Bangun pagi adalah hal yang cukup menyebalkan bagi sebagian orang. Namun, bagi Zeline, bangun pagi adalah satu-satunya cara dimana dia bisa menikmati waktunya tanpa merasa terburu-buru dengan pekerjaan dan aktivitas padatnya di siang hari.
Zeline memang berasal dari keluarga yang kaya. Sejak kecil, ia tidak pernah merasakan kekurangan dalam sisi ekonomi, apapun yang ia butuhkan akan selalu tersedia, tapi ada banyak hal yang harus Zeline korbankan untuk mendapatkan kenyamanan serta kekayaan yang ia miliki. Salah satunya adalah kehilangan waktu bersama dengan keluarganya. Ibunya sangat jarang berada di Indonesia, mungkin hanya tiga atau empat hari dalam satu bulan dimana wanita itu bisa menghabiskan waktu di rumah ini. Sementara itu, ayahnya adalah seorang pengusaha yang juga lebih sering menghabiskan waktu di luar negeri untuk mengembangkan perusahaannya. Zeline terbiasa hidup di rumah besar bersama dengan puluhan pelayan yang selalu siap melayani kebutuhannya, namun.. bukan hanya pelayan yang Zeline butuhkan.
Pagi ini Zeline memutuskan untuk menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca buku. Masih terlalu pagi untuk bersiap pergi bekerja, membaca buku akan terasa menyegarkan pikirannya yang mulai kacau karena terlalu sibuk bekerja.
Sebagai putri seorang desainer terkenal, Zeline menanggung beban yang cukup berat di punggungnya. Kegagalan adalah hal yang paling mengerikan, karena semua orang pasti akan meragukan kemampuan ibunya jika Zeline melakukan kesalahan. Oleh sebab itu, Zeline terbiasa hidup dalam kesempurnaan. Tubuh yang indah, wajah yang cantik, dan juga otak yang pandai. Zeline harus menjadi sempurna agar tidak ada satupun orang yang bisa merendahkan kedua orangtuanya hanya karena Zeline memiliki kekurangan.
“Nona sudah bangun? Apakah Nona membutuhkan sesuatu?” Tanya seorang pelayan yang tidak sengaja berpapasan dengan Zeline ketika ia menuruni tangga menuju ke lantai dua.
“Aku ingin membaca buku di perpustakaan, bisa tolong kirimkan segelas air hangat untukku?” Zeline bertanya dengan ramah.
“Tentu saja, Nona.” Pelayan tersebut membungkukkan tubuhnya lalu berjalan menuju ke dapur untuk mendapatkan apa yang Zeline inginkan.
Meminum segelas air hangat di pagi hari memiliki banyak manfaat. Selain untuk mencegah penuaan dini dan menurunkan berat badan, air hangat juga mampu membantu melancarkan sirkulasi darah serta meningkatkan fungsi pencernaan. Sekalipun Zeline kurang menikmati sensasi panas yang terasa di tenggorokannya begitu ia meminum air hangat, Zeline tetap memaksakan dirinya untuk menelan air tersebut. Bagaimanapun juga, Zeline mengerti jika kecantikan jauh lebih penting dari pada rasa tidak nyaman yang ia rasakan ketika menegak segelas air hangat.
***
Hal yang paling Zeline sukai ketika masuk ke dalam perpustakaan adalah aroma buku yang terasa menenangkan pikirannya. Begitu menatap puluhan rak yang diisi oleh buku, Zeline merasa damai.
Semua sudut di dalam rumahnya selalu dibersihkan oleh pelayan setiap hari. Zeline tidak perlu khawatir pada debu yang mungkin saja memenuhi sela-sela rak buku di perpustakaan rumahnya. Tidak ada sudut rumah ini yang luput dari pemeriksaan pelayannya, bahkan mereka membersihkan kolong ranjang Zeline setiap hari.
“Ini air hangat yang nona minta. Apakah ada lagi yang bisa saya lakukan, Nona?” Seorang pelayan berjalan masuk setelah mengetuk pintu sebanyak dua kali.
Zeline mengangkat pandangannya dari sebuah buku psikologi yang baru ia baca dua paragraf pertama. Buku bertema psikologi tersebut langsung menarik perhatian Zeline sejak pertama kali ia menemukannya di sebuah toko buku. Sudah satu bulan berlalu sejak Zeline membeli buku tersebut, namun sayangnya Zeline tidak memiliki waktu untuk membaca sehingga selama ini buku itu hanya menjadi pajangan di rak perpustakaan rumahnya.
“Tidak ada. Aku ingin membaca dengan tenang, bisakah kamu menutup pintu perpustakaan ketika kamu keluar?”
“Tentu saja, Nona.” Jawab pelayan tersebut.
“Oh iya, aku harus berangkat bekerja pada pukul 8 pagi. Bisakah kamu ingatkan aku tiga puluh menit sebelumnya?”
“Baik, nona.” Pelayan tersebut menjawab dengan sopan. “Jika sudah tidak ada yang perlu saya lakukan, sebaiknya saya segera keluar..” Lanjutnya sambil menundukkan tubuh untuk memberikan hormat kepada Zeline.
Zeline menganggukkan kepalanya dengan pelan lalu kembali fokus untuk membaca buku yang sudah ada di tangannya.
Buku psikologi membantu Zeline untuk menenangkan pikirannya yang kadang terasa kacau karena kesibukan dan pekerjaannya. Zeline percaya jika tidak ada kehidupan yang sempurna, semua orang memiliki masalah sesuai dengan porsi kemampuan mereka. Ada yang terasa ringan, tapi juga ada yang terasa berat. Semua orang memiliki masalah mereka sendiri.
Psikologi manusia menganggap jika kehidupan orang lain terlihat lebih menyenangkan untuk dijalani, tapi mereka sadari, kehidupan adalah kesempatan untuk menghadapi masalah sebanyak mungkin. Zeline sangat jarang mengeluh tentang kehidupannya, tapi ketika ia mulai merindukan orangtuanya, Zeline pasti akan mengurung diri di tempat yang sepi dan mulai merenungkan betapa tidak beruntungnya dirinya karena lahir di keluarga sibuk yang memiliki pekerjaan sepanjang waktu.
Ada saat dimana Zeline merasa sulit untuk menerima kesibukan orangtuanya, namun begitu ia mulai kembali mengendalikan dirinya, maka Zeline pasti akan kembali bersyukur atas kehidupan yang ia miliki. Tidak banyak orang beruntung yang diberi waktu untuk bersyukur. Salah satu cara untuk mengatasi segala penolakan atas kenyataan yang ada adalah bersyukur dan berusaha menerima bahwa tidak ada yang lebih baik dari apa yang sudah terjadi.
***
“Kau kurang tidur?” Tanya Alina.
Zeline mengerjapkan matanya dan menatap pantulan wajahnya di cermin besar untuk mengamati perubahan pada ekspresinya. Zeline juga menata ulang rambutnya yang terlihat berantakan karena tertiup angin.
“Aku tidur dengan baik..”
“Kantung matamu sangat tebal.” Alina menatapnya sambil memutar bola mata. “Sekalipun mereka akan melakukan proses editing, setidaknya kau juga harus memikirkan bagaimana penilaian orang-orang yang melihatmu secara langsung.”
Selain dituntut untuk menjadi sempurna di depan kamera, Zeline juga harus selalu siap untuk tampil cantik di segala situasi. Zaman sudah semakin maju, ada banyak peralatan elektronik yang bisa digunakan untuk menangkap penampilan Zeline ketika ia sedang tidak siap. Sebagai seorang model, berita tentang penampilan Zeline pasti akan ramai dibicarakan masyarakat jika ia tampil dalam keadaan kacau.
“Aku akan berusaha menghilangkan bekas kantung matamu. Tapi ini adalah pemotretan dengan tema alam yang natural, kita tidak bisa memberikan concealer terlalu tebal.” Kata penata rias yang mendengarkan keluhan Alina.
Make up adalah salah satu penemuan menakjubkan yang membantu memperbaiki kekacauan dalam sekejam mata. Begitu mengoleskan concealer di bawah matanya, maka lingkaran hitam yang mengasi wajah Zeline akan semakin memudar. Sekalipun tidak sepenuhnya hilang, setidaknya bekas kantung mata tersebut mampu tersamarkan.
“Dia terlihat cantik sekalipun dengan kantung mata yang menghitam. Bukankah lebih baik kita mempertahankan penampilan naturalnya?” Penata rias tersebut bertanya sambil menatap Alina.
Kedua tangan Alina menyilang di depan d**a, wanita itu menampilkan ekspresi seakan ia sedang berpikir untuk memutuskan sesuatu.
“Ada banyak wanita cantik di luar sana, Zeline harus menjadi sempurna agar mendapatkan perhatian dari masyarakat.” Jawab Alina dengan yakin.
“Semua perhatian akan selalu tertuju pada Zeline. Dia model yang cantik dan sangat manis. Siapa yang bisa memalingkan wajah ketika berhasil menatapnya?”
Zeline tersenyum singkat ketika mendengarkan pujian yang terlalu hiperbola. Sebagai seorang wanita, Zeline tidak bisa memungkiri jika ia merasa senang setiap kali mendapatkan pujian, namun Zeline juga harus mengakui jika semakin banyak pujian yang ia dapatkan, maka beban di punggungnya akan semakin bertambah.
“Keluarga yang sempurna, kekasih yang tampan dan mapan, serta karir yang cemerlang. Kurasa semua orang iri padamu, Zeline.” Kata Alina.
Zeline mengernyitkan dahinya sesaat. Benarkah? Benarkah semua orang merasa iri padanya?
Apa yang mereka inginkan? Keluarga yang sempur seperti yang dikatakan oleh Alina? Kekasih yang tampan dan mapan? Atau karir yang cemerlang? Dari kehidupan sempurna yang selama ini ditampilkan oleh Zeline, bagian mana yang paling diinginkan oleh orang-orang?
“Keluargaku sangat sempurna, ibuku sedang ada di Perancis untuk menghadiri fashion week, ayahku ada di Jepang untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan internasional, sementara aku sibuk bekerja dari pagi hingga malam untuk mempertahankan karirku yang cemerlang. Semua orang pasti iri dengan keluargaku..” Zeline tersenyum kecut.
Ekspresi Alina berubah ketika mendengar kalimat Zeline. Selain para pelayan yang bekerja di rumahnya, Alina adalah satu-satunya orang yang mengetahui bagaimana keluarga Zeline yang sebenarnya.
“Dareen memang tampan dan mapan, aku setuju dengan poin itu. Tapi kami terlalu sibuk hingga jarang memiliki waktu bersama.” Zeline melanjutkan kalimatnya.
“Ah, sayang.. kau membuatku merasa sedih ketika mendengarkan ceritamu..” Suara melengking penata rias membuat Zeline tersadar jika ia bercerita terlalu jauh. Pria dengan aksen ladyboy yang begitu kental tersebut mengusap pundak Zeline dengan pelan.
“Tapi aku memang memiliki karir yang cemerlang. Itu adalah satu-satunya hal yang bisa aku banggakan..” Zeline mencoba tersenyum untuk mengubah suasana jadi lebih menyenangkan.
“Karir memang segalanya. Kita bisa mendapatkan apapun yang kita inginkan, asalkan karir kita cemerlang. Kau masih muda dan memiliki popularitas yang begitu tinggi, kau tidak perlu mengkhawatirkan karirmu. Sama sekali tidak perlu.” Penata rias tersebut kembali berbicara.
“Tapi, bukankah tidak ada yang abadi di dunia ini? Aku harus mempertahankan apa yang seharusnya aku pertahankan, karena jika tidak.. maka semua akan hilang dari genggamanku.” Kata Zeline dengan tenang.
Alina tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.
“Sepertinya kamu sudah mendapatkan semangatmu kembali. Baiklah, aku akan menunggumu di dekat lokasi pemotretan. Jangan sampai terlambat!” Kata Alina sambil berjalan keluar dari ruang persiapan.
Zeline menatap punggung Alina yang semakin menjauh. Bukan hanya Alina yang mengenal Zeline dengan baik, tapi Zeline juga mengenal Alina dan seluk-beluk kehidupannya.
Benar, memang tidak ada yang sempurna di dunia ini. Oleh sebab itu, Zeline ingin selalu belajar mengucap syukur atas kehidupan yang ia miliki. Seburuk apapun kenyataan yang ia hadapi, bukan hanya ia yang menderita. Semua orang juga memiliki penderitaan yang sama.