Andai Aku Tak Punya Hati

1803 Words
Pilihan yang telah diambil memang selalu membawa dampak yang berbeda-beda untuk hidup setiap manusia yang ada di muka bumi ini. Perubahan yang besar ataupun kecil adalah resiko yang harus kau hadapi begitu kau mengambil pilihan yang diberikan untukmu. Kau pun mulai mengharapkan hal yang mustahil, seperti kembali ke masa lalu agar kau bisa mengubah pilihan yang telah kau ambil karena kau tak mampu menahan pahitnya kenyataan yang kau hadapi. Namun sayang, apa pun yang kau lakukan, kau tak mungkin bisa melakukan hal itu. Setelah membersihkan sisa air matanya. Cantika kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Yang dilihatnya di sana hanyalah seorang wanita bodoh yang tak mau mengakui kebodohannya. Seorang istri yang tak dianggap dan masih berusaha bersikap optimis. Di sana, Cantika melihat semua bagian terburuk dari dirinya. Cantika menatap sendu wajah yang tampak mengenaskan itu. Sungguh, inikah pernikahan yang kau inginkan? Tanya itu dilayangkan Cantika pada dirinya yang terlihat begitu hancur di cermin itu. Amarah menjalar ke penjuru hati Cantika. Ia merasa begitu marah melihat tampangnya yang mengenaskan. Ia marah pada dirinya sendiri yang tak bisa pergi meninggalkan rasa pedihnya. Ia marah pada dirinya yang egois dan memilih untuk menghancurkan masa depannya sendiri. Kemarahan itu membuat Cantika mengambil botol parfum dari meja rias di samping cermin berukuran besar itu dan melemparkannya kuat-kuat. Suara nyaring cermin yang hancur berkeping-keping membuatnya mendapatkan kesadarannya kembali. Seluruh tubuhnya bergetar hebat karena kekacauan yang menguasai sanubarinya. Hatinya begitu kacau. Cantika mengepalkan tangannya kuat-kuat dan mengigit bagian bawah bibirnya. Tatapan marah yang tadinya terlihat jelas di sepasang matanya, perlahan melembut. Ia kembali mengiba pada dirinya sendiri yang merasa marah. Napasnya pun memburu karena perasaan di dalam hatinya. Cantika menggeleng. Tak seharusnya, ia membiarkan dirinya disiksa untuk waktu yang lebih lama lagi. Mengapa ia tak wujudkan saja semua perkataan buruk Tian tentangnya? Mengapa tak ia tunjukkan saja sosok yang selalu Tian anggap adalah dirinya yang sebenarnya? Bukankah Cantika sudah menggunakan semua kelembutan dan juga kebaikan untuk menyentuh hati pria itu? Lalu apa yang didapatkannya? Tak ada selain rasa sakit yang menghujam hati. Cantika memulas riasan tipis di wajahnya, mencoba menutupi jejak-jejak kesedihan yang terlihat di wajahnya. Ia tak ‘kan membiarkan pria itu dan kekasihnya melihat betapa hancur dirinya. Cantika harus terlihat kuat agar pria itu menyerah. Tak seharusnya, Cantika yang terus-terusan mengalah dan menyerah. Lagipula, apa pun yang dilakukannya, pria itu tak ‘kan mungkin bisa mencintainya. Oleh karena itu, biar dirinya simpan cinta itu di dalam hatinya. Ia akan bersikap seolah cintanya telah mati dan pria itu adalah pembunuh perasaannya. “Kamu pasti bisa, Tika!” Ujar Cantika pada pantulan dirinya sendiri, “Lihatlah betapa mengenaskannya dirimu sekarang. Apa kamu nggak malu pada dirimu sendiri karena membiarkan cinta menghancurkanmu? Sampai kapan kamu mau terus menyiksa hati seperti ini?” Cantika mengukir senyum di wajahnya. Ia menarik napas panjang dan menghelanya pelan. Wanita itu pun segera berjalan menuju pintu kamarnya. Ia berdiri terpaku saat membuka pintu dan menemukan Tian tengah berdiri di hadapannya. Tangan pria itu tergantung di udara seolah hendak mengetuk pintunya. Arah pandang Cantika pada tangannya, membuat Tian segera menarik tangannya kembali. Pria itu berdehem, terlihat hendak mengusir kecanggungan yang menjebak mereka. Sedang Cantika menunjukkan wajah datar, meski hatinya tak mampu menghentikan rasa penasarannya. Pertanyaan seperti apa yang pria itu inginkan darinya? Apa yang membuat pria itu terlihat canggung? Atau mengapa pria itu terlihat tengah menunggunya? Andai saja Cantika tak memiliki hati. Mungkin, ia tak perlu dipusingkan dengan berbagai tanya tentang pria yang sedikit pun tak peduli padanya. Andai hatinya benar-benar telah mati, maka ia bisa bersikap tak peduli tanpa harus menahan sakit di hatinya. Andai saja, semudah itu untuk menghapuskan cinta, maka Cantika akan bermain cinta dengan banyak pria dan tak mau menikah dengan pria yang bahkan tak pernah mau melihat kehadirannya. “Apa yang kamu inginkan? Masih mau mengajak berdebat? Menjelekkanku atau belum puas menghinaku?” Cantika memecahkan keheningan di antara mereka dengan mata yang menatap pria itu tajam, “Aku benar-benar sudah lelah berdebat denganmu. Lagipula, aku terlalu sibuk untuk menanggapi semua kekonyolanmu. Silahkan lakukan apa pun yang kamu mau karena mulai hari ini, aku akan melakukan apa yang kamu inginkan, yaitu mengabaikanmu,” Lanjut Cantika yang hendak pergi meninggalkan pria yang segera menghentikan langkahnya. Cantika menatap pria itu penuh tanya. “Apa lagi yang kamu inginkan? Masih mau bertengkar?” Cantika menatap pria itu tak percaya. Ia sungguh kagum melihat tenaga Tian yang tiada habisnya untuk menyiksa Cantika. Seolah sehari saja tak menyakitinya akan membuat Tian merasa tak bahagia. Seperti membalas dendam padanya adalah kewajiban bagi Tian. Tak seperti dugaannya. Pria itu tak berteriak ataupun memojokkannya seperti biasa. Pria itu malah mengambil tangan sebelah tangan Cantika dan meletakkan tangan perempuan itu di telapak tangannya. Tian menatap punggung tangan Cantika dengan dingin, membuat Cantika ikut memperhatikan tangannya yang entah sejak kapan terluka dan mengeluarkan darah. “Kamu mau memamerkan luka ini pada Papamu dan mengatakan padanya kalau aku melakukan KDRT?” Pria itu bertanya dengan nada tak suka, membuat Cantika segera menarik tangannya dari tangan pria itu. Luka di hatinya yang begitu menyakitkan, membuatnya tak sadar bila ada pecahan cermin yang menggores punggung tangannya. Ia bahkan tak merasakan perih sedikit pun dan pria itu menuduhnya sengaja melukai diri hanya untuk membuat pria itu tampak buruk di hadapan ayahnya. Cantika memang begitu buruk di mata Tian. “Seperti yang ku bilang kalau aku bukan pengadu, jadi nggak usah khawatir,” Ujar wanita itu yang hendak melanjutkan langkahnya kembali dan meninggalkan Tian, akan tetapi pria itu kembali menghentikan langkahnya dengan mencengkram pergelangan tangan Cantika. Pria itu menatap Cantika penuh amarah, membuat Cantika semakin terluka. Hanya itulah yang bisa Tian lakukan padanya, marah, menuduh, dan menilainya dengan sangat buruk. “Aku nggak mempercayaimu,” Ujar pria itu dengan datar dan tanpa aba-aba, Tian menarik perempuan ini untuk masuk kembali ke dalam kamar dan mengabaikan Cantika yang hendak melepaskan diri dari pria itu. Tian bahkan menguatkan cengkraman tangannya ketika Cantika memberontak. Pria itu mendorong Cantika dengan agak kasar, membuat wanita itu terduduk di tepi tempat tidur, “Tetaplah di sana dan jangan bergerak!” Perintah Tian sembari menatap Cantika tajam. Pria itu menatap sekeliling dan tercengang sesaat begitu melihat cermin besar di kamar perempuan itu yang hancur berkeping-keping. Ia kembali menatap Cantika yang menatapnya dingin. Sungguh, Tian tak pernah tahu apa yang ada di dalam otaak perempuan itu. Tian tak lagi ingin teralihkan dan segera berjalan ke arah walk in closet milik Cantika. Di sisi lain, Cantika hanya bisa menatap pria itu dengan tatapan penuh tanya. Seharusnya, ia bisa pergi dan mengabaikan perintah pria itu, akan tetapi kakinya terasa kaku. Salahkan saja hatinya dan kebiasaannya yang selalu menuruti semua yang pria itu perintahnya. Dirinya terbiasa, hingga membuang kebiasaan itu terasa begitu sulit. Andai saja Cantika tak memiliki hati, maka ia bisa bersikap seperti Tian yang selalu menyiksanya dengan mudah. Selang beberapa saat kemudian. Tian sudah kembali dengan membawa handuk kecil di tangannya dan sebelah tangannya lagi membawa kotak P3K. Cantika menatap pria itu penuh tanya. Ia bisa menebak bila pria itu akan mengobati tangannya yang terluka. Namun Cantika tak mau berharap lebih atas kebaikan yang baru pertama kali itu ditunjukkan Tian padanya. Pria itu melakukan hal ini hanya agar ayahnya tak salah paham karena Tian tahu benar bila ayah Cantika kerap berkunjungn ke butiknya pagi-pagi sekali untuk menikmati teh di pagi hari. Cantika adalah kesayangan ayahnya dan Tian tak mau memberikan kesempatan bagi Cantika untuk menghancurkan nama baik Tian di hadapan ayahnya. Tian begitu membencinya. Tian duduk di samping Cantika dan menarik tangan Cantika yang terluka. Pria itu membersihkan luka Cantika dengan handuk basah di tangannya. “Sakit,” Cantika meringis pelan saat Tian terlalu kuat menekan lukanya, membuat pria itu menatapnya dan melembutkan gerakan tangannya pada tangan Cantika. Pria itu dengan cekatan membersihkan darah dari punggung tangan Cantika, kemudian membuka kotak P3K dan menggunakan alcohol untuk membersihkan luka Cantika. Pria itu meniup pelan luka Cantika saat wanita itu kembali meringis perih. Cantika tercengang meliha kelembutan pria itu. Dirinya seakan melihat sosok Tian yang dulu. Sosok yang sudah lama tak pernah ditemuinya di diri Tian. Pria yang selalu lembut padanya seolah kembali lagi, akan tetapi logika Cantika memperingatinya bila pria itu mempunyai maksud lain dengan mengobati luka di tangannya. Pria itu tak tulus dan Cantika tak boleh tertipu kembali. Tian yang dulu lembut padanya sudah lama mati dan tak mungkin lagi bisa kembali karena kini Tian sudah bersama kembali dengan kekasih hatinya. Kenyataan itu kembali membuat hati Cantika begitu kacau. Dirinya pun tak mampu untuk menghentikan perih yang menjalar perlahan dan dalam sekejap mampu mendominasi hatinya. Cantika pun tak bisa menghentikan rasa sesak yang menguasai dadanya. Sungguh semua ini sangat membuatnya tersiksa. Mengapa bisa ada luka di antara mereka? Mengapa dirinya harus jatuh cinta pada Tian? “Terima kasih,” Ujar Cantika seraya menarik tangannya ketika Tian sudah selesai mengobati tangannya dan menutup lukanya dengan plaster luka. Pria itu tak tersenyum ataupun menjawab ucapan terima kasihnya. Pria itu hanya menatap Cantika dengan tatapan dingin. Cantika yang melihat kedinginan pria itu tersadar bila memang Tiannya yang dulu tak mungkin lagi bisa kembali. Kini, pria itu sangat membencinya. Pria itu menyalahkannya atas semua yang terjadi di antara mereka. Cantika tak seharusnya berharap ataupun merasa senang. Tian tak ‘kan mungkin bisa menjadi sosok pria yang dulu mencemaskannya, menghibur, dan memberikan senyum terbaiknya untuk Cantika. Kini, Cantika tak lagi pernah melihat pria itu tersenyum padanya. Cantika benar-benar berharap bila dirinya tak mempunyai hati untuk merasa agar dirinya tak perlu terluka dengan semua kenyataan di hadapannya itu. Cantika tak ingin terus terjebak dalam kecanggungan yang membuat hatinya semakin terluka. Wanita itu kembali meraih tas tangannya dan beranjak berdiri. Ia tahu bila tak ada apa pun lagi yang harus dibicarakan di antara mereka. Hanya ada rasa sesak bila mereka bersama. Hanya ada kebencian. Sampai kapan pun, Cantika tak bisa mendapatkan cinta yang diinginkannya. Perlahan, ia harus membiasakan diri hidup tanpa cinta yang menyakitkan itu. “Kenapa kamu terlihat begitu marah?” Pertanyaan Tian membuat Cantika menghentikan langkahnya, “Kenapa kamu selalu memandangku rendah? Menganggapku sebagai pengemis yang hanya mau menguras uang papamu?” Pertanyaan pria itu membuat Cantika membeku di tempatnya berdiri. Ia pun tak memiliki keberanian hanya untuk sekadar membalik tubuhnya ke arah Tian untuk mencari tahu ekspresi yang pria itu tunjukkan saat ini. Ia mengigit bibir bagian bawahnya kuat-kuat karena pertanyaan Tian itu semakin membuat hatinya hancur lebur. Kenapa dirinya marah? Karena Cantika sadar bila semua usahanya sia-sia dan pria itu tak ‘kan mungkin bisa mencintainya. Kenapa dirinya selalu memandang pria itu rendah? Ketahuilah bila Cantika tak pernah menatap pria itu rendah, dirinya malah menatap pria itu dengan tatapan memuja dan pria itu tak pernah menyadarinya. Kenapa Cantika menganggap pria itu sebagai pengemis yang mau menguras uang ayahnya? Ah … Cantika bahkan tak pernah memikirkan Tian seburuk itu. Dirinya malah menggunakan kesempatan itu untuk memiliki Tian. Cantika memilih untuk tak menjawab dan melanjutkan langkahnya. Pria itu tak ‘kan mempercayainya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD