' begitulah ucap Sania dalam hati, mendengar perkataan pimpinannya itu. Selain itu wanita cantik itu juga tidak berhenti menggerutu dalam hatinya seperti, 'Ini sangat membosankan,’ 'Kenapa menjelaskan satu hal saja jadi sepanjang ini?' 'Kapan ini akan selesai?' Begitulah Sania, si penggerutu cantik. Julukan itu didapatkannya dari kakaknya. Sania yang mulanya menatap ke depan dan sesekali melirik kanan kirinya, langsung menegang di tempatnya ketika namanya disebutkan oleh seseorang. "........Sania sebagai sekretarisku mulai hari ini,” ucap seseorang yang entah itu siapa. Sania juga tidak tahu siapa yang mengatakan itu. Tatapan semua orang diruang rapat itu kini tertuju padanya. Sania menjadi seperti orang jahat sekarang, karena saat menoleh ke kanan dan ke kirinya, orang-orang menatapnya tajam dan menusuk, seolah dirinya telah melakukan suatu kesalahan yang fatal di sana. Tapi sekali lagi ia tidak peduli sama sekali. Saat ia melihat ke arah pimpinannya berada, di sana, tepat di sebelahnya, ada seorang pria tengah tersenyum miring ke arahnya. Sania memicingkan matanya untuk dapat melihat pria itu lebih teliti. Dan saat itu juga ia menyadari jika pria itu adalah pria sinting yang ditemuinya tadi di balkon lantai 12. 'What the hell????' Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD