"Hari ini kau ada jadwal pemotretan dengan Sky Magazine," ucap Ruberta tanpa menatap wajah Vallery karena ia sibuk mengemasi perlengkapan Vallery.
"Sky Magazine?" tanya Vallery bingung.
"Hmm," jawab Ruberta lalu Vallery berjalan mendekatinya.
"Aku baru mendengar nama majalah itu," ujar Vallery membuat Ruberta memutar bola matanya.
"Yang benar saja jika kau baru mendengar nama majalah itu sedangkan kemarin kau baru saja menandatangani kontrak dengan Sky Magazine?" ujar Ruberta kesal.
Vallery hanya mengangkat kedua bahunya dengan sikap acuh. "By the way, apa kau tahu siapa pemilik perusahaan majalah itu?" Vallery duduk di sofa.
Ruberta menghela nafas dengan pelan. "Tentu saja, Vallery."
"Siapa namanya?" tanya Vallery ingin tahu.
"Brian Abraham," seketika tubuh Vallery menegang mendengar nama itu tak lama kemudian ia menggeleng, menepis pemikiran konyol ada ada di kepalanya
Tidak mungkin, Brian yang ku kenal bukanlah pemilik perusahaan itu. Ruberta melihat Vallery sedang melamun, ia sedikit bingung kenapa akhir-akhir ini Vallery sering melamun, ia berdehem membuat Vallery terkejut.
"Ayo, jangan sampai kita telat." Ruberta berjalan menuju pintu diikuti oleh Vallery di belakangnya.
Setelah pemotretan yang berjalan selama hampir lima jam telah selesai, Vallery dan Ruberta bergegas kembali apartement, mereka berjalan menuju halaman parkir.
"Aku ingin kita mampir dulu di restoran," ucap Vallery seraya menatap Ruberta, langkah Ruberta terhenti dan ia menoleh menatap Vallery.
"Aku sudah masak pasta kesukaan mu, Vallery." Ruberta terlihat kesal dengan keinginan Vallery, lalu ia berjalan kembali. Saat Vallery akan mengikuti langkah Ruberta tiba-tiba seseorang menabraknya, tubuhnya terpental ke belakang karna tabrakan itu begitu kuat, Vallery jatuh terjerembab ke bawah.
"Aww!" pekik Vallery.
"I'm sorry." Mendengar suara orang yang menabraknya membuat Vallery mendongak, di saat bersamaan orang itu mencoba untuk membantu Vallery bangun. Vallery terkejut saat melihat orang itu, tak jauh dari Vallery, Ruberta menatap Vallery dan orang itu dengan mulut menganga, iapun terkejut.
"Vallery?" ucap Brian lirih.
Vallery tampak cantik di mata Brian, Vallery mengenakan sweater rajut berwarna putih yang terlihat sangat sempurna di tubuh Vallery di tambah rambutnya yang ikal saat ini membuat Vallery semakin cantik. Brian ingin membantu Vallery berdiri namun Vallery menepis uluran tangan Brian, Vallery bangun dengan sendirinya dan berdiri di hadapan Brian.
"Pakai matamu jika sedang berjalan!" ketus Vallery lalu meninggalkan Brian, namun langkah Vallery terhenti karena Brian mencekal lengannya.
"Vallery, I'm so sorry." Brian memandang wajah Vallery dengan lembut, namun ia melihat ada kepedihan dalam wajah Vallery. Vallery melepaskan cekalan tangan Brian di legannya namun sangat susah karena Brian menggenggam tangan Vallery begitu erat, sadar bahwa Vallery dan Brian telah saling mengenal, Ruberta pergi meninggalkan mereka berdua.
"Simpan maaf mu, aku tidak butuh maaf dari mu," desis Vallery, mendengar perkataan itu Brian menarik Vallery dan merengkuh pinggang wanita itu. Vallery terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Brian, ia mencoba membuat jarak dengan menahan tangannya pada d**a Brian yang bidang. Brian mendekatkan wajahnya pada Vallery, ia menatap wanita itu tepat di kedua manik mata Vallery yang begitu indah berwarna biru.
"Apakah sulit untuk memaafkan ku?" tanya Brian dengan lembut, membuat jantung Vallery berdebar begitu kencang.
"Ya," jawab Vallery seraya membuang muka namun ia merasakan sebuah tangan memegang tengkuknya, sedetik kemudian ia merasakan bibirnya terasa hangat.
Vallery terkejut saat Brian menciumnya, mata Vallery membulat dan jantungnya berdebar sangat kencang. Brian tidak peduli dengan apa yang akan terjadi setelah ia mencium bibir wanita itu, ia merasa bahwa ia sudah mencintai Vallery ketika melihat wanita itu menangis untuk yang pertama kalinya.
Saat Vallery hendak membalas ciuman Brian, ia tersadar bahwa Brian sudah bertunangan, dengan sekuat tenaga Vallery mendorong tubuh Brian hingga ciuman mereka terlepas namun lengan Brian masih melingkari pinggang Vallery. Brian terkejut dengan sikap Vallery. Nafas Brian memburu namun tidak dengan Vallery. Tatapan Vallery begitu tajam menatap Brian.
"Vallery ... ," ucap Brian saat melihat mata Vallery yang berkaca-kaca.
"Apa kau lupa jika kau sudah bertunangan?" tanya Vallery, saat Brian akan menjawab Vallery kembali mendorong tubuh Brian hingga rengkuhan lengan Brian terlepas dari pinggang wanita itu.
"Jika hubungan mu dengan tunangan mu itu sedang bermasalah bukan berarti kau bisa menjadikan aku pelampiasan nafsu mu!" teriak Vallery, ia menatap tajam mata Brian setelah itu ia bergegas pergi dari hadapan Brian.
Aku tidak ingin mencari pengganti Liza, tapi entah kenapa kau berhasil membuat ku selalu tertarik padamu, seolah kau adalah magnet dan aku besi nya. Kau adalah wanita yang aku cintai setelah kepergian Liza. Aku tahu ini terlalu cepat tapi aku yakin bahwa aku mencintaimu, Vallery.
Brian menatap punggung Vallery yang sudah menjauh.
Rasanya begitu sesak saat melihat Vallery pergi menjauhinya, ia ingat kejadian beberapa waktu yang lalu saat Vallery menangis, entah mengapa hal itu membuat hati Brian terasa sakit. Wanita cantik yang baru ia temui beberapa hari yang lalu itu sukses membuatnya jatuh cinta untuk yang kedua kalinya.
Aku yakin jika kau juga memiliki perasaan yang sama terhadap ku. batin Brian lalu ia tersenyum mengingat bagaimana Vallery mencemaskannya saat ia pingsan.
Brian kembali menuju parkiran, berniat akan mengikuti kemana Vallery pergi. Brian berhasil mengikuti Vallery hingga mobil Vallery berhenti di sebuah apartement. Brian mengernyit.
Bukankah ini bangunan apartement milik Dave? Bukankah Vallery tinggal di mansion ibunya? Mengapa ia berhenti di apartement ini? Batin Brian.