Ucapan ibu mertua Dyandra kali ini betul-betul sebuah pukulan telak untuk wanita itu. Seketika wajah Dyandra terasa panas dan tenggorokannya menjadi kering hingga susah berkata-kata.
Cersey di sisi lain, tersenyum simpul mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh ibunda Arka. “Ehm, terima kasih, Tante. Sudah memikirkan saya.”
Sebutan ibu mertua jahat sudah sering diucapkan oleh banyak wanita yang menggambarkan ketidakcocokan mereka dengan sang mertua.
Bagi Dyandra sosok ibu mertuanya ini memang menyebalkan. Sebagai seorang ibu, ia sering sekali bersikap tidak layak. Ucapannya terakhir ini menjadi bukti betapa kejamnya ia terhadap sang menantu.
“Mama, please stop this?” pinta Arka pada mamanya, berusaha menjaga perasaan Dyandra.
“Kenapa? Apa ada yang salah? Bukankah memang benar akhirnya yang berhasil hamil adalah Cersey, bukan istrimu?” tolak Moeryati semakin memperlihatkan wajah kesal pada menantunya.
“Tidak apa-apa, Say. Mama benar. Memang kondisiku seperti ini. Sudah, tidak perlu diperpanjang,” ucap Dyandra tersenyum getir karena berusaha menahan emosi dalam hatinya agar tidak meledak saat itu juga.
“Kenapa dengan Tiffany?” tanya Cersey memecah kekakuan suasana. Wanita muda yang hidupnya sebelum ini hanya berada di kamar kost berukuran 3x4 tentunya belum memahami katalog barang mewah.
“Perhiasan mahal. Puluhan bahkan bisa mencapai ratusan juta. Hanya untuk nyonya rumah tersayang,” jawab Arka menggenggam jemari Dyandra kemudian mengecupnya.
Kenapa kamu bisa setenang ini, Arka? Terus menerus membuai aku dengan berbagai keromantisan dan hadiah-hadiah mahal? Apakah kamu … merasa bersalah padaku? Lirih batin Dyandra menangis.
Ia mulai merasa sikap Arka yang penuh keromantisan ini sekadar untuk menebus perbuatan selingkuhnya. Mungkin juga hanya karena ia merasa kasihan dengan istrinya. Sudah tidak bisa memiliki anak, diselingkuhi pula? Maka dari itu ia menghujani sang istri dengan hadiah mewah dan peluk cium yang pura-pura. Paling tidak itulah yang ada dalam benak Dyandra saat ini.
“Oh, wow! Seandainya ada lelaki yang bisa memberikan kalung seindah dan semahal itu padaku. Betapa senangnya hati ini!” celetuk Cersey tersenyum lebar. Sesekali matanya melirik manja pada Arka.
Dyandra melihat lirikan itu. Detak jantungnya langsung terasa keras dan cepat. Ia kemudian mengambil napas panjang lalu mengehelanya pelan. Berusaha agar memiliki ketenangannya kembali.
“Boleh aku ikut? Aku bosan hanya di rumah terus,” pinta Cersey konyol dengan wajah memelas.
“Tidak bisa. Ini acara perayaan ulang tahun perkawinan kami. Bukan acara makan-makan biasa,” tolak Dyandra ketus dan cemberut.
“Biarkan dia ikut. Orang hamil tidak boleh stress, lho!” perintah Moeryati serius, melirik pada putranya.
Apa-apaan ini? Kalian saja pergi berdua. Aku biar di rumah sendiri! Oh, Mama, apakah aku begitu hina di hadapanmu sehingga harus kau siksa terus seperti ini? Jerit Dyandra dalam hati.
“Tapi ini acara spesial aku dan Mas Arka, Ma,” jelas Dyandra tetap menolak dengan sopan.
“Mama ada benarnya, Yank. Cersey harus bahagia. Kita tunda saja acara kita, bagaimana?” usul Arka dengan nada mulai terdengar berbeda.
Kali ini ia membela wanita simpanannya. Sial! Umpat Dyandra membatin.
Dyandra sudah hafal, bila nada suara ini keluar, berarti suaminya tidak ingin di debat.
“Terserah kamu saja, Mas Arka,” sahutnya pelan menahan emosi yang berputar-putar sampai membuat perutnya merasa tidak enak.
Pergi bertiga dengan selingkuhan suaminya? Drama macam apa ini? Kegilaan apa yang sudah menanti di hadapan?
“Ya sudah, nanti kita pergi nonton bioskop saja bertiga. Bagaimana?” Arka membuat Dyandra semakin mual pagi ini.
“Aku suka bioskop!” ucap Cersey girang.
Dyandra tersenyum pahit sambil berusaha menguatkan dirinya sendiri dengan berucap dalam hati. Terserah kalian sajalah! Bagiku, yang terpenting, anakku lahir dengan sehat. Setelah itu? Lihat saja nanti ….
***
Dyandra menaiki mobil bersama Cersey, menuju praktek dokter kandungan di sebuah rumah sakit yang dekat dengan rumah.
Ia memilih lebih banyak diam sepanjang perjalanan daripada harus bermuka manis kepada wanita perusak rumah tangganya.
“Mbak Dyandra dulu bagaimana ceritanya bertemu dengan Mas Arka?” Cersey berusaha memecah keheningan.
“Teman kuliah,” jawab Dyandra singkat.
“Yang suka duluan siapa?”
“Arka. Dia terus mengejar dan menungguku, padahal waktu itu aku sudah punya pacar.”
“Bahagia dong Mbak, dikejar-kejar oleh orang seperti Mas Arka.”
“Maksudmu?” Dyandra melirik sinis.
“Ganteng, baik, romantis, dan kaya raya,” jelas Cersey terkekeh.
“Aku tidak tahu kalau Arka kaya. Sejak pertama kenal di kampus, dia sederhana sekali,” kenang Dyandra tiba-tiba menimbulkan rasa perih yang lebih dalam. Ah, ternyata ia masih sangat mencintai suaminya.
“Untuk apa kamu menanyakan ceritaku dengan Arka?” Dyandra tidak ingin lagi mengingat masa indah bersama Arka yang dianggapnya telah usang.
“Eh, tidak ada apa-apa, Mbak. Saya Cuma kagum aja dengan kalian berdua.” Cersey tersenyum. Sekilas wajahnya yang polos seperti malaikat memang terlihat cantik sekali bila tersenyum.
Dyandra hanya bisa mengutuki nasib karena merasa ia kalah cantik dari wanita di sebelahnya. Kalah cantik dan kalah muda. Kalah sempurna juga karena dia tidak bisa memiliki anak, seperti Cersey.
“Kita sudah sampai, ayo turun,” ajak Dyandra ketus langsung membuka pintu mobil.
Cersey merasa ada yang berubah pada Dyandra hari ini. Sikap ramah dan perhatian yang biasa ia dapatkan benar-benar telah menguap hari ini. Sejak pagi hanya perilaku kasar dan sinis yang ia terima.
“Apakah aku ada salah denganmu, Mbak?” tanyanya khawatir, “sepertinya Mbak Dyandra kesal denganku?”
Dyandra menoleh kaget dan sadar bahwa ia sudah terlalu banyak memberikan sikap negatif pada wanita yang membawa bayinya.
“Tidak, Cersey. Aku hanya sedikit pusing sejak pagi. Maaf kalau aku terus membentakmu,” ucapnya kembali tersenyum dan bermain sandiwara.
***
“Selamat pagi Bu Cersey,” sapa Dokter Ruth menerima kedatangan Dyandra dan Cersey.
“Pagi, Dokter. Saya sejak semalam agak kurang enak badan. Rasanya lemas, dan pusing,” ungkap Cersey menjelaskan apa yang ia rasakan.
“Sejak kapan merasa begitu?” tanya Dokter Ruth.
“Sejak satu minggu yang lalu.”
Pantas kamu lemas, Cersey! Sudah satu minggu ini, tiap malam kamu tidak tidur karena bercinta dengan Arka! Kalian memang gila! Gerutu Dyandra mencibir dalam hati.
“Sepertinya ibu agak kurang darah. Apa banyak tidur yang terlalu malam?”
Pertanyaan Dokter Ruth betul-betul senada seirama dengan cibiran Dyandra dalam hati barusan.
“Tidak, dokter. Saya tidur maksimal jam sepuluh malam.”
Jam sepuluh malam, sampai kemudian Arka membangunkanmu jam satu pagi. Cuih! Dasar w************n! Sahut Dyandra tanpa suara.
“Siapa tahu, suami sedang pulang dari tugas berlayar. Jadi Ibu Cersey sering terjaga di malam hari?” canda Dokter Ruth menggoda.
Sejak dinyatakan sukses dan positif hamil mereka sudah mengarang cerita bahwa suami Cersey sedang pergi dalam tugasnya berlayar sebagai seorang tentara. Sementara itu, Dyandra dijadikan kakak dari Cersey yang selalu menemaninya memeriksakan kehamilan.
“Tidak, dokter! Suaminya tidak ada disini,” celetuk Dyandra menahan geram.
Yang ada suami saya, dokter! Lama kelamaan istri Arka itu merasa gila karena terus berbicara dengan dirinya sendiri.
“Ayo saya cek kandungannya. Silahkan tiduran di ranjang sebelah,” perintah Dokter Ruth.
Cersey dan Dyandra berjalan pelan mengikuti langkah dokter berkacamata itu menuju ranjang periksa.
Hati Dyandra selalu berdegup lebih kencang, setiap berada pada sesi USG empat dimensi seperti ini. Ia sangat antusias, melihat calon bayi miliknya, yang berada di dalam rahim Cersey.
“Usia kandungan Bu Cersey sudah memasuki empat belas minggu. Detak jantungnya normal dan terdengar sangat sehat.”
Tanpa dirasa, senyum Dyandra mengembang indah di wajah cantik miliknya. Ia dan Cersey saling bertatapan dengan rasa senang. Sejenak perihnya luka hati terlupakan dan berganti dengan antusiasme menunggu kelahiran sang buah hati.
“Saya berikan vitamin penambah darah. Usahakan banyak istirahat. Ibu yang sehat, melahirkan anak yang sehat pula,” tutup Dokter Ruth mempersilahkan Cersey bangun dari ranjang periksa.
Dyandra segera memasukkan foto hasil USG ke dalam tasnya. Biasanya nanti dia akan memberikan foto itu kepada Arka sesampainya di rumah. Lalu mereka akan saling berbahagia, tidak sabar menunggu sampai anak mereka lahir.
Namun kali ini, Dyandra tidak memiliki keinginan untuk berbagi dengan suaminya. Ia ingin menikmati momen ini sendirian.
“Antar Cersey pulang. Saya ke kantor naik taksi saja, Pak Gito,” perintah Dyandra pada supir pribadinya.
“Terima kasih, Mbak, sudah menemani aku,” ucap Cersey hangat dan menggenggam tangan Dyandra.
Wanita berambut hitam panjang itu hanya tersenyum datar lalu mengangguk. Matanya tak berkedip melihat kendaraan yang membawa Cersey kembali ke rumah. Pulang ke tempat yang dulu membuatnya bahagia. Pulang ke tempat di mana wanita itu akan ditiduri lagi oleh suaminya.
***
Sebuah toko pakaian bernama Stylish Hits, terlihat memamerkan ragam koleksi baju baik laki-laki maupun perempuan. Sebuah toko yang cukup besar. Kadang orang menyebutnya sebagai Fashion Outlet.
Toko pakaian ini adalah milik keluarga Dyandra. Setelah ayahnya memasuki usia lanjut, keberadaan perusahaan diberikan kepada Dyandra dan Drupadi, kakaknya. Mereka dua bersaudara yang selalu dekat sejak kecil.
“Tumben datang agak siang?” tanya Drupadi melihat adiknya memasuki ruangan.
“Dari dokter kandungan. Biasa, Cersey merasa tidak enak badan.”
“Bayimu baik-baik saja?” Drupadi kuatir akan kondisi calon keponakannya.
Dyandra mengangguk senang, mengingat detak jantung bayi yang serasa memanggil dirinya untuk datang mendekap.
“Lalu? Bagaimana semalam? Apa kamu menemukan yang kamu cari?” Mata Drupadi tajam melirik pada Dyandra.
“Iyah, seperti dugaan ….” Ujaran suntuk, sedih, kecewa dan perih menjadi satu.
“Hah?!” Drupadi memekik. “Jadi benar Arka main istri-istrian sama si Cersey? Ih! Amit-amit suamimu itu!” seru Drupadi kesal setengah mati.
“Kamu harus balas kelakuan mereka! Jangan diam saja! Itu namanya kamu dijajah!” usul Drupadi sengit dan secara konyol memberikan ide gila.
“Membalas? Bagaimana caranya?” Batin Dyandra mulai berfikir dan tertarik.
“Banyak lelaki tampan di luar sana, adikku sayang!”
Ucapan Drupadi menggerakkan hati Dyandra untuk berfikir lebih jauh. Membalas kelakuan Arka dan Cersey sepertinya menyenangkan, untuk saat ini.
Bahkan, ucapan banyak lelaki tampan di luar sana mulai menggelitik rasa dalam hatinya. Ia mengingat masa-masa SMA dan kuliah dahulu dimana ia sagat mudah berganti pacar dimana semuanya berwajah tampan. Tentu semua petualangan itu berhenti ketika ia menjadi kekasih Arka dan menikah dalam usia yang masih sangat muda.
“Kamu harus balas! Jangan diam saja, ‘Ndra!” Drupadi kembali mengulang ucapannya.
“Balas bagaimana?” Dyandra juga mengulangi ketidaktahuannya.
“Pokoknya mereka juga harus sakit hati! Aku tidak terima kamu disakiti seperti ini!” seru Drupadi berapi-api.
Dyandra terharu melihat kekesalan di wajah kakaknya yang tidak rela ia menderita seperti ini.
“Kamu tidak mau cerai saja?” tanya Drupadi ragu-ragu.
“Lalu bayiku? Kalau aku cerai bagaimana?”
“Aku harus bertahan, Dru. Paling tidak sampai anakku lahir. Arka tidak boleh tahu kalau aku tahu bahwa dia tidur dengan Cersey,” lanjut Dyandra menjelantahkan isi hatinya.
“Kenapa? Bukankah lebih enak kalau kalian bicara saja terbuka apa adanya?”
“Aku kuatir kami akan bertengkar lalu berpisah, dan aku akan kesulitan mendapatkan anakku,” ungkap Dyandra menjelaskan sikapnya yang menerima semua ini.
Keduanya kemudian terdiam. Kembali Dyandra memikirkan bagaimana caranya membalas kedua insan yang sedang mabok cinta di rumah.
“Kalau aku sengaja buat Cersey cemburu, bagaimana menurutmu?” usulnya bersemangat.
“Dengan cara?”
“Bermesraan dengan Arka, di hadapannya,” jelas Dyandra.
“Kami bertiga akan pergi nonton bioskop malam nanti. Aku akan bersikap sangat mesra kepada Arka dan dia hanya bisa menatap dengan iri!” jelas Dyandra kemudian tertawa culas.