2. Pertemuan pertama

2040 Words
Fenia dengan wajah pucatnya segera melangkah mundur untuk bersembunyi di punggung belakang Roni. Membuat Roni menatap penuh tanda tanya pada sikap Fenia yang tiba-tiba itu, lain hal dengan Marvin yang menatap punggung kecil Fenia seakan bermaksud ingin menghancurkan punggung mungil itu. Marvin mengepalkan kedua tangannya, saat menyadari bahwa ia telah terkecoh bahkan bisa dikatakan bahwa ia sama sekali tidak mengetahui kehadiran cinta masa lalunya sendiri. "Pak marvin. Ada apa? Apa ada masalah?" Tanya seorang gadis yang tidak lain adalah sekretaris Marvin yaitu Olivia. Wanita berusia 31 tahun itu menyimpan cinta pada atasannya sendiri. Tapi sayangnya, cintanya sampai saat ini belum kunjung terbalas. "Tidak ada. Aku ingin kau memberikan semua daftar nama karyawan di perusahaan ini. Sekarang, aku tunggu di ruangan ku," Setelah itu Marvin melangkah dengan wajah super dinginnya meninggalkan Olivia dengan tatapan memujanya itu. "Tampan sekali." Puji Olivia dengan wajah berbinarnya sambil melangkah untuk melakukan tugas yang diberikan oleh Marvin pada dirinya. Olivia melangkah dengan wajah super mempesonanya itu, membuat para Staf pria menatap kagum pada kecantikan seorang Olivia sang sekretaris. Tidak dengan Roni yang menatap biasa saja pada kehadiran Olivia. Gadis yang menurut Roni biasa saja. "Ron. Aku minta semua daftar nama Staf kita ya. Ini atas permintaan Pak Marvin," Ujar Olivia. "Euhm." Jawaban tidak terduga dari Roni membuat Olivia mendengus sebal, tidak pernah ia sampai diabaikan seperti ini. Cukup Marvin saja yang boleh mengabaikan dirinya, tidak ada yang boleh mengabaikan seorang Olivia. Olivia yang telanjur kesal segera melangkah pergi dengan kedua kakinya yang di hentakkan. Melihat kepergian Olivia kini Fenia kembali menoleh ke arah Roni yang juga berbalik menatap dirinya. "Ada apa Princess?" Merasa tahu suasana hati Fenia kini pria itu kembali fokus pada dirinya. "Kalau boleh Fenia tahu, itu kenapa Kak Oliv meminta daftar nama semua karyawan Kak?" Tanya Fenia. "Setahu Kakak itu permintaan Pak DIREKSI, huh. Sudah ya, Kakak ke ruangan Kakak dulu. Kakak harus menyelesaikan semuanya sebelum terkena Omelannya. Apalagi nenek sihir satu itu, pasti akan datang kembali jika tidak segera aku berikan permintaannya itu." Ujar Roni dengan senyuman manisnya. Pria itu sebelum melangkah pergi tidak lupa mengusap puncak kepala Fenia hal yang memang selalu dilakukan oleh sosok Roni Vernando. Melihat kepergian Roni membuat Fenia hanya mampu mengelengkan kepalanya. Julukan yang disematkan oleh Roni pada Olivia, entahlah. Entah mengapa sikap Roni pada Olivia dan Fenia terlihat sangat berbeda. Hal itu pura membuat beberapa Staf menatap penuh rasa ingin tahunya. Beberapa detik kemudian rasa ingin tahu Fenia berubah menjadi ketakutan bagi gadis itu, saat Fenia mengingat jika Marvin meminta daftar setiap karyawan di perusahaannya. "Astaga. Matilah riwayatku," Fenia menahan rasa takut dihatinya. bahkan saat ini, Fenia tengah duduk di posisi yang serba tidak tenang. Bagaimana tidak, saat ini ia berada dalam masalah besar. Beberapa menit lagi Marvin akan tahu kehadirannya bahkan keberadaannya dan itu tidak akan baik untuk dirinya. Fenia jelas takut bahwa ia akan dipecat hari ini juga. Fenia jelas tidak ingin kehilangan pekerjaan ini, bukan masalah uang. Tapi keberadaannya disini adalah demi cinta dari masa lalunya. Hanya ini tujuan hidup Fenia sejak belasan tahun yang lalu. "Ada apa sih Fen? Kok muka kamu pucat begitu?" Tanya seorang gadis yang merupakan supervisor di perusahaan Archelaus. Lebih tepatnya sahabat Fenia sejak bekerja di perusahaan Marvin. "Gak apa-apa kok Kak. Aku cuman sedikit pusing saja," Bohong Fenia demi menutupi kenyataan yang sebenarnya. "Kamu sakit Fen?" "Siapa yang sakit?" Pertanyaan gadis itu secepat kilat di sambut langsung oleh Roni, membuat gadis bernama Lydia itu hanya mampu memutar kedua bola matanya dengan jengah. "Giliran Fenia saja antenanya cepat guys," sindir Lydia yang hanya di tanggapi cuek saja oleh Roni. "Princessnya aku lagi sakit ya?" Tanya Roni perhatian dan hanya dibalas senyuman saja dari Fenia. "Gak kok Kak. Fenia gak sakit," Jawaban Fenia membuat perasaan Roni sedikit lega lain hal dengan Lydia hanya mampu menatap keduanya dengan tatapan prihatin. Yang satu menatap penuh cinta dan yang lainnya justru hanya menganggap sebagai teman atau lebih tepatnya sebagai seorang Kakak. Bukannya Lydia gak paham akan perasaan Roni, justru sebaliknya. Lydia amat paham akan perhatian yang Roni berikan itu, semata-mata karena pria itu mencintai Fenia. Sayangnya, Fenia tidak peka itu yang membuat Lydia menatap Roni prihatin. "Beneran?" Sekali lagi Roni bertanya dan langsung dibalas anggukan cepat dari Fenia. "Kalau begitu, Fenia ke ruangan. Fenia dulu ya, Kak Roni dan Kak Lydia." Setelah itu Fenia melangkah pergi menuju ruangannya. Melihat kepergian Fenia, Roni hanya bisa menatap punggung gadis itu yang lama kelamaan mulai menjauh. "Ron. Kalau kamu suka dan cinta kenapa gak jujur?" Tanya Lydia. "Aku belum berani Ly. Loe kan tahu kalau Fenia itu seperti tengah menyimpan sesuatu dan ia sepertinya, tidak ingin ada yang mengetahui isi hatinya." Balas Roni dengan wajah lesunya. "Kalau kamu suka harus berani dong. Ingat, gak selamanya Fenia bakal ngejomblo terus. Aku yakin cepat atau lambat bakal ada pria yang merebut Fenia dari dirimu. Jadi, sebelum itu terjadi ada baiknya kamu menyatakan cintamu itu." Nasehat Lydia." Aku ke ruangan aku dulu ya." Pamit Lydia yang segera melangkah pergi. Meninggalkan Roni dengan pikirannya. Roni menghela nafasnya sambil melangkah ke arah lift yang akan membawanya ke ruangan sang DIREKSI. Roni melangkah santai menelusuri koridor menuju ruangan sang DIREKSI, disana ada Olivia yang tengah duduk di luar ruangan DIREKSI. "Pak DIREKSI ada di ruangannya gak?" Tanya Roni tanpa ingin berbasa basi. Hal itu membuat Olivia yang tengah sibuk dengan pekerjaannya seketika mendongakkan kepalanya menatap sosok Roni. "Ada kok. Memangnya ada apa?" Tanya Olivia balik. "Mau ketemu lah. Memangnya mau apalagi, Lagian aku sekali mau ngasih daftar nama semua karyawan juga." Ujar Roni dengan nada yang tidak enak di dengar oleh Olivia. Membuat wajah Olivia memerah menahan rasa kesalnya. "Kalau berbicara sama aku tuh, bisa gak sih agak sopan sedikit." Tekan Olivia. "Gak bisa. Masalah buat loe," sinis Roni yang segera melangkah ke ruangan sang DIREKSI. Tidak lupa terlebih dahulu Roni mengetuk pintu ruangan sang DIREKSI, Setelah mendapatkan persetujuan dari sang pemilik ruangan. Roni segera membuka pintu dan melangkah masuk meninggalkan Olivia dengan raut wajah menahan rasa kesalnya. "Dasar BRENGSEK." Maki Olivia menggebu-gebu." Awas saja. Akan aku balas nanti saat aku resmi menjadi istri seorang DIREKSI." Murka Olivia. ***** "Selamat siang, Pak Marvin?" Sapaan Roni dengan wajah ramahnya, tentu saja mendapat sambutan yang sama dari Marvin. "Siang. Silahkan duduk." Perintah Marvin dibalas anggukan patuh dari Roni. "Pak. Ini daftar nama karyawan yang anda minta." Roni menyerahkan sebuah map dan disambut baik oleh Marvin. Marvin meletakkan map itu di samping mejanya dan kembali menatap Roni. "Terima kasih. Oh iya, aku ingin tahu bagaimana kondisi perusahaan saat aku tinggal beberapa hari ini?" "Keadaan perusahaan saat tidak ada anda semua nampak berjalan dengan baik Pak." Jawab Roni. Dan tentu saja Marvin merasa puas mendengarnya. Marvin membuka map yang telah diberikan Roni pada dirinya. Marvin membolak-balik setiap lembaran hingga sosok yang ia cari terpampang jelas di depan kedua matanya. "Siapa ini?" Tunjuk Marvin pada sosok gadis cantik dengan wajah lugunya. "Oh itu. Itu Fenia, Pak. Sang manajer keuangan kita. Soalnya manajer lama sudah dipindahkan ke cabang kita yang ada di Rusia," Jelas Roni dengan senyuman kecilnya saat tengah membicarakan sosok Fenia. Hal itu jelas memancing rasa ingin tahu Marvin saat melihat binar yang ada di wajah Roni. "Dia kekasihmu?" Pertanyaan itu membuat Roni sedikit bersemu merah. Hal itu membuat Marvin berpikir bahwa tebakannya memang ada benarnya. "Sama-sama pembohong," Batin Marvin menatap kecewa pada foto yang menampilkan sosok Fenia, gadis kecil yang pernah mengatakan cinta pada dirinya. "Sayangnya bukan Pak. Euhm, tapi saya memang berniat untuk menjadikan ia kekasih saya. Cuman mungkin waktu saja yang belum tepat," Perkataan Roni seketika membuat Marvin kembali mendongak menatap Roni. Merasa paham arti tatapan itu Roni hanya mampu menggaruk belakang lehernya saja dengan wajah menahan malu. "Maksudnya. Gadis incaran saya belum peka terhadap perasaan saya Pak." Ucapan Roni sedikit banyak bisa dipahami oleh Marvin." Oh ya ampun. Maaf Pak, saya malah curhat sama Bapak." Sesal Roni yang merasa malu saat ini. "Tidak apa-apa." "Kalau begitu saya permisi keluar dulu Pak." setelah mendapat anggukan dari Marvin kini Roni telah keluar dari ruangan sang DIREKSI. Diluar ia kembali bertemu Olivia, jika ditanya kenapa sikap Roni terhadap Olivia terkesan sinis itu karena Roni tahu seperti apa sifat seorang Olivia. Roni melangkah pergi tanpa ada niatan untuk menyapa seorang Olivia. ***** Disisi lain Marvin tengah terdiam merenungi segalanya hal yang baru saja terjadi pada dirinya. "Kenapa aku bisa tidak tahu akan kehadirannya? Seharusnya aku sudah tahu sejak sebelum ia di terima, tapi sayangnya aku tidak tahu akan hal itu." Marvin mengusap wajahnya menahan rasa marah dan kecewa di hatinya. Ia tidak pernah menyangka bahwa masa lalunya justru kembali datang. Bahkan kini bekerja di perusahaannya, entah apa yang akan Alex lakukan jika pria paruh baya itu sampai mengetahui keberadaan Fenia di perusahaan ini. ***** Sore menjelang malam, Fenia terpaksa lembur karena harus mengerjakan semua tugas-tugasnya. Mengingat ia adalah manajer keuangan yang memiliki tugas penuh untuk mengecek setiap pengeluaran dan akan ia salin untuk diberikan pada Roni. mengingat Roni adalah direktur personalia dan tentu saja Fenia harus mengerjakan semuanya. Meskipun ia mengenal baik sosok Roni tetap saja Fenia harus profesional. "Eh, Princessnya aku kok masih disini?" Roni jika berada disisi Fenia, pria itu pasti akan berubah menjadi pria yang ramah dan ceria. Tidak seperti jika ia berada dekat dengan karyawan lainnya. Hanya Fenia yang menjadi pengecualiannya. "Eh, Kak Roni belum pulang?" Tanya Fenia balik. "Ini baru mau pulang. Princess sendiri kenapa belum pulang? Bukankah jam kerjamu sudah habis?" Tanya Roni kembali. "Tadinya sih Fenia mau pulang. Tapi Fenia baru ingat kalau ada tugas yang belum Fenia kerjakan jadi untuk hari ini Fenia memilih lembur saja Kak." Jelas Fenia dengan senyuman manisnya. Roni mengangguk sambil menatap jam di pengelangan tangannya. "Tapi ini sudah malam Loh, yakin Princess mau lembur? Nanti pulangnya gimana?" Tanya Roni berubah khawatir. "Kalau pulang gampang kok. Nanti bisa minta di jemput sama Daddy atau Kak Steven. Kak Roni gak perlu khawatir," "Gimana Kakak gak khawatir, kamu kan anak gadis gak boleh pulang malam-malam. Nanti di culik Om-Om loh," Roni berusaha untuk menakut-nakuti Fenia tapi justru di tanggapi dengan kekeh dari gadis itu. "Gak bakal ada yang mau culik Fenia. Soalnya Fenia itu kalau diculik cuman bisa nyusahin saja tahu." Kekeh Fenia membuat Roni menatap gemes pada sosok gadis kecil incarannya itu. "Gak kok. Justru kalau ada yang berhasil culik princess bakal dapat berkah," Balas Roni balik membuat Fenia tertawa dengan lucunya. "Iihh. Kakak ini ada-ada saja deh. Sudah pulang sana, sudah malam tahu," "Euhm. Belum malam kok." Roni menatap jam di pengelangan tangannya." Baru jam 6." Roni menarik salah satu kursi dan duduk menghadap Fenia." Gimana kalau Kakak temani saja, lagian Kakak gak tega tinggalin kamu sendirian disini." Fenia menepuk jidatnya merasa jika Roni terlalu berlebihan terhadap dirinya. "Astaga Kak. Gak perlu di temani kok, Fenia sudah sering lembur kali. Kakaknya saja yang gak tahu, mending Kakak sekarang pulang saja. Lagian kalau ada Kakak, Fenia gak bisa fokus. Ayo sana pulang, biar Fenia bisa menyelesaikan pekerjaan Fenia lebih cepat." Pinta Fenia dengan wajah memeras. Pada akhirnya Roni menyerah dan meninggalkan Fenia seorang diri. Setelah kepergian Roni kini Fenia kembali mengerjakan tugasnya agar ia bisa cepat pulang.. Setidaknya jika ia sudah mengerjakan semuanya, hari berikutnya ia akan lebih santai. Tidak terasa Fenia mengerjakan semua pekerjaannya dan baru selesai saat sudah pukul 19:47 malam. Gadis itu segera memastikan laptopnya dan tidak lupa menyimpan semua file hasil kerjanya terlebih dahulu. Setelah itu Fenia keluar dari ruangannya dan menatap seisi perusahaan yang sudah sepi. "Hah. Capek," Adu Fenia sambil melongok ponselnya untuk menghubungi sang Daddy. Fenia melangkah keluar dari perusahaan Archelaus. Gadis itu berhenti dan berdiri di luar perusahaan yang sudah nampak sepi. Tidak begitu lama terdengar suara sepatu yang menandakan jika ada seseorang yang juga baru keluar dari perusahaan. Merasa penasaran Fenia segera menoleh untuk melihat siapa yang ikut lembur seperti dirinya. Kedua mata Fenia membulat saat kedua matanya bertemu dengan sepasang mata tajam yang juga ikut menatap dirinya. "Kak Marvin?" Fenia menahan rasa bahagia saat ia untuk pertama kalinya dipertemukan oleh sosok cinta dari masa lalunya. Cinta yang sampai saat ini masih ia harapkan. Ya. Sosok itu tidak lain adalah Marvin Kevin Archelaus yang baru keluar dari perusahaannya." Kak Marvin. Fenia ka...!!! Belum selesai mengucapkan hal itu, Marvin sudah melangkah pergi memasuki mobil mewahnya yang sudah terlebih dahulu dibukakan oleh sang supir. Fenia menatap sedih pada punggung lebar yang sudah menghilang dari pandangannya itu. Tbc,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD