Curiga

806 Words
"Tuan? Kenapa Tuan Diam?" pertanyaan dari Bulan cukup mengagetkan Surya dan untuk sesaat pria itu hanya bisa melongo. "Tidak kok, aku hanya lelah saja. Terima kasih ya Putri." Bulan memberikan senyuman. "Boleh kau bawakan minuman untukku?" "Baik Tuan. Air putih atau jus?" "Air putih saja." Bulan mengangguk lalu pergi dari tempat itu. Surya membuang napas, ke mana Bulan? Kenapa dia tak datang ke pesta itu. Padahal Surya ingin Bulan berada di sana dan mungkin mengajaknya berdansa. Dia penasaran dengan kemampuan Bulan, secara dia adalah orang awam. Pasti akan sangat lucu. Sayangnya Bulan tak memiliki ponsel dan tampaknya Surya harus membelikannya jikalau Bulan menghilang maka Surya tinggal meneleponnya saja. Tok tok "Masuk." tampaklah Bulan dengan segelas air hangat. Di tangannya juga ada secarik kertas. "Tuan, ada secarik kertas yang saya temukan." Surya lantas mengambil secarik kertas tersebut. Di sana ada tulisan yang ditujukan untuk Surya. Untuk Tuan Surya Ini Bulan .... Tuan saya minta maaf karena tak bisa datang ke pestanya Tuan dikarenakan ada kendala. Saya harus pergi ke suatu tempat dan mungkin kita tak akan bertemu beberapa hari lagi tapi saya akan berusaha menyelesaikan masalah ini dengan cepat. Tunggu saya ya Tuan Mendadak wajah Surya merona. Dia sering membaca kalimat akhir surat itu sementara Bulan tampak tersenyum dengan wajah yang merah juga. "Itu dari siapa Tuan?" "Mm ... Surat ini dari asisten pribadi saya." "Oh yang akan anda hukum?" "Tidak, jangan aku tak bermaksud seperti itu. Karena sudah memberiku kabar maka aku tak akan menghukunya." Bulan tersenyum kemudian hendak pergi dari tempat tersebut. Namun dengan cepat Surya menangkap pergelangan tangan gadis itu. "Kau mau ke mana? Jangan pernah berpikir untuk kabur dari sini." Matanya yang mengkilat menjadi bukti bahwa Surya benar-benar serius tapi Bulan dengan tenangnya melepaskan pergelangan tangan milik Surya. "Tuan jangan khawatir, saya akan mengobati anda sampai sembuh jadi saya tak akan ke mana-mana hanya saja saya hanya beristirahat saja, memakai gaun ini juga membuat saya kepanasan." Alasan masuk akal dari Bulan diterima, akan sangat tidak nyaman jika Bulan memakai gaun tersebut secara terus menerus. Kendati Surya tak menampik jika Bulan sangat cantik dengan gaun yang dikenakannya sekarang. "Baiklah, kau boleh beristirahat tapi kalau aku memanggilmu kau harus datang ke sini secepat mungkin." "Baik Tuan saya mengerti." "Di kamar sebelah ada beberapa pakaian wanita jadi kau bisa memakainya. Pergilah." "Baik Tuan, terima kasih atas bantuannya dan selamat malam." "Malam juga Bulan." Beberapa detik setelahnya baru Surya sadar dia salah menyebut nama orang seharusnya Putri bukan Bulan. Ketika Surya sadar, Bulan malah sudah pergi. "Aneh sekali. Kenapa dia langsung pergi dan bukannya mengoreksi?" tanya Surya entah pada siapa. Akhirnya Surya memilih untuk tak terlalu memikirkannya dan membaringkan diri di atas ranjang. Di kamar yang bersebelahan, Bulan telah selesai melepaskan gaun yang dipakai dan berganti pakaian. Dia lalu cepat-cepat menuju ruangan Ibu Dona untuk menaruh gaun merah yang mencolok itu. Tak lupa dia memberikan catatan kecil agar Dona tak merasa jengkel. ❤❤❤❤ Tepat jam 11 malam. Dua jam setelah kedatangan Bulan dan Surya, para pelayan wanita sampai di kediaman milik Surya. Semuanya bersenang-senang kecuali Ayu yang masih berpikir keras tentang siapa si gadis bergaun merah. "Aduh Ayu kenapa wajahmu terus masam sih? Gara-gara kau kesal, semua pria menjauhimu tahu. Padahal di antara kami kau yang paling cantik. Rugi sekali!" ujar salah seorang pelayan sekaligus teman Ayu. "Tidak aku tak rugi karena tak bisa bertemu dengan Tuan Surya, malahan ada wanita lain yang dekat lagi." "Sudah, sudah nanti akan ada kesempatan kok. Ayo kita beristirahat saja." semuanya pun bubar termasuk Ibu Dona. Dia begitu terkejut mendapati gaun merahnya sudah ada. Dona kemudian membaca lalu menggeleng. "Ada-ada saja." ❤❤❤❤ Keesokan harinya, Surya mengeliat saat cahaya matahari masuk ke dalam kamar. Kedua matanya dibuka perlahan dan mendapati sosok seorang gadis. "Bulan." lirihnya dengan tenggorokan kering. Ketika diteliti lagi ternyata itu bukanlah Bulan melainkan Putri. "Selamat pagi Tuan." "Pagi juga." sekali lagi Surya menyadari postur tubuh milik Putri sama dengan Bulan. Dia merasa janggal kedua kalinya. "Tuan kenapa menatap saya begitu? Apa ada sesuatu yang salah?" Surya menggeleng. "Kemarilah." Bulan mematuhi perintah Surya dengan duduk di tepi ranjang milik majikannya itu. "Maafkan aku, aku hanya saja selalu teringat akan Bulan saat memandangmu. Postur tubuh kalian sangat mirip sampai-sampai aku tak bisa membedakan." "Tidak apa-apa Tuan, saya bisa mengerti. Saya akan siapkan airnya untuk anda mandi." "Tunggu sebentar. Aku belum selesai berbicara." Bulan yang awalnya mau berdiri duduk kembali. "Ada apa Tuan?" "Kalau ada beberapa pria yang menggodamu tolong jangan digubris bila perlu bilang sama aku nanti aku yang menghukum mereka." Bulan cuma bisa tersenyum mendengar ucapan aneh dari Surya dan lantas mengangguk. "Kalau begitu saya permisi dulu." Bulan memasuki kamar mandi dan dia keluar. Bulan terkejut tatkala dia mendapati Surya tengah mencoba berdiri sendiri. "Tuan--" "Tidak apa-apa Putri. Aku harus mencoba untuk berdiri saja." perlahan tapi pasti Surya mencoba melangkahkan kaki kendati agak nyeri
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD