DI DALAM PRIVAT JET

1319 Words
----- Vallery Pov ----- Aku menutup mulutku yang menganga saat melihat sebuah jet yang sangat mewah di hadapan ku, aku menoleh ke arah Brian yang ada di samping kanan ku, ia tersenyum. "Brian ... ." Belum sempat aku melanjutkan perkataan ku, lelaki itu telah menutup mulutku dengan telunjuk tangannya. "Aku tahu kau akan bertanya 'apakah jet ini milik mu, Brian?' " Ia tersenyum menggoda ku. "Ya, jadi apakah jet ini milik mu?" Aku menatapnya tidak percaya. "No." Aku menautkan kedua alisku mendengar perkataannya. "Tapi bagian ekor jet ini terukir nama belakang mu," ucap ku seraya menunjuk bagian ekor jet yang ada di hadapan ku saat ini, tertulis sebuah nama ABRAHAM di sana. Brian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya lalu menatap jet mewah yang ada di hadapan kami. "Ketahuilah Nona, nama Abraham tidak hanya milikku saja, kau pasti tahu maksudku bukan?" Aku melipat kedua tanganku di depan d**a. "Ya, I know, dan aku tidak yakin jika pria seperti mu memiliki sebuah privat jet yang sangat mewah seperti ini" aku memalingkan wajahku namun tiba-tiba ia berdiri di hadapan ku dan memajukan wajahnya mendekati wajahku dengan kedua tangan yang masih tersimpan di dalam saku celana nya. "Kau lupa siapa aku, Vallery? Aku adalah pemilik Sky Magazine yang sangat terkenal, yang tidak lain adalah BOS mu!" tegasnya membuat ku merasakan ada sesuatu yang memukul kepalaku dari belakang. "Bersikap manislah agar aku tidak memecat mu dan menggungat mu karna kau telah meremehkan ku." Ia menyeringai di depan wajahku, ingin sekali aku mengacak-acak wajahnya saat ini. Di saat aku ingin memprotes perktaannya, ia segera pergi dari hadapan ku dan berjalan menuju tangga jet tersebut. Aku terdiam di tempat ku berdiri saat ini, aku benar-benar tidak mau mengikutinya. Saat jarak Brian dan tangga jet tersebut tinggal beberapa langkah lagi ia berhenti, ia menoleh lalu mengernyit menatap ku, setelah itu ia kembali berjalan ke arah ku dan bisa ku rasakan tubuhku menegang saat ini. Rasanya aku ingin lari ke belakang menjauhinya tapi kakiku terasa sulit digerakkan hingga Brian sudah berdiri di hadapan ku. Matanya menatap ku dengan tajam dan itu membuat ku sedikit takut, tiba-tiba ia mengangkat tubuhku, aku terkejut karna ku rasakan kepalaku seolah terlempar ke bawah. Aku semakin terkejut saat menyadari bahwa Brian menyampirkan tubuhku di pundaknya, aku menatap aspal yang ada di atas kepalaku. "Brian turunkan aku!" teriak ku seraya meronta-ronta namun Brian seperti tidak peduli, sedetik kemudian Brian berjalan dan membuat ku sangat takut. "Brian lepaskan aku!" Aku memukuli punggungnya yang terbalut dengan suit mewah berwarna hitam pekat. "Never." Aku terdiam sangat mendengar suaranya yang sangat rendah. "I never let you go, Vallery," tambahnya, aku kembali terkejut, bukan karena mendengar perkataan itu namun aku terkejut saat tangan Brian meremas b****g ku dan mencium paha kanan ku. "Oh, s**t!" Brian tertawa terbahak-bahak saat aku mengumpat perlakuannya. •••VB••• Aku menatap keluar jendela dari jet mewah ini namun tiba-tiba aku terkejut saat Brian dengan tiba-tiba melingkarkan lengannya di perutku lalu mengecup leher bagian kanan ku. "Brian!" Aku melototinya dan ia hanya terkekeh pelan. "Sejak awal aku bertemu dengan mu, kau selalu temperamental, sikap manis mu padaku bisa dihitung dengan jari." Ucapnya tanpa melepaskan rengkuhan tangannya. Aku memutar bola mataku lalu menjauhkan wajahku dari wajahnya yang hanya berjarak beberapa sentimeter. "Berapa kali kita bertemu pun bisa dihitung dengan jari, Brian. Lalu apa masalahnya jika aku sering temperamental padamu?" Aku memalingkan wajahku kembali menatap keluar jendela. "Aku sedikit kesal dengan tingkah laku mu itu," ujarnya, aku kembali menatap wajahnya dan melipat tanganku di depan d**a tanpa melepaskan lengan kanan nya yang melingkari perutku. "Rasa kesal ku pada mu jauh lebih banyak dibandingkan rasa kesal mu padaku, Tuan Brian yang terhormat." Ia mengerutkan dahinya. "Why?" Aku melepas tautan tanganku dan menegakkan tubuhku di hadapannya. "Pertama, kau merendahkan ku saat kita bertemu, kedua kau menyebut nama wanita lain di saat aku begitu mencemaskan mu, ketiga kau mencium ku tanpa ijin dan ke empat kau membawa ku ke tempat yang sangat jauh bahkan aku tidak pernah kesana Brian!" ucap ku frustasi dengan nafas yang memburu. Brian tertawa melihat reaksi ku, ia menangkup wajahku dengan kedua tangannya yang kokoh namun aku segera menepisnya, membuat ia semakin tertawa. "Relax, okay? Kau terlihat sangat emosi jika sedang marah seperti ini, lihatlah ... ." ucapan Brian terjeda dan matanya turun menatap dadaku. " ... payudaramu naik turun, astaga kau membuat ku b*******h!" Ia menyeringai dan ku rasakan wajahku memanas. "Brian!" Aku mengacak-acak wajah dan rambutnya namun ia tidak berhenti tertawa dan beberapa detik kemudian ia memeluk ku, membuat wajahku berada di dadanya yang bidang, aku masih marah dan ia belum berhenti tertawa, amarah ku meredam saat aku mendengarkan detak jantungnya yang berirama. "Kenapa kau kesal saat aku menyebut nama wanita lain waktu itu?" Aku melepaskan pelukannya. "Karna itu membuat ku seperti seorang wanita yang cintanya bertepuk sebelah tangan!" ucap ku kesal, Brian kembali menangkup wajahku, hembusan nafasnya menerpa wajahku dengan lembut, ku amati wajahnya yang begitu tampan, sungguh, aku tidak bisa beralih dari mata tajamnya yang bersinar. "Mulai saat ini cintamu tidak akan bertepuk sebelah tangan, Vallery." Setelah mengucapkan kalimat itu Brian melumat bibirku dengan lembut, membuat ku begitu terkejut. Di tempat lain seorang pria tengah menikmati sebatang rokok yang ada di antara jemarinya seraya mengamati seorang pria yang berdiri di hadapannya. “Katakan apa yang ingin kau bicarakan padaku?” tanya seorang pria bernama Alex Matthew kepada pria yang ada di hadapannya yang tak lain adalah Dominic Ricardo. Dominic kembali mengembuskan asap rokok di udara lalu menatap Alex yang tengah berdiri di antara para penjaganya. “Mudah saja, kau begitu membenci pria itu, bukan?” tanya Dominic membuat rahang Alex mengeras. “Kau sudah tahu jawabannya.” “Aku tahu bagaimana sakitnya hatimu ketika pria itu merebut kekasih mu, jika kau ingin membuatnya hancur, jangan terlalu fokus untuk menyakitinya.” “Apa maksudmu?!” tanya Alex yang menggeram marah, menolak mentah-mentah saran dari Dominic sedangkan Dominic tertawa begitu keras di tengah-tengah nafas Alex yang memburu. “Kau kurang bermain sedikit dengan pikiranmu,” ujar Dominic setenang mungkin walaupun ia sangat ingin memaki Alex karena kebodohan pria itu. “Jadikan wanitanya sebagai target mu, maka pria itu akan hancur dengan sendirinya.” Alex terkejut mendengar ide yang begitu brilliant dari Dominic. Kenapa aku tidak berpikir hingga kesana? tanya Alex dalam hati sedangkan Dominic menyeringai ketika melihat wajah terkejut dari Alex setelah mendengar saran yang ia lontarkan. “Kau benar,” ucap Alex. “Ikuti pria itu ke Islandia, aku sudah menyiapkan privat jet untuk mu, aku dan para orang ku akan melacak mereka dari sini, kau hanya perlu mengikuti intruksi dari ku,” ujar Dominic yang diangguki oleh Alex, setelahnya Alex pergi dari mansion Dominic yang begitu megah. “Aku tidak pernah menyangka ternyata banyak yang menginginkan kehancuran pria itu,” ujar seorang pria yang berdiri di belakang Dominic sembari melihat lapangan golf yang begitu luas dari balik jendela mansion tersebut, Dominic menoleh saat mendengar perkataan sahabatnya tersebut, ia tersenyum ke arah pria bernama Mario Daniel yang berdiri memunggunginya. “Kau bisa bergabung dengan ku. Jika kau tidak bisa menghancurkan wanita licik itu, kau bisa menghancurkan anaknya,” ujar Dominic membuat Mariano menoleh. “Mungkin itu ide yang bagus dan aku tidak sabar membalas dendam atas kematian kedua orang tua ku,” jawab Mario membuat Dominic bangkit dari duduk nya. “Bagaimana kabar adikmu? Hingga saat ini aku belum pernah melihatnya semejak dua puluh tahun yang lalu,” tanya Dominic membuat Mario tersenyum. “Dia baik-baik saja, saat ini dia bekerja sebagai bodyguard seorang Billionare muda, namun aku tidak tahu siapa nama Billionare tersebut, but it’s okay, aku tidak mempermasalahkannya, yang terpenting adalah Andrew tidak terjerumus dalam dunia mafia seperti ku.” “Ya, itu jauh lebih baik,” ucap Dominic lalu kembali termenung, ia melihat bagaimana Mario menyayangi Andrew selama ini, seperti yang ia lakukan terhadap Liza adiknya, namun akibat kesalahan dari Brian ia harus kehilangan satu-satunya keluarga yang ia miliki. Tenang saja, Liza. Kakak mu ini tidak akan membiarkan orang yang kau cintai hidup dengan ketenangan bersama wanita manapun. Beraninya Brian membawa jalang baru nya ke tanah tempat peristirahatan terakhir mu. Batin Dominic dalam hati
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD