Malam pertama yang dibayangkan oleh Malika ternyata tidak semulus jalan tol. Ternyata, semuanya sangat berbeda dengan apa yang dilihatnya di drama televisi. Tidak ada kesan romantis, pun hal yang membuat orang merasa malu-malu geli.
Aduh! Ini, sih, namanya bencana kuadrat!
‘Sialan! Gue udah dikerjain ama dia, sekarang malah harus menderita di kamar mandi seperti ini? Yang bener aja? Bikin malu banget! Mau ditaro di mana muka gue? Astaga!!!’ maki Malika dalam hati ketika sibuk duduk di toilet tanpa melakukan apa pun.
Wanita itu pura-pura datang bulan untuk menghindari malam pertamanya, padahal baru akan datang seminggu lagi. Kenapa dia sampai begitu? Tentu saja agar dia tetap menjaga harga dirinya setelah suaminya mengerjainya dengan sangat tega!
Rivaldi pura-pura ingin melakukannya, melihat reaksi kaget dan malu-malu, tapi pada akhirnya ternyata dibatalkan juga oleh pria itu dengan alasan sangat lelah dengan pernikahan dadakan mereka. Tentu saja Malika terbengong seperti orang bodoh di depannya! Dasar sialan!
Jangan bilang dia ada dendam waktu pertemuan pertama mereka di gedung parkiran dulu?! Kampret!!!
Apa pula alasannya capek gara-gara acara seharian ini?
Siapa yang suruh nikah dadakan kayak gitu? Salah siapa coba?
“Sudah belum? Masih sakit, tidak?” teriak Rivaldi dingin dari balik pintu.
Malika kaget sampai hampir menjatuhkan benda di tangannya.
Aduh! Karena harus akting maksimal, dia sampai membawa pembalut bersamanya!
“Sialan! Kutu kumpret! Suami apaan yang ngagetin istrinya di malam pertama kek gini? Di kamar mandi pula?!” gerutunya dalam bisikan kecil. Tangan kanan melakukan gerakan hendak memukul ke arah pria di balik pintu.
“Iya! Bentar, Om! Udah nggak sakit lagi, kok!” teriaknya malas-malasanya.
“Kalau begitu, saya tidur duluan. Kalau ada apa-apa bangunkan saya, atau panggil saja mbok Murni.”
“Iya, suamiku sayang!” balas Malika dengan suara manis dibuat-buat.
Rivaldi mengerutkan kening kesal dan ganjil, menggelengkan kepala pasrah, dan segera berjalan menuju ranjang mewah yang sudah bertabur bunga dan hal-hal indah lainnya, khusus untuk pengantin baru.
Sekarang, pasangan suami istri baru itu telah berada di mansion megah yang sulit diucapkan dengan kata-kata. Bahkan, ketika Malika melihat tempat tujuan mereka berdua, mulutnya sampai menganga tak percaya. Rasanya seperti masuk ke dalam sinetron ikan terbang!
“Berhenti menganga seperti itu. Tidak takut rahangmu jatuh betulan?” sindir Rivaldi kala itu dengan pembawaan cuek dan malas.
Malika yang menempel di jendela mobil segera memperbaiki duduknya dengan wajah cemberut.
“Apa tidak bisa sedikit pengertian, Om? Saya, kan, baru melihat hal seperti itu. Om, kan, sangat kaya. Dunia kita sangat berbeda, kan?” terang Malika dengan gaya bahasa yang mencoba sangat formal. Terasa sangat aneh di lidah dan telinganya sendiri.
Rivaldi tidak mengatakan apa-apa, dan segera menutup mata usai menjalani pesta pernikahan yang berakhir pukul 8 malam ini. Dia duduk bersandar dengan kedua tangan terlipat di dadanya.
Adegan percakapan di mobil itu terbayang di benak Malika selama beberapa saat, dan berakhir dengan adegan di atas ranjang sebelumnya yang penuh dengan salah paham sang wanita.
“Apa, sih, maksudnya ngomong dia masih perjaka juga? Ngeledek, ya? Atau dia cuma asal ngomong aja? Menghibur gitu?” tanya Malika kepada diri sendiri, memiringkan kepalanya dengan ekspresi bodoh.
Bukan hanya kepikiran dengan rumah megah yang akan ditempatinya sekarang, tapi juga kepribadian suaminya yang sangat dingin dan aneh. Dia bermuka tembok es, tapi jangan-jangan dia suka bercanda juga, ya?
Tidak mau terlalu memikirkan perkataan aneh dari seorang duda beranak satu, Malika buru-buru memakai celananya dan bergegas keluar kamar mandi.
‘Gila! Kamar mandi aja udah luas banget. Buang-buang tanah, nggak, sih?’ batin Malika iseng, lalu melirik ke arah ranjang di mana sosok pria tampan itu sudah tertidur lelap.
Malika memajukan mulutnya sebal, mata menyipit tajam.
“Yeee... mentang-mentang gue haid, trus dia jadi nggak bersemangat gitu? Emang gue mau tidur ama lo? Kegeeran banget jadi lakik,” gumam Malika dengan suara super kecil. Masih juga sok akting dengan sandiwaranya.
“Kalau tidak mau dimakan olehku, sebaiknya kamu diam saja dan cepat pergi tidur,” balas Rivaldi tiba-tiba dengan gaya bahasa sedikit santai, membuat Malika kaget hingga mundur selangkah.
“ANJIRRR!!! KAGET GUE, BANGSATTT!!!” pekik Maliak spontan.
Rivaldi yang baru saja berbalik untuk melihatnya, mengerutkan kening dalam.
“Apa kamu tidak bisa berbicara yang baik dan benar? Sekarang kamu sedang berbicara dengan suamimu sendiri. Bukan teman, atau pun kenalan dekatmu yang kamu aja bicara sesuka hati. Tolong perbaiki cara bicaramu mulai sekarang, Nyonya Geovani. Kita bicara yang sewajarnya mulai sekarang sebagai pasangan.”
Malika menciut dengan wajah bersalah. Lidahnya terasa kelu.
Sebenarnya, dia juga dulunya selalu berkata sopan. Tapi, mungkin karena cobaan hidup yang berat, makanya kepribadiannya menjadi keras dan kasar.
“Iya. Iya. Maafkan saya, suamiku sayang. Saya berjanji akan menjadi istri yang baik mulai besok,” balas Malika dengan mata dilirikkan ke arah lain, keringat gelisah melihat mata suaminya seketika melotot hebat ketika mendengar kalimat terakhirnya.
“Ini, kan, baru pertama kali saya menikah, Om! Mana saya tahu cara menjadi istri yang baik dan benar? Lagian, siapa yang suruh Om datang ke rumah saya, trus ngajak nikah dadakan? Kalau nggak suka, ya, jangan dipaksa, dong! Aneh banget!”
Rivaldi tidak membalasnya sama sekali, lalu segera mengedikkan kepalanya ke arah bantal. “Tidur, atau kamu akan menyesal malam ini juga.”
Malika segera paham maksudnya, dan buru-buru naik ke atas ranjang. Meraih selimut menutupi kepalanya, dan berteriak panik, “Saya belum siap benaran, ya, Om! Nggak mau begituan sebelum ada rasa sama sekali! Om juga pasti aneh kalau langsung tidur dengan wanita yang baru dikenal, kan? Sedang haid pulak! Dosa, loh! Menjijijkkan!”
Rivaldi geleng-geleng kepala sekali lagi, dan segera menarik sebagian selimut untuk tidur kembali.
Malika yang tidak merasakan pergerakan apa pun lagi, segera mengintip dari balik selimut.
“Udah tidur, Om?”
Rivaldi yang memunggunginya menjawabnya kesal. “Kamu ingin mengetes kesabaranku, atau ingin tidur di sofa saja?”
Mendengar ancamannya, Malika langsung menarik selimut menutupi kepalanya!
Dia benar-benar suami kejam!
***
“Mama! Papa!” teriak seorang anak perempuan yang langsung berlari memasuki kamar pengantin baru. Di belakangnya, mbok Murni berlari tergopoh-gopoh mengejarnya.
“Non! Nona Kinnan! Aduh, Non! Jangan masuk gitu aja, Non!”
Btari Kinnan adalah putri dari Rivaldi, berumur hampir 4 tahun dan sangat cantik!
Anak perempuan itu tidak mendengarkan peringatan wanita tua yang menjaganya dan langsung naik ke ranjang pasangan suami istri baru tersebut.
“Papa! Papa! Ayo jalan-jalan sama mama baru!” ucapnya dengan nada khas anak kecil yang baru belajar bicara.
“Aduh! Maaf, Tuan! Nona Kinnan masuk gitu aja ke kamar. Padahal tadi sudah mbok kasih tahu supaya tunggu di ruang makan aja.”
Rivaldi memperbaiki posisinya, duduk bersandar di kepala tempat tidur sambil meraih Kinnan ke pangkuannya. “Tidak apa-apa, Mbok. Siapin aja makan paginya. Kinnan biar main sama saya aja.”
“Baik, Tuan!” jawab mbok Murni. Dia lalu melirik ke arah Malika yang bangun dengan wajah kucel dan masih setengah mengantuk. “Pagi, Nyonya!”
Malika merasa salah dengar, lalu dia pun mengucek-ucek matanya. Otaknya cukup lama memproses pemandangan ayah tampan dan putri cantiknya yang sedang bermain dan tertawa bersama.
Ketika adegan kemarin melintas di otaknya, Malika nyaris memekik ketakutan!
“Astaga! Gue lupa kalau udah nikah ama tembok es abadi!” gumamnya kepada diri sendiri, mengabaikan dua manusia yang sedang menatapnya aneh.
Malika merasakan tatapan panas Rivaldi, segera tersenyum cengengesan meminta maaf dengan ucapannya barusan, lalu melihat ke arah Kinnan. “Halo, Kinnan sayang? Selamat pagi? Kamu senang punya mama baru, kan?”
Kemarin, ketika akad nikah berlangsung, Kinnan datang sedikit terlambat sehingga hanya bisa mengikuti sesi foto bersama.
Semula, Malika bertanya-tanya seperti apa putri dari seorang pria berwajah es. Ternyata sangatlah cantik dan manis. Mantan istrinya pasti sangat luar biasa. Tapi, kira-kira kenapa mereka dulu sampai berpisah, ya? Apakah karena sikap dinginnya itu?
Malika bertanya-tanya dalam hati.