FIRST KISS

2597 Words
Mobil kembali melaju dan tak lama memasuki sebuah halaman mansion yang begitu luas. "Kau benar-benar membawa ku ke mansion mu?!" Vallery menoleh menatap Brian dengan tatapan yang tidak bersahabat. "Sudah ku katakan sejak tadi bukan?" Brian menoleh ke arah Vallery seraya tersenyum. "Untuk apa?" "Menjadikan mu sebagai pelayanku," ujar Brian dengan begitu santai. "What?!" Keterkejutan Vallery bukan hanya saat Brian menyebutkan bahwa ia akan dijadikan pelayan tetapi juga saat mobil itu berhenti mendadak secara tiba-tiba. "Kau tidak mau ganti rugi bukan?" tanya Brian seraya melepas sabuk pengaman yang melilit tubuhnya "Oke baiklah aku akan ganti rugi." Dengan terpaksa, Vallery mengambil segepok uang dari dalam tasnya kemudian melepar uang itu ke arah Brian setelah itu ia membuka pintu mobil, beranjak pergi meninggalkan Brian sedangkan Brian yang melihat hal itu segera turun dari mobil dan mengejar Vallery lalu mencekal lengan wanita itu. "Kau mau kabur kemana, Nona?" Vallery mengernyit tidak mengerti dengan pertanyaan Brian. "Kabur? Bukankah aku sudah ganti rugi? Impas. Urusan kita selesai!" ucap Vallery dengan ketus. Saat Vallery hendak melenggang pergi Brian kembali mencekal lengannya dan merengkuh pinggang Vallery, menariknya ke dalam pelukannya yang membuat Vallery terkejut namun merasa nyaman dalam pelukan pria yang memiliki tubuh tinggi yang sangat jauh tinggi dengan dirinya, bahkan tinggi Vallery hanya sebatas dagu pria itu. "Tidakkah kau ingin menjadi pelayan ku?" tanya Brian tanpa melepaskan rengkuhannya pada tubuh Vallery. "Kau meremehkan uangku?" tanya Vallery seraya memincingkan salah satu alisnya,ia bahkan tidak bersusah payah meronta-ronta dalam pelukan Brian, bahkan ia terlihat begitu nyaman dalam dekapan pria itu. Dengan gamblangnya Brian berkata "Bagimana jika kau ku gaji sebesar $3000 perjam?" tanya Brian yang membuat Vallery mengernyitkan keningnya. "Pekerjaan apa itu?" "Menjadi pelayanku," jawab Brian seraya tersenyum menyeringai. "Pelayan mu?" tanya Vallery yang masih tidak mengerti dengan perkataan Brian. "Ya. Melayani ku setiap malam?" "Apa maksud mu?" Vallery benar-benar dibuat pusing oleh Brian saat ini. "Malayani ku setiap malam di atas ranjang," bisik Brian di telinga Vallery. Mendengar perkataan dari Brian membuat amarah Vallery membuncak di ubun-ubun kepalanya, tanpa pikir panjang Vallery segera melepas lengan Brian yang melilit tubuhnya lalu menampar pria itu dengan sangat keras. PLAKK! Brian terkejut menerima tamparan dari Vallery, baru kali ini ada wanita yang berani menamparnya. Wajah Brian tertoleh ke samping setelah menerima tamparan tersebut, kemudian ia menoleh menatap Vallery dengan matanya yang tajam dan juga amarahnya yang memuncak. "Kau ... ," ucap Brian seraya menunjuk wajah Vallery, belum sempat Brian melanjutkan kata-katanya, Vallery kembali menampar pria itu. Kali ini Brian terdiam dan masih menundukkan wajahnya setelah menerima tamparan dari Vallery. "Kau pikir aku jalang, hah?!” teriak Vallery. “Berani sekali kau mengatakan kalimat itu padaku! Kau pikir kau ini siapa?! Bahkan hari ini pun dengan mudah aku bisa membeli pria sepertimu untuk ku jadikan pembantu di mansion ku!" bentak Vallery tanpa mengalihkan pandangannya pada Brian, ia sangat emosi mendengar perkataan pria itu. "Dibayar $1 million perjam pun aku tidak sudi!" Brian masih menunduk, menahan emosi yang bergejolak di dadanya. Lalu ia mendongak menatap Vallery seraya tersenyum. "Benarkah? Apa kau benar-benar masih perawan hingga kau bisa mengatakan hal itu?" tanya Brian yang meremehkan Vallery sedangkan Vallery sedikit tercengang mendengar pertanyaan Brian, pertanyaan yang dilontarkan oleh Brian adalah pertanyaan yang selalu membuat hatinya sakit. Mata Vallery berkaca-kaca mendengar pertanyaan itu. "Aku sudah membayar mobilmu yang bahkan tidak lecet, kenapa kau merendahkan ku ... ?" lirih Vallery dan saat itu juga air mata jatuh membasahi wajah wanita itu sedangkan Brian terkejut melihat Vallery yang menangis. Entah apa yang sedang terjadi pada dirinya, karna sebelum-sebelumnya ia tidak pernah peduli ketika melihat seorang wanita menangis. "Apa salahku hingga kau merendahkan ku?" Air mata Vallery kembali jatuh dan itu membuat Brian semakin gelisah. "Apakah karna aku hampir tertabrak mobilmu hingga kau merendahkan ku?" Briam kembali terdiam merasakan getaran aneh di hatinya. "Taukah kau jika aku tadi hampir diculik dan organ tubuhku hendak diperjual belikan?! Saat aku berhasil lolos dan aku hampir tertabrak oleh mobilmu apakah kau boleh merendahkan ku seperti ini?! Bahkan mobilmu pun tidak lecet sama sekali tapi aku masih mau membayar ganti rugi karna ulahmu sendiri." Rasanya ingin sekali Brian menarik Vallery ke dalam dekapannya, entah kenapa Brian merasa tidak nyaman melihat Vallery yang saat ini sudah menangis terisak-isak. Brian memberanikan diri untuk menarik wajah Vallery dan mendongakkan wajah cantik itu untuk menatap wajahnya, tidak ada penolakan dari Vallery, dilihatnya kedua mata Vallery yang mengeluarkan air mata tanpa henti. "I'm sorry ... ," ucap Brian lembut secara memejamkan kedua matanya. "I'm so sorry ... ," lanjutnya sedangkan Vallery masih terdiam mendengar perkataan Brian, sebenarnya sejak Brian menarik wajahnya untuk pertama kali, Vallery bisa melihat kesedihan di wajah Brian dan itu yang membuat ia terdiam sedari tadi hingga Brian mengatakan maaf. Brian membuka kedua matanya dan kembali menatap Vallery dengan lembut. Tanpa permisi Brian memeluk Vallery dengan sangat erat sedangkan Vallery segera mendorong tubuh Brian saat laki-laki itu memeluknya dengan sangat lancang. "Kau semakin melecehkan ku!" Vallery menatap Brian dengan sangat marah. Wanita ini, mengapa mengingatkan ku pada Liza? tanya Brian dalam hati. Brian terdiam, ia masih memandangi wajah Vallery hingga ia berkata, "Maaf, aku reflex. Saat kau menangis aku teringat dengan tunangan ku." "Apa hubungannya dengan ku?! Pergilah dan peluk tunanganmu! Jangan pernah sentuh aku! Semakin lama aku semakin muak dengan sikapmu yang jauh dari kata sopan, Tuan Brian!" Vallery kembali melenggang pergi dan kali ini Brian tidak lagi mencekal lengan Vallery, ditatapnya punggung Vallery yang semakin lama semakin menjauh. Tangisan wanita itu seolah membuka luka lama di hati Brian. Ia merasa benar-benar bodoh karena telah menggoda Vallery untuk menjadi pelayannya, padahal ia hanya menggoda, tidak bermaksud serius. Sebenarnya ia hanya ingin mengenal Vallery lebih jauh lagi, namun caranya ternyata salah, ditambah lagi ia merendahkan wanita itu dan meragukan keperawanan Vallery. Demi Tuhan aku tidak bermaksud membuatmu menangis. ujar Brian dalam hati seraya memandangi punggung Vallery yang semakin lama semakin menjauh lalu menghilang dari gerbang mansion miliknya. Brian memasuki mansionnya yang megah, sedangkan di sisi lain Vallery berjalan menyusuri jalanan gelap yang sepi. Oh, s**t! Karna hampir diculik dan dibawa pria sinting itu aku tersasar hingga kemari. Bahkan aku pun tidak tahu dimana aku sekarang. erang Vallery dalam hati. "Oke, akan aku cek di maps, sebenarnya dimana aku sekarang." Saat Vallery menyalakan smartphone miliknya ia mendadak kesal karna smartphone tersebut lowbat. Di sisi lain Brian merasa tidak tenang karna terus memikirkan Vallery. "Bagaimana jika wanita itu tersesat atau bahkan diculik lagi?" gumam Brian, ia mulai panik dan bergegas menghampiri mobil sport nya yang sudah terparkir di dalam garasi. Brian mencoba mencari Vallery, ia yakin bahwa wanita itu belum berada jauh dari mansion nya, dan benar, Vallery tak jauh dari nya saat ini. Brian melajukan mobilnya mendekati Vallery yang sedang terduduk di pinggir jalan seraya menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. Brian merasa ada yang aneh dengan Vallery, ia turun dari mobilnya dan berjalan menghampiri wanita itu lalu membungkuk di hadapan Vallery. "Hey ... Kau tidak apa-apa ... ?" tanya Brian dengan hati-hati. Seketika Vallery memeluk Brian dengan sangat erat saat ia sadar bahwa itu adalah suara Brian. Brian yang terkejut mencoba menenangkan Vallery, ia juga mendengar jika Vallery menangis terisak-isak. "Bawa aku pergi dari sini ku mohon ... ," rintih Vallery yang masih memeluk Brian. "Okay, tenanglah. Sudah ada aku di sini, kau tidak perlu takut," ucap Brian seraya mengusap punggung Vallery dengan lembut. Tak lama kemudian mereka telah sampai di mansion milik Brian, Brian segera mengantar Vallery ke ruang tamu. "Allena!" panggil Brian kepada Allena Romulus yang tak lain adalah asisstent rumah tangga di mansion tersebut, selang beberapa detik kemudian seorang wanita cantik berambut pirang muncul di hadapan mereka. "Ya, saya, Tuan," ucap Allena. "Ambilkan minuman untuk tamu ku ini." "Baik, Tuan," ucap Allena seraya setengah membungkuk sedangkan Brian mendekati Vallery yang masih terlihat syok. Ia menatap Vallery yang masih menunduk. "Aku minta maaf atas kejadian sebelumnya, maaf jika aku berkata seperti itu, jujur, aku tidak bermaksud untuk melecehkan mu ataupun merendahkan mu." Vallery terdiam. "Aku benar-benar minta maaf," ucap Brian dengan lembut, masih memandangi Vallery yang masih menunduk. Vallery menghela nafas dan mendongakkan wajahnya untuk menatap Brian. Pria tampan ini sempat membuat Vallery murka. "Tidak apa-apa, aku memaafkan mu." Brian tersenyum. "Apa yang membuat mu ketakutan seperti tadi?" tanya Brian sedangkan Vallery kembali menunduk dan menutup wajahnya. Allena datang membawakan dua gelas minuman dan hal itu membuat Brian menatap Allena lalu meminta wanita itu untuk pergi. "Ada yang menatap ku dari balik pohon dan itu membuat ku takut," jawab Vallery akhirnya meskipun masih menutupi wajahnya. "Ada yang menatap mu? Seorang pria atau wanita?" tanya Brian. "Aku rasa dia seorang pria, ia memakai setelan suit, ia menatap ku, tak lama kemudian ia berjalan mendekat ke arah ku dan saat itu juga kau datang." Ternyata apa yang Brian takutkan terjadi. Ia sempat takut jika Vallery dalam bahaya. "Okay tenanglah, saat ini kau sudah ada di sini dan kau aman sekarang. Untuk malam ini lebih baik kau menginap di sini terlebih dahulu, aku tidak mungkin mengantar mu karna ini sudah larut malam." Vallery mendongak lalu menganggukkan kepalanya tanda bahwa ia setuju untuk menginap di mansion milik Brian. Brian segera mengantar Vallery menuju kamar tamu. Setelah Vallery memasuki kamar tersebut Brian beranjak pergi meninggalkan Vallery dan berjalan menuju kamarnya. •••VB••• Vallery menggeliat saat cahaya matahari menerpa wajahnya. Dengan perlahan ia membuka kedua matanya namun ia dibuat terkejut saat menyadari bahwa Brian tengah duduk di samping nya. Vallery segera duduk dan menyender di tepi tempat tidur. "Good morning," ucap Brian seraya tersenyum. "Kau membuat ku terkejut, apa yang kau lakukan di sini?!" ucap Vallery seraya menarik selimut yang ia kenakan tadi malam. Brian mendekatkan wajahnya lalu berkata, "Membangunkan mu," jawab Brian seraya tersenyum, wajahnya hanya beberapa sentimeter dari wajah Vallery dan hal itu membuat Vallery merona. Vallery menunduk untuk menyembunyikan rona merah di wajahnya saat ini lalu mendorong pelan bahu Brian hingga wajah pria itu sedikit menjauh darinya. "Aku sudah bangun, okay?" Ya, kau bangun karna ciuman dari ku. batin Brian lalu kembali tersenyum. "Sebelum kau pergi, kau harus sarapan terlebih dahulu. Aku akan menunggu mu di ruang makan. Bergegaslah untuk mandi." Brian lalu melenggang pergi dari hadapan Vallery. Langkahnya terhenti di ambang pintu saat ia teringat akan kejadian beberapa menit yang lalu. ----- Flashback On Berulang kali Brian mengetuk pintu kamar tempat Vallery tidur namun tidak ada jawaban sama sekali dari dalam hingga akhirnya ia menekan daun pintu kamar tersebut lalu mendapati Vallery yang masih tertidur pulas. Ia berjalan menghampiri Vallery. Wanita ini terlihat nyenyak sekali. batin Brian. "Nona," panggil Brian namun tidak ada jawaban dari Vallery. Berulang kali Brian memanggil Vallery dengan sebutan nona namun Vallery tidak bangun juga. Apakah wanita ini pingsan? tanya Brian dalam hati. Brian lalu membelai wajah Vallery, ia membangunkan Vallery berulang kali hingga menggoyang-goyangkan lengan wanita itu namun Vallery tetap tidak bangun juga. Wanita ini tidak mungkin pingsan, wajahnya benar-benar seperti orang yang sedang tertidur pulas, lagipula jika dia benar pingsan, apa yang membuatnya pingsan? tanya Brian dalam hati. Dia memang cantik. Entah mengapa aku selalu tertarik untuk memperhatikan wajahnya. Kapan mata ini akan terbuka? Aku ingin melihat mata biru nya yang indah. Ujar Brian masih dalam hati. Ia kembali mengamati wajah Vallery, jemarinya menyentuh bulu mata wanita itu yang begitu lentik, lalu ia usap pipi bulat dan halus milik Vallery kemudian ia usap bibir tipis berwarna merah milik wanita itu, ia juga mengusap alis Vallery yang melengkung sempurna lalu ia teringat akan sebuah lesung pipi milik Vallery yang akan terlihat jika wanita itu tersenyum. Brian masih mengamati wajah Vallery hingga sebuah hasrat muncul dan mengalir dalam pikirannya. Dengan perlahan, Brian mendekatkan wajahnya ke arah Vallery hingga bibirnya yang dingin menyentuh permukaan bibir wanita itu, bibir mereka saling menempel hanya beberapa detik hingga Brian kembali menjauhkan wajahnya. “Nona,” panggil Brian namun lagi-lagi Vallery tidak bangun. Brian kembali mengecup bibir Vallery namun kali ini dengan sedikit sapuan di bibir wanita itu, sapuan lidahnya di bibir Vallery berubah menjadi lumatan, ia melumat bibir Vallery dengan lembut hingga ia tidak peduli jika Vallery akan marah, hasrat telah menguasai pikirannya begitu saja. Tidak ada tanda-tanda Vallery akan terbangun membuat Brian kembali melumat bibir Vallery, tangan kanan nya menangkup wajah Vallery sedangkan bibirnya melumat bibir wanita itu dari lembut hingga semakin memanas dan akhirnya Vallery mendesah lalu menggeliat. Brian dengan cepat berdiri dan membuka tirai jendela yang ada di kamar itu, membuat sinar matahari yang sangat menyilaukan segera menerpa wajahnya. Ia duduk di samping Vallery bertepatan dengan Vallery yang membuka kedua matanya dan terkejut dengan kehadiran Brian di sampingnya. Flashback Off ----- Brian menyentuh bibirnya seraya tersenyum. Damn! Bibir wanita itu benar-benar manis. Brian melanjutkan langkah kakinya menuju ruang makan sedangkan Vallery berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri setelah itu ia berjalan menuju ruang makan namun langkahnya terhenti saat melihat ruangan di samping ruang makan, di dalam ruangan itu terdapat sebuah piano berwana putih. Brian yang sudah melihat Vallery dari meja makan hanya mengamati wanita itu dari kejauhan hingga Vallery memasuki ruangan yang terletak di samping ruang makan, Brian yang melihat hal tersebut segera bangkit dari duduk nya lalu menghampiri Vallery. Vallery menyentuh piano itu dan terkejut saat Brian sudah ada di samping nya. "Kenapa kau selalu membuat ku terkejut?!" tanya Vallery dengan kesal sedangkan Brian tertawa pelan. "Benarkah?" tanya Brian. Vallery memalingkan wajahnya lalu kembali menatap piano tersebut. "Ini piano milik mu?" tanya Vallery. "Tentu saja." "Aku tidak yakin kau bisa memainkan nya." "Kau meragukan ku?" tantang Brian lalu berjalan ke samping Vallery dan duduk di kursi yang ada di depan piano. Brian membuka penutup tuts piano lalu menekan tuts-tuts piano tersebut yang mengalunkan sebuah melodi yang begitu indah. Ia mulai bernyanyi dan hal itu membuat Vallery terkejut. Vallery tidak menyangka jika Brian mahir memainkan piano dan mempunyai suara yang sangat indah. ----- What would I do without your smart mouth Drawing me in, and you kicking me out Got my head spinning, no kidding, I can't pin you down What's going on in that beautiful mind I'm on your magical mystery ride And I'm so dizzy, don't know what hit me, but I'll be alright ----- Brian menyanyikan sebuah lagu milik John Legend yang berjudul All of me. Vallery tersenyum seraya bertepuk tangan saat Brian selesai memainkan piano. Brian ikut tersenyum melihat senyuman Vallery yang sangat manis. Brian bangkit dari kursi dan berdiri di hadapan Vallery. "Kau menyukai nya?" tanya Brian yang masih menyunggingkan senyumannya. "Of course! Suaramu sangat indah dan kau sangat mahir memainkan piano ini." "Aku akan menyanyikan lagu apapun untuk mu selagi itu bisa membuat mu senang." Vallery mengernyitkan keningnya mendengar perkataan Brian. "Maksud mu?" "Never mind. Okay, ayo kita sarapan," ucap Brian seraya tersenyum. Selesai sarapan Brian berencana untuk mengantar Vallery pulang dan saat mereka berada di dalam mobil milik Brian, ia mencoba untuk memulai percakapan. "Sejak tadi malam hingga saat ini aku belum tahu siapa namamu, Nona." Vallery mengerjapkan kedua matanya saat Brian menanyakan namanya. "Umm ... namaku Vallery," jawab Vallery seraya tersenyum. Vallery, nama yang indah. batin Brian. "Senang bisa mengenal mu, Vallery," kata Brian. Vallery tersenyum lalu berkata, "Aku juga senang bisa mengenal mu dan terima kasih karena kau sudah mengijinkan ku untuk menginap di mansion mu." "Tidak masalah," ucap Brian seraya tersenyum lalu kembali fokus pada kemudinya. Sesampainya di mansion milik sang ibu, Vallery segera menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia memejamkan matanya saat wajah Brian melintas di pikirannya. Wajah tampan yang memiliki mata coklat yang sangat indah. Ia tersenyum saat bayangan Brian memeluk diri nya tadi malam. Dia sangat tampan. gumam Vallery dalam hati. Tak terasa rasa kantuk menghampiri Vallery, ia terlalu kelelahan dengan kejadian tadi malam, dimana ia merasakan ketakutan sebanyak dua kali dalam satu malam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD