Bab 11

1750 Words
Zeline menatap layar ponselnya yang menampilkan sederet pesan singkat yang baru saja ia terima. Pesan tersebut dikirim oleh Dareen, kekasihnya. Di jam sibuk seperti ini, Dareen sangat jarang menghubunginya. Selain karena tahu jika Zeline pasti sangat sulit dihubungi di jam kerja, Dareen sendiri juga memiliki segudang pekerjaan yang membuatnya sibuk sepanjang hari. “Bisakah kamu meluangkan waktu untuk makan siang bersamaku? Aku terlalu canggung jika hanya pergi bersama dengan Kinara. Jika kamu menemaniku, maka aku akan merasa lebih baik” Tulis Dareen di dalam pesan tersebut. Zeline menggulir beberapa pesan singkat yang ia terima dari Alina. Ada gambar yang menunjukkan jadwalnya sepanjang hari ini. pemotretan pertama akan selesai pada pukul 11.30 dan ia akan memulai pemotretan selanjutnya di bibir pantai pada saar matahari terbenam. Sepertinya siang ini Alina bisa meluangkan waktu untuk Dareen. Namun, sebelum mengambil keputusan, Zeline memilih untuk bertanya kepada Alina terlebih dahulu. “Kamu ingin makan siang bersama Dareen? Kita memiliki jadwal pemotretan sampai pukul 7 malam. Kita sangat sibuk, Zeline!” Kata Alina setelah Zeline mengungkapkan rencananya. “Pemotretanku akan selesai sebelum pukul 12 siang, lalu aku bisa langsung datang ke pantai setelah makan siang bersama Dareen.” Dareen adalah seorang pria yang sangat mengerti kesibukannya. Selain karena Dareen sendiri sibuk dengan pekerjaannya, salah satu alasan yang membuat Dareen begitu memahaminya adalah kesamaan keadaan yang mereka alami. Dareen putra seorang pengusaha properti ternama yang mulai melebarkan sayapnya hingga ke mancanegara. Sejak kecil, Dareen menanggung beban yang berat di pundaknya karena ada banyak tuntutan dari orang-orang terdekatnya. Dareen harus sempurna, ia harus berhasil mengembangkan bisnis ayahnya. Sama seperti Zeline yang mulai merasakan tekanan di dunia modeling karena ia adalah putri seorang desainer. Sejak awal, Zeline dan Dareen saling memahami satu sama lain. Mereka mengerti jika kehidupan mereka tidak sepenuhnya milik mereka. Ada banyak ekspektasi yang harus mereka penuhi, ada banyak aturan yang harus mereka ikuti, dan ada banyak batas yang tidak boleh mereka lewati. “Bukankah aku sudah mengatakan jika kantung matamu sangat tebal? Kenapa tidak memanfaatkan waktu istirahat untuk tidur?” Tanya Alina. “Bertemu Dareen jauh lebih penting dari pada tidur. Sudah lebih dari sepekan aku tidak bertemu dengannya.” Zeline mulai menaikkan suaranya. Beberapa penata rias tampak menolehkan kepala dengan raut penasaran. “Baiklah. Dimana kamu akan makan siang? Apakah aku boleh bergabung?” Tanya Alina. Zeline tersenyum puas. Sekeras apapun peraturan yang Alina tetapkan, Zeline tetap berhasil membujuk wanita itu. “Aku tidak tahu. Tapi kali ini kamu tidak boleh ikut. Ada beberapa hal penting yang harus aku lakukan bersama Dareen.” Jawab Zeline sambil tersenyum. Alina tampak mengernyitkan dahinya, tapi sedetik kemudian wanita itu menganggukkan kepala dengan maklum. “Dimana kita akan makan siang? Aku memiliki waktu sampai matahari terbenam. Pemotretanku akan selesai pada pukul 11.30. Kirimkan lokasi makan siang kita, aku akan datang dengan sopirku.” Tulis Zeline di dalam kolom pesan sebagai balasan untuk Dareen. Seakan sudah menunggu pesan dari Zeline, Dareen langsung mengirimkan balasan kurang dari 5 detik kemudian. “Aku akan menjemputmu. Sebentar lagi aku akan sampai di lokasi pemotretanmu.” Zeline tersenyum lalu mematikan layar ponselnya. Dareen akan datang untuk menjemputnya, rasanya ia tidak sabar untuk kembali bertemu dengan kekasihnya setelah lebih dari satu pekan berlalu. Sepertinya Zeline harus segera menyelesaikan pemotretannya. *** Begitu melihat mobil Dareen terparkir di dekat lokasi pemotretannya, Zeline semakin semangat untuk melangkahkan kaki. Begitu sampai di depan mobil, Dareen langsung meluar dan berjalan ke sisi kiri untuk membukakan pintu mobilnya bagi Zeline. “Kamu tentu tahu jika aku bisa membuka pintu mobil dengan tanganku.” Kata Zeline sambil tersenyum. “Tapi bukankah seharusnya aku yang membuka pintu bagimu?” Dareen memeluk Zeline dan mengecup bibirnya dengan singkat. Sepertinya Dareen memang terlahir dengan sifat manis dan senyum yang menawan, sangat sulit mengabaikan pesona Dareen. “Baiklah, kemana kita akan pergi?” Tanya Zeline begitu Dareen masuk ke dalam mobil. Dareen tidak langsung menyalakan mesin mobil, pria itu justru bertopang dagu dan menyandarkan punggungnya ke sisi jendela agar dia bisa sepenuhnya menatap Zeline yang sedang sibuk memperbaiki riasannya. Zeline tidak memiliki waktu untuk menghapus make up sisa pemotretan karena Dareen menghubunginya tepat setelah foto terakhir, pria itu mengatakan jika dia akan menunggu Zeline di depan tempat pemotretannya. “Kamu ingin pergi kemana?” Tanya Dareen. Zeline menutup cermin bedak yang ia gunakan, lalu matanya menyipit sambil menatap Dareen dengan senyuman canggung. “Kita akan makan siang dengan... dengan?” Zeline tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena ia melupakan nama perempuan yang membantu Dareen menyelamatkan Choki. “Kinara?” Dareen mengoreksi dengan tenang. “Ya, dengan Kinara. Dimana kita akan makan siang?” Tanya Zeline. “Aku belum memutuskan dimana tempat yang tepat untuk makan siang. Bisakah kamu membantuku?” Tanya Dareen. Zeline memutar bola matanya dengan pelan. Ini sudah hampir jam makan siang, tapi Dareen belum menentukan tempat tujuan mereka. “Kamu harus tahu jika seorang wanita membutuhkan waktu lama untuk menyesuaikan pakaian dan riasan mereka dengan tempat makan yang akan didatangi. Kamu seharusnya sudah memilih tempat makan sebelum mengajak Kinara makan siang bersama. Aku sangat kecewa padamu..” Zeline menatap Dareen dengan pandangan kesal yang dibuat-buat. Dareen tertawa pelan. Pria itu mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut Zeline dengan asal. “Hei!” Zeline memprotes dengan cara memundurkan kepalanya. “Tidak semua wanita berpikiran sepertimu, Zeline. Kamu seorang model, wajar saja jika kamu menyesuaikan penampilanmu dengan tempat tujuan, kamu selalu menjadi pusat perhatian dimanapun kamu berada, oleh sebab itu kamu harus selalu tampil sempurna. Tapi sepertinya, Kinara bukan wanita yang terlalu memperhatikan penampilannya.” Dareen berbicara sambil mengeluarkan ponselnya. Dari gerakan jarinya, Dareen sepertinya sedang menulis pesan singkat. “Kamu tidak tahu bagaimana cara wanita berpikir. Kurasa, sekalipun terlihat tidak peduli dengan penampilan, semua wanita tetap memikirkan apa yang harus mereka kenakan dan riasan apa yang cocok untuk digunakan di jam makan siang. Lagipula, meskipun bukan karena alasan penampilan, kamu seharusnya tetap memberi tahu lokasi makan siang lebih awal agar Kinara bisa menyesuaikan waktu perjalananya. Bagaimana jika tempat makan siang kita jauh dari rumahnya?” Zeline berbicara dengan perlahan sambil memoleskan perona pipi tepat di atas tulang pipinya. Untuk acara sehari-hari seperti makan siang bersama Dareen, biasanya Zeline hanya akan menggunakan riasan natural tanpa alas bedak yang tebal. Hanya sedikit polesan perona pipi, maskara, dan pewarna bibir yang tone natural. Zeline tidak akan terlihat terlalu berlebihan, tapi dia juga tidak akan terlihat pucat. “Baiklah, aku akan mencari restoran yang berada di sekitar tempat tinggal Kinara.” Kata Dareen. Zeline menolehkan kepalanya, sejujurnya ia merasa penasaran dengan kedekatan Dareen dan Kinara. Sudah sejauh mana mereka saling mengenal? “Kamu tahu dimana tempat tinggal Kinara?” Tanya Zeline. “Tentu saja aku tidak tahu. Tapi sepertinya Kinara tinggal di sekitar tempat pertama kami bertemu.” Jawab Dareen. “Apakah lokasinya jauh dari sini?” Tanya Zeline sambil menatap jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. “Kita membutuhkan waktu sekitar satu jam..” Dareen ikut menatap jam tangan miliknya. “Kita pasti akan sangat terlambat..” Dareen kembali berbicara sambil menggelengkan kepalanya dengan pelan. Sepertinya rencana makan siang mereka akan berjalan dengan berantakan karena lokasi pemotretan Zeline berjarak cukup jauh dari tempat tinggal Kinara. *** Kekacauan yang sebelumnya sudah Zeline perkirakan, sekarang benar-benar terjadi sekitar 20 menit setelah Dareen memasuki wilayah perkotaan. Jam makan siang membuat jalan raya dipenuhi oleh kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat. Sepertinya semua orang sedang berencana makan siang di luar kantor, hari ini Zeline dan Dareen benar-benar tidak beruntung. “Apa yang harus kita lakukan?” Tanya Dareen. Pria itu terlihat frustasi dengan kemacetan yang menjebak mereka. “Menghubungi Kinara dan mengatakan jika kamu akan datang terlambat? Kurasa lebih baik kita mengirimkan kabar kepadanya dari pada membuatnya menunggu tanpa kejelasan.” “Ide yang bagus.” Jawab Dareen sambil mengeluarkan ponselnya lalu segera mengetikkan pesan panjang yang menjelaskan keadaan jalan raya kepada Kinara. Zeline berharap Kinara bisa memahami kendala yang dihadapi oleh Dareen. “Bisakah kita berhenti di minimarket? Aku sangat haus.” Zeline menunjuk sebuah minimarket yang berada di sisi jalan. Seharian ini Zeline terlalu sibuk bekerja hingga ia mengabaikan jam istirahat, bahkan ia tidak merengek meminta air minum kepada Alina seperti biasanya. Satu-satunya hal yang Zeline lakukan setelah menerima pesan singkat berisi ajakan makan siang dari Dareen adalah bergegas menyelesaikan pekerjaannya secepat yang ia bisa. “Tentu.” Jawab Dareen. Pria itu menghentikan mobil tepat di depan pintu minimarket sehingga Zeline bisa langsung turun dan memasuki minimarket dengan nyaman. “Belilah beberapa bungkus kue. Perutku mulai lapar, kurasa kita akan terjebak macet untuk beberapa menit ke depan.” Kata Dareen. Setelah mengenakan jaket dan topi untuk menutupi wajahnya, Zeline mulai berjalan keluar dari mobil dan bergegas mengambil dua botol air mineral beserta beberapa bungkus kue dengan selai coklat. Selain Dareen, Zeline juga merasa lapar. Sepertinya tidak masalah jika mereka memakan beberapa potong kue sebelum makan siang bersama dengan Kinara. Saat berada di tempat umum, Zeline harus menyembunyikan wajahnya agar tidak terlalu banya orang yang menyadari keberadaannya. Zeline pernah mengabaikan peringatan Alina dengan datang ke taman kota tanpa menggunakan jaket dan topi, beberapa menit kemudian Zeline menyesali keputusannya karena ada banyak orang yang datang untuk meminta foto kepadanya. Sebenarnya Zeline sama sekali tidak keberatan jika ada yang ingin meminta foto, masalahnya saat itu Zeline sedang pergi sendirian untuk menghabiskan waktu sore hari dan ia harus menghadapi puluhan orang yang berdesak-desakan demi bisa menjangkau dirinya. Saat itu, rasanya Zeline ingin pingsan karena kehabisan napas. “Bagaimana dengan Kinara? Kamu sudah menghubunginya?” Tanya Zeline begitu ia kembali masuk ke dalam mobil. Sekalipun hanya Zelina yang masuk ke dalam minimarket untuk membeli roti dan air mineral, Dareen tetap turun untuk membukakan pintu bagi Zeline. “Aku sudah mengirimkan pesan singkat, tapi dia belum membalas. Sepertinya dia masih dalam perjalanan.” Dareen menjawab sambil kembali mengendarai mobil. Tepat di depan minimarket, antrian panjang kendaraan mulai terlihat. Zeline sangat jarang melakukan perjalanan di siang hari, ia tidak mengira jika jam makan siang benar-benar mempengaruhi arus lalu lintas. “Semoga saja dia memahami kendala yang kita alami.” Zeline membuka bungkus roti coklat yang baru saja ia beli. “Tentu saja dia akan memahami kita, semua orang tahu jika kota ini dipenuhi oleh kemacetan sepanjang saat.” Kata Dareen. Datang terlambat setelah mengundang seseorang untuk makan siang bersama adalah hal yang sangat tidak sopan. Dareen ingin mengucapkan terima kasih kepada Kinara karena wanita itu sudah menyelamatkan anjingnya, tapi Dareen justru terlambat karena harus menjemput Zeline yang sedang melakukan pemotretan di pinggir kota. Rasanya nanti malan Zeline tidak akan bisa tidur dengan tenang jika ia mengacaukan acara makan siang yang sudah Dareen susun. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD