-----
Vallery Pov
-----
Liza maafkan aku, jangan tinggalkan aku.
Aku terkejut saat mengingat kejadian dimana Brian memeluk ku pada malam itu ketika ia pingsan, seketika aku sadar bahwa yang aku lakukan saat ini adalah salah, tidak seharusnya aku membalas ciuman dari seseorang yang sudah bertunangan.
Ku dorong tubuhnya agar ciuman kami terlepas, ia menatap ku dengan bingung, nafasnya memburu menerpa leherku. Aku menunduk menghindari tatapan matanya.
Brian menarik tubuhku kembali mendekati tubuhnya "Vallery ... ," ucapnya lembut namun aku tidak bisa menjawab panggilan itu, aku terlalu malu untuk melihat wajahnya.
Brian tiba-tiba menyentuh pipi kanan ku dan mengangkat daguku, pandangan kami bertemu dan aku benar-benar mati kutu untuk saat ini. "Vallery ... ."
"Lupakan, Brian," aku memotong ucapannya.
"Lupakan kejadian tadi, aku rasa semakin berbahaya jika aku berada di dekat mu," tambah ku, ia terdiam melihat respon ku.
"Kau telah bertunangan," tambah ku lagi, mendengar perkataan ku kali ini, Brian kembali menarik tubuhku dan mendekap ku. Dekapannya terasa sangat erat, sesekali ia mengusap punggungku sedangkan aku terdiam mendengar irama jantungnya yang begitu menenangkan.
"Akan ku jelaskan semuanya," ucapnya seraya mencium pipi kanan ku, tubuhku kembali menegang, bahkan hingga saat ini aku belum turun dari pangkuannya.
•••VB•••
Aku menatap langit-langit kamar ini, aku bahkan tidak menyangka jika Brian juga memiliki mansion di tempat ini, Islandia. Setelah kejadian di dalam mobil tadi, Brian membawa ku ke mansion miliknya yang berada di Islandia, bahkan selama perjalanan kami tidak saling bicara, namun tanganku tidak lepas dari genggaman tangannya.
Aku bangkit dari tidur ku dan disaat itu pula pintu kamar terbuka, Brian muncul, membuat ku reflek mengalihkan pandangan ku dari tatapan matanya. Tak butuh waktu lama ia sudah berdiri di hadapan ku lalu berlutut, membuat ku sedikit terkejut. Ia menggenggam jemari tanganku dan menatap ku lekat-lekat.
"Kau belum makan sejak dari bandara, maukah-"
"Aku tidak lapar," ucap ku memotong perkataannya.
"Kau ... ." Ia menggantung perkataannya, membuat ku menunggu.
Tiba-tiba Brian menarik lenganku hingga tubuhku menabrak tubuhnya yang sudah berdiri tegak. Ia memeluk ku dengan erat dan sesekali mengecup puncak kepalaku.
"Aku tahu ini terlalu cepat untuk mu, tapi akan ku tunjukkan padamu jika aku tidak main-main. You were made to be mine. Nothing could keep us apart," bisiknya tepat di samping telinga ku, membuat kakiku terasa lemas mendengar ucapannya, kemudian ia mencium keningku.
"Kau harus makan, aku tidak akan membiarkan mu tidur sebelum makan." Ia menarik ku lalu menuntun ku menuju lantai bawah, kami berjalan menuju ruang makan dan aku pasrah.
•••VB•••
Aku mengerjapkan mataku melihat sinar matahari yang membuat mataku sedikit terasa silau. Aku merasa malas untuk bangun, harusnya semalam aku menutup tirai jendela itu agar aku bisa tidur lebih lama lagi. Ternyata sudah pagi. Aku hendak bangun dari tidur ku namun ku rasakan sesuatu yang sangat berat mengikat perutku.
Ku sibakkan selimut yang menutup tubuhku dan mendapati sebuah tangan melingkari perutku, aku sedikit terkejut dan menoleh ke belakang.
Brian ... .?
Ku lihat Brian memeluk ku dari belakang dengan mata yang masih terpejam. Seketika aku ingin memakinya dan meminta penjelasan darinya mengapa ia bisa tidur di samping ku, namun perhatian ku teralihkan dengan wajahnya yang terlihat sangat polos ketika sedang tertidur.
Ku sentuh rahangnya yang ditumbuhi beberapa bulu halus, saat sedang tidurpun dia bahkan sangat tampan, aku tersenyum menatapnya. Aku menatap ke bawah dan ku dapati Brian tidak memakai baju, membuat ku sedikit terkejut melihat dadanya yang bidang dan berotot. Tiba-tiba Brian membuka matanya, membuat ku menarik jemariku yang sempat berada di rahangnya. Ia menarik ku ke dalam pelukannya.
"Kau sudah bangun?" tanya nya dengan suara serak yang menurut ku sangat seksi. Aroma tubuhnya memabukkan ku. Aku mengerjapkan mataku.
"Brian apa yang kau lakukan di sini?" tanya ku seraya mendorong dadanya agar pelukan ini terlepas, namun sepertinya sia-sia, tenaganya melibihi tenaga ku sekalipun saat bangun tidur.
"Aku sedang memeluk mu." Aku sedikit kesal dengan sikapnya yang kelewat tenang.
"Brian, apa kau tidak sadar jika kau sudah bertunangan? Bisa-bisanya kau tidur bersama wanita lain."
"Hari ini aku akan mengajak mu untuk menemuinya." Aku terkejut mendengar perkataannya.
"Kau benar-benar pria yang sangat b******k!" ia menunduk menatap wajahku. Kening kami bertautan namun aku menatapnya dengan tajam, aku benar-benar marah dengan sikapnya, aku bahkan tidak mengerti bagaimana calon tunangan nya bisa jatuh cinta dengan pria seperti Brian Abraham.
"Aku akan membuat mu menarik kata-kata itu, Vallery." Tubuhku menegang mendengar perkataannya. Aku salah sudah berurusan dengan orang ini