KIRKJUFELLSFOSS

1005 Words
----- Brian Pov ----- "Jadi ... ?" Vallery menggantungkan kata-katanya, membuat ku menoleh memandangi wajahnya yang masih terlihat bingung. "Ya, apa yang ada di pikiran mu saat ini adalah benar." Aku tersenyum saat ia menoleh menatap ku. "Dia adalah Liza tunangan ku," tambah ku, aku berlutut di hadapan pusara makam Liza, ku sentuh batu nisannya seraya tersenyum. "Hi, I'm coming back, Liza. Bisa kau lihat jika aku tidak datang sendirian ... ." Aku menoleh, menatap Vallery yang masih berdiri di samping ku, ia menatap ku. Aku kembali memandangi batu nisan milik Liza. "Aku datang bersama seseorang yang baru saja hadir dalam hidupku, aku harap kau bisa menerima kehadirannya," ucap ku seraya tersenyum. "Kau tahu bukan? Hidupku terasa sangat asing saat kau pergi, aku merasa tidak memiliki seorang yang bisa mengerti bagaimana diriku, namun ku rasa semua telah berubah saat ini dengan kehadiran Vallery. Ia sangat berpengaruh bagiku." "Apa maksudmu?" Aku menoleh mendengar pertanyaan dari Vallery. "Diamlah, aku sedang berbicara dengan tunangan ku," ujar ku dan ia hanya bisa mencibir seraya memutar bola matanya. "Okay, lanjutkan." "Aku tahu aku sangat jarang mengunjungi mu, aku minta maaf. Tapi aku yakin bahwa kau tahu apa alasannya, aku terlalu sibuk, I'm so sorry. Tenanglah di sana Liza, aku akan selalu mendoakan mu." Aku kembali tersenyum lalu berdiri. Aku menatap Vallery, ia juga menatap ku, pandangannya tidak bisa ku tebak, entah apa yang ia pikirkan saat ini. "Okay, saatnya menikmati liburan kita." "Bisa kau ulangi perkataan mu?" Aku sedikit mengernyit mendengar pertanyaan Vallery, aku tersenyum menyeringai. Aku menangkup wajahnya dengan kedua tanganku dengan lembut. "Ternyata sampai saat ini penyakitmu itu belum hilang." Alisnya yang indah bertautan mendengar perkataan ku namun ia tidak melepaskan tanganku dari wajahnya, ku rasa ia sudah menerima kehadiran ku. "Apa maksudmu?" tanya nya dengan mata yang menyipit. "Sejak pertama kali kita bertemu, penyakit mu itu belum hilang juga. Kau masih tuli!" Tiba-tiba wajahnya memerah dan aku segera melepaskan kedua tanganku dari wajahnya, aku berlari menuju mobil yang berada di luar pemakaman. "Brian!!" Aku tertawa mendengar suara Vallery yang meneriaki nama ku. "Sekarang kita akan kemana?" tanya nya ketika kami sudah berada di dalam mobil, aku menoleh saat Vallery memulai percakapan. "Kau sudah tidak marah lagi pada ku, hem?" Aku menggodanya dan raut wajahnya kembali tertekuk. "Setiap detik aku selalu marah padamu, Brian." Ia mendesis dan hal itu membuat ku terkekeh. "Aku tidak yakin dengan perkataan mu." Aku tersenyum seraya menatapi jalanan yang ada di hadapan ku. "Tapi aku sangat yakin dengan perkataan ku." Aku menyeringai mendengar perkataannya. "Bagiamana kau bisa marah tapi kau membalas ciuman ku saat itu? Tolong jelaskan pada ku Mrs. Quenzell, karna aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pemikiran mu." Aku menatap Vallery yang sedang salah tingkah, aku menahan tawa ku yang akan meledak saat ini, wanita ini benar-benar menggemaskan. "Aku khilaf." Dua kata itu tidak bisa membuat ku menahan tawa, aku tertawa terbahak-bahak seraya melirik Vallery dari sudut mataku, wajahnya memerah dan itu membuat ku semakin tertawa. "Kau benar-benar menyebalkan, Brian!" erangnya terlihat sangat frustasi. "Bukan aku yang menyebalkan, tapi kau yang terlalu munafik!" Aku terkekeh. Ia melipat kedua tangannya dan aku kembali fokus mengemudi. Aku mengehentikan mobil ku di tepi jalan. Tempat ini adalah tujuan ku membawa Vallery kemari, aku menoleh menatapnya. Ia terlihat sedikit terkejut dengan pemandangan yang ada di samping nya. "Brian, itu ... ." Ia menggantung kalimatnya seraya menunjuk pemandangan indah di hadapan kami, tempat inilah yang membuat ku membawa Vallery kemari. "Kau menyukainya?" Aku tersenyum dan ia menoleh ke arah ku, senyuman mengembang di wajah cantiknya. "Of course!" Ia keluar dari mobil dengan semangat dan aku segera mengikutinya. Ia masih terlihat tersenyum memandangi air terjun Kirkjufellsfoss yang saat ini sudah ada di hadapan kami. Banyak fotografer yang mengabadikan air terjun ini, mengingat air terjun ini berdekatan dengan gunung berbentuk 'cone' yang menjadi ikon di Islandia. Banyak traveller yang mengunjungi air terjun ini karena lokasinya yang mudah ditemukan, berdekatan dengan desa nelayan Grundarfjordur, di sisi utara dari Peninsula. Itu pula yang membuat ku berfikir untuk membawa Vallery kemari sekaligus menjelaskan kepada Vallery bahwa Liza sudah tiada. Aku mendekat ke arah Vallery lalu merengkuh pinggangnya, ia tidak menolak kemudian ia menoleh ke arah ku dengan senyuman yang masih mengembang di wajahnya. "Aku membawa mu kemari untuk melihat pemandangan ini." Aku tersenyum. "Karna ini kau membawa ku kemari?" "Ya, sudah ku katakan bukan akan ku bawa kau ke tempat yang sangat indah, dan sudah ku katakan sebelumnya jika aku ingin melihat tempat-tempat yang sangat indah dengan mu, hanya dengan mu." Wajah Vallery merona, membuat ku tersenyum. "Thanks, Brian." "Anything for you." Mendengar perkataan ku yang seperti itu, ia tersenyum lalu memalingkan wajahnya. "Come on." Aku menggenggam jemarinya dan kami berjalan menuju aliran air dari air terjun tersebut. Air dari air terjun ini begitu jernih. "Brian, what are you doing?!" Vallery terkejut saat aku melepaskan kemeja hitam yang ku kenakan, menyisakan kaos tanpa lengan berwarna navy pemberian dari Liza dulu. "What? Aku hanya melepas kemeja ku." ----- Vallery Pov ----- Brian menoleh ke arah aliran air dan saat itu juga aku tertegun saat memandangi otot lengan Brian, aku yakin jika d**a dan perut dari pria ini juga berotot mengingat bagaimana lengan berotot Brian yang sangat besar saat ini. Brian berdehem dan seketika lamunan ku terpecah. "Kau tidak perlu terpesona seperti itu, Vallery." Aku tersenyum menyeringai. "Kau tahu saja jika aku sedang terpesona" aku tersenyum. Brian tampak terkejut mendengar perkataan ku, lalu ia berdehem, aku tahu itu hanya caranya untuk menetralisir rasa gugupnya saat ini. "Aku tahu sejak tadi kau terpesona dengan ku, buktinya kau memandangi ku sejak tadi." "Really?" Aku mengangkat alisku menantang perkataannya. "Ya." Ia tersenyum. "Kau membawa ku kemari untuk apa?" Ia mengernyit lalu menautkan kedua alisnya, aku tersenyum. "Untuk melihat air terjun," jawabnya polos. "Dan sekarang air terjun itu ada di belakang mu, kau menutupi pandangan ku untuk melihat air terjun itu." Aku menunjuk air terjun yang berada tepat di belakang Brian, Brian terlihat melongo mendengar penjelasan ku. "Kau terlalu percaya diri jika aku terpesona dengan mu." Aku terkekeh dan berlalu meninggalkan Brian yang masih mematung menatap ku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD