Symphony-13

1322 Words
Baik Syfo maupun Aries melewati hari-hari setelah obrolan malam itu dengan biasa. Tidak ada rutinitas harian mereka yang berubah, termasuk interaksi fisik. Bedanya selama seminggu ini Aries tidak menunjukkan tanda-tanda seperti orang yang kesulitan mengendalikan emosi seperti empat tahun terakhir. Memang tidak berubah sepenuhnya, karena sesekali Aries masih suka berkata kasar pada Syfo. Hanya saja kali ini tidak dibarengi dengan kekerasan fisik seperti beberapa waktu yang lalu. Syfo sudah melakukan konsultasi dengan Lekha soal prosedur melepas IUD. Hari ini adalah waktu yang sudah dijadwalkan oleh Lekha. Seperti biasanya Aries selalu setia mendampingi. Bila waktu-waktu sebelumnya Aries ingin memastikan Lekha memasang alat kontrasepsi dengan benar, kali ini tujuannya menemani Syfo berbeda. “Biasanya gue selalu menyarankan pasien yang baru saja lepas IUD untuk tidak melakukan hubungan seksual di hari-hari sebelum maupun sesudah prosedur lepas IUD karena kemungkinan terjadinya kehamilan sangat besar, tapi gue nggak melakukan itu pada kalian,” ucap Lekha setelah prosedur lepas IUD milik Syfo. Syfo dan Aries saling pandang, lalu melempar senyum saling menguatkan satu sama lain. “Berarti kemungkinan besar Syfo bisa hamil secepatnya, ya, Lek?” tanya Aries antusias. “Belum tentu juga. Mengingat usia Syfo yang sudah melewati masa produktif reproduksi wanita. Sekarang semuanya tergantung takdir. Jangan terlalu stres karena akan sangat mempengaruhi hormon reproduksi masing-masing,” jelas Lekha. “Apa ada cara yang bisa membuat Syfo cepat hamil? Selain cara normal,” tanya Aries lagi. “Kita lihat satu tahun ke depan ya. Kalau sampai satu tahun dari hari ini Syfo belum hamil kita cari informasi lagi.” “Satu tahun? Nggak bisa lebih cepat?” Lekha tidak menjawab bantahan Aries. Setelah memberikan resep obat pada Syfo, Lekha meminta asistennya untuk memanggil pasien selanjutnya. Kode kalau Lekha melakukan pengusiran terhadap Syfo dan Aries. Keesokannya Syfo mengalami kram perut yang luar biasa sakit. Dia tidak pernah merasakan sakit seperti ini sebelumnya. Saat menghubungi Lekha, temannya itu menyarankan supaya meminum obat anti nyeri yang ada di rumah, lalu beristirahat tidak melakukan aktivitas berat apa pun selama satu hari penuh. Syfo menuruti saran dari Lekha. Dia mengabari sekretarisnya kalau hari ini tidak akan ke kantor. Aries sebenarnya ingin menemani Syfo, tapi dia harus melakukan pertemuan dengan para manajer di bawah kepemimpinannya, sehingga harus meninggalkan Syfo di rumah bersama Bi Yana. Sekitar pukul sepuluh pagi Bi Yana menyampaikan kalau ada seseorang yang bertamu ke rumah. "Siapa, Bi?" “Anak muda. Namanya Sagara,” ucap Bi Yana. “Oh, mau apa katanya, Bi?” “Saya sudah tanya. Dia nggak bilang. Cuma bilang mau ketemu Ibu Melody." Kening Syfo mengernyit. "Sagara ke rumah saya tapi yang dicari malah Melody?" tanyanya heran. "Itu juga yang saya bingung, Bu," ujar Bi Yana. "Apa perlu saya bilang kalau Ibu sedang nggak bisa ditemui?” imbuhnya. Syfo menggeleng. “Nggak perlu, Bi. Saya akan menemuinya. Saya mau ganti baju dulu,” jawabnya, setelah merasa sudah kuat, dia turun dari ranjang untuk menemui Sagara. “Hey,” sapa Syfo saat melihat Sagara sedang duduk sambil menumpukan kedua tangannya di atas lutut dan kepala tertunduk. Sagara mengangkat kepalanya. Menunjukkan wajah terkejut melihat orang yang muncul di hadapannya, bukanlah orang yang hendak ditemuinya. Sagara bangkit dari sofa, salah tingkah mesti menjawab apa sapaan Syfo. “Tante Syfo, kok, ada di sini? Memangnya nggak kerja? Lagi cuti atau sakit?” tanya Sagara. Syfo mengernyit. “Ini rumah saya. Artinya kamu ke sini untuk menemui saya, kan? Pertanyaan kamu kenapa lucu banget,” ucapnya heran, setelah duduk di sofa. Sementara Sagara masih berdiri menatap ke sembarang arah seperti orang kebingungan. Dia menggaruk tengkuknya sambil berpikir kalau ada sesuatu yang salah pada dirinya. “Astaga!” serunya sambil memukul keningnya sendiri. “Aku mau ke rumah Tante Melody. Kenapa malah nyasar ke sini?” Sagara terduduk sambil memeriksa ponselnya. Benar saja. Dia sudah melenceng jauh dari rute yang diarahkan oleh GPS di ponselnya. Dia tersenyum sungkan pada Syfo. Syfo ikut tertawa melihat kebodohan yang dilakukan oleh Sagara. Dia menatap Sagara yang masih menunjukkan sikap bingung pada dirinya sendiri. “Kalau kamu tanya sama saya, terus saya tanya sama siapa, dong?” canda Syfo. "Lagian kamu ngelamunin apa coba, sampai nyasarnya jauh bener ke rumah saya." Sagara kembali menyeringai bodoh. “GPS handphone aku eror kayaknya,” ucapnya. “Coba lihat!” Syfo meminta ponsel Sagara. Namun laki-laki itu menggeleng cepat. “Aku mau telepon Tante Melo dulu ngasih tahu kalau terlambat sampai rumahnya. Takutnya udah nungguin,” kilah Sagara lalu mendekatkan ponsel ke telinganya. Detik berikutnya panggilannya sudah terhubung ke Melody. Setelah itu selesai menelepon dia tahu kalau Melody sedang tidak ada di rumah dan meminta Sagara untuk ke toko kuenya saja. Sagara duduk kembali di sofa yang tadi didudukinya sebelum Syfo datang. “Tante Melo lagi di toko kue,” ucapnya, sambil menyimpan kembali ponselnya di kantong jaket jeansnya. “Kamu mau ke toko kuenya Melo sekarang?” tanya Syfo. “Iya, Tante. Maaf ya, aku sudah ganggu waktu istirahat Tante Syfo,” ujar Sagara merasa sungkan. “Nggak masalah, Ga. Saya nggak sedang berada dalam kondisi yang nggak bisa diganggu banget, kok. Oiya, kamu mau minum apa?” tanya Syfo. “Nggak usah, Tante. Tapi kalau boleh tahu kenapa Tante Syfo ada di rumah pada jam efektif kerja?” “Saya sedang nggak enak badan dan butuh istirahat di rumah.” “Tante Syfo sakit? Sudah minum obat?" tanya Sagara khawatir. Merasa Syfo sedang menatap aneh padanya, Sagara buru-buru menghentikan kekhawatirannya "Cepat sembuh, ya, Tante,” ucapnya tulus. “Terima kasih, Ga.” “Kebetulan sudah ada di sini, aku mau meminta maaf atas kelancanganku waktu itu. Aku benar-benar malu dan juga merasa bersalah banget. Apalagi sejak kejadian itu Tante Syfo nggak pernah kelihatan lagi di kafe,” ucapnya penuh penyesalan. “Pasti gara-gara aku Tante Syfo nggak mau datang ke kafe, ya?” tanya Sagara setelah mengakhiri ucapannya. Syfo berpikir sejenak. Mencoba mencari tahu lewat memorinya tentang hal yang sedang dibicarakan oleh Sagara. Dia terdiam selama beberapa saat dan hampir mengalami kebuntuan, ketika mendapati dirinya sudah melupakan begitu saja soal kejadian Sagara yang telah bertindak kurang ajar dengan memeluknya tanpa izin. “Oh, soal itu. Sebenarnya saya sudah lupa. Tapi gara-gara kamu, nih, saya jadi keinget lagi,” jawab Syfo. “Sebenarnya apa maksud dan tujuan kamu memeluk saya hari itu? Nggak sopan banget. Kalau Melody tahu, kamu bisa dipecat,” sambungnya dengan nada bicara mengancam. Sagara terkejut mendengar pernyataan Syfo dengan ekspresi sesantai itu saat mengatakan, kalau dia sudah lupa pada kejadian yang membuat Sagara tidak pernah bisa tidur nyenyak sepanjang malam karena dihantui rasa bersalah dan penyesalan yang begitu besar atas tindakannya. Sagara kira patah hati terbesar yang pernah ia rasakan adalah saat melihat ibunya menikah lagi dan mencampakkannya begitu saja demi pria baru yang baru satu bulan berkenalan sudah mengajak menikah. Ternyata itu salah besar. Memang sama-sama menimbulkan rasa sakit karena sedih dan kecewa. Namun rasa sakit yang kini tengah ia rasakan, berkali-kali lebih menyakitkan daripada saat itu. Yang kini tengah ia rasakan bukan hanya sekadar persoalan sakit hati. Namun juga soal hatinya yang nelangsa karena merasa diabaikan oleh Syfo. Dia bahkan tidak sanggup menatap Syfo. Hanya bisa menatap kosong pada foto pernikahan Syfo dan Aries yang tergantung di dinding, menghadap tepat padanya. “Sagara?” panggil Syfo, karena Sagara bukannya menjawab pertanyaannya malah melamun. Sagara tergagap karena Syfo menjentikkan jari tepat di depan wajahnya. Dia tidak lantas berkata apa pun. Dia masih membisu seraya memandang Syfo. “Kamu baik-baik saja?” tanya Syfo mulai khawatir melihat sikap aneh laki-laki di hadapannya ini. Tiba-tiba Sagara menggeleng. “Maaf, Tante. Aku sudah lancang memeluk Tante Syfo hari itu. Tapi aku sama sekali nggak bermaksud kurang ajar pada Tante. Aku hanya sedang berusaha memberi dukungan pada Tante. Lain kali aku nggak akan kayak gitu lagi,” jawab Sagara, tanpa berani menatap Syfo seperti biasanya. “Kalaupun harus menerima hukuman atas kesalahan yang sudah aku lakukan, aku sama sekali nggak keberatan menjalani hukuman itu,” sambungnya, kali ini dengan kepala tertunduk di lantai tempat kakinya berpijak. ~~~ ^vee^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD