"Gluk," lagi-lagi Nindy meneguk ludahnya sendiri sekali teguk, tiba-tiba Gadis itu mendapati tenggorokannya yang terasa mengering. Rasa-rasanya, seluruh ruang tersebut menjadi semakin sesak dan sempit. Nindy semakin merasakan kedua kaki sampai lututnya bergetar halus saat ia memikirkan tentang tubuh tegap yang seksi milik lelaki itu. Nindy melihat puncak kepala lelaki itu yang hitam tengah menunduk ke arah seorang wanita. Senyum lembut yang menawan tersungging di bibirnya.
"Bisa-bisanya lelaki dengan penampilan menawan seperti itu harus memilih pekerjaan dan berada di tempat seperti ini? mungkin aku juga tidak akan pernah bisa mendapatkan kesempatan untuk mendekatinya jadi seharusnya aku tidak banyak protes," ucap gerutu Nindy saat itu dalam hati di mana ia jelas tahu jika lelaki yang seperti itu jelas hanya akan menguras kantongnya saja meskipun Nindy tahu gajinya yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun lamanya bekerja pastinya bisa untuk membayar lelaki itu selama satu minggu kedepan.
Tanpa terasa Nindy terus menatap ke arahnya. Namun lelaki itu malah beringsut dan duduk membelakanginya, hingga membebaskan Nindy untuk memandangi punggung lebarnya yang tegap. Tangannya bergerak untuk memeluk pinggang ramping wanita yang duduk di sebelahnya dan mendekatkannya ke arah lelaki itu berada. Lalu lelaki itu menundukkan kepalanya. Ia tampak memagut bibir wanita itu dan menciumnya. Jenis ciuman yang bisa membuat siapapun yang melihatnya terbakar. Nindy langsung bisa menebak jika lelaki itu adalah seorang yang profesional di bidangnya.
Beberapa detik, Mungkin beberapa menit Nindy tidak begitu bisa memastikannya tampak Nindy ikut tegang saat memperhatikan mereka. Keduanya pun melepaskan diri barulah rasa sesak yang menyelimuti perasaan Nindy turut melega karenanya.
"Huft, mereka yang melakukannya kenapa aku yang menahan nafas di sini?" dengus Gadis itu kemudian dalam hati.
Tampak lelaki itu tengah berbincang-bincang sebentar dengan wanita di sebelahnya, Nindy langsung bisa menebak jika lelaki itu akan segera mengajak wanita itu beranjak pergi dari sana karena selama empat hari lamanya Nindy datang ke tempat itu ia selalu menyaksikan hal tersebut. Lelaki itu selalu berganti pasangan dan mengajak mereka untuk pergi dari sana.
Terlihat wanita itu akhirnya berdiri dari tempatnya. Tapi lelaki itu tidak mengikutinya seperti kemarin-kemarin. Nindy tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.
"Kenapa Wanita itu pergi begitu saja, kenapa lelaki itu tidak mengikutinya? Apakah jangan-jangan diantara mereka tidak tercapai kesepakatan hingga membuat wanita itu langsung pergi meninggalkan lelaki itu sendirian di sana?" tiba-tiba ucap gerutu dalam hati Nindy yang mulai bertanya-tanya seolah ia begitu penasaran.
"Tapi aku yakin itu juga pastinya tidak berlangsung lama. Seperti biasanya, atau aku harus mengambil kesempatan ini juga atau aku tidak akan pernah mendapatkan kesempatan lagi untuk bisa berinteraksi dengannya," ucap Nindy kemudian yang tampak menggerutu di sana dengan tangan yang sudah mulai bergerak untuk meraih sloki lain dan meneguknya hingga habis lagi.
Baginya perlu beberapa sloki lagi untuk menyentak semangatnya dan keberanian Gadis itu untuk beranjak berdiri dari tempatnya hingga Nindy berani melangkah dan berjalan ke arah lelaki itu berada. Walau dalam setiap langkah yang Gadis itu ambil, ia bahkan bisa merasakan desiran darah yang mulai berkejolak dan jantung yang berdetak semakin keras. Dengan kedua kaki Nindy yang gemetaran nyaris hampir lunglai seolah tidak ada tulang penyangganya, namun ia berusaha untuk terus melangkah menuju ke arah lelaki itu berada.
Tampak lelaki itu pun menoleh ke arah Nindy ketika ia menyadari keberadaan Gadis itu ada di sampingnya. Nindy merasa ia nyaris akan pingsan ketika Gadis itu menyadari jika tatapan mata mereka kembali bertemu satu sama lain dengan jarak yang begitu dekat.
"Lelaki yang mengesankan," ucap Nindy saat itu dengan gerutunya. Seketika itu pula Nindi menatap lekat wajah tampan dengan mata elang sewarna biru laut dengan alis hitam lekat melengkung, dengan hidung mancung dan memiliki bibir yang sensual mengatup rapat saat menatap kearah Nindi berada dan hal itu mampu mencuri perhatian Nindy yang membuat gadis itu seketika itu pula tidak bisa menatap ke arah lain.
"Gadis ini lagi?" ucap lelaki itu kemudian dalam hati ketika menyadari keberadaan Nindy di sana.
"Permisi..." ucap Nindy saat itu yang menyapa lelaki di sampingnya tersebut.
"Oh iya, silahkan," untuk pertama kalinya Nindy mendengar suara serak cenderung berat lelaki itu yang mengucapkan kata-katanya lancar.
"Huft..." dengus Nindy yang seketika itu merasakan wajahnya yang panas hingga kedua sisi pipinya merona merah. Panas yang tidak ada hubungannya dengan alkohol.
"Hai... hemz..." Nindy merasa sedikit kikuk ketika menyadari rupanya lelaki itu menatap lekat ke arahnya. Tampak bibir sensual itu tertarik tipis dan samar yang lalu semakin membentuk senyum. Nindy menyadari dirinya seketika itu pula tampak bodoh karena hatinya berdebar hanya karena senyum simpul lelaki itu.
"Iya... ada apa?" ucap tanya lelaki itu lagi.
"Emb, akh..." seketika itu pula Nindy seolah Tengah melupakan apa yang menjadi misi awalnya tersebut di sana dan apa yang sudah ia hafal beberapa waktu lalu serta apa yang harusnya ia katakan di depan lelaki itu. Sepertinya semua sia-sia baginya, hilang begitu saja hanya karena seutas senyum yang ia lihat.
Nindy menyesali jika ia harusnya banyak membaca dari buku-buku yang bisa ia pelajari untuk perjalanannya saat itu. Bahkan reaksi aneh tubuhnya yang tidak pernah bisa dijelaskan oleh teori-teori ilmuwan zaman terdahulu. Tampak gadis itu berdiri tegang seperti gadis yang baru melihat lelaki.
"Sial! lidahku kelu," dengus Nindy ketika ia menyadari jika ia sudah tersihir dengan pesonanya.