Kai mengobati sendiri lukanya di bagian yang terjangkau, karena Belva tidak cukup baik dalam mengobatinya.
"Kau bolos?" Kai menyeringai melihat Belva dengan pakaian sekolah, tapi malah berada di apartemennya di jam sekolah.
"Aku hanya libur, rasanya tidak adil, kau tidak sekolah karena aku. Dan aku tetap bisa sekolah!" Belva tersenyum aneh, karena Kai menatapnya dengan tatapan tak percaya.
"Wajahmu itu, aku tahu kau hanya sedang menghindari mereka. Kupikir kau sudah tahu resikonya!" Kai sangat tahu kalau saat ini adalah situasi yang sulit untuk anak baru sepertinya.
Belva hanya diam. Dia tidak tahu kalau resikonya akan separah ini. Anak-anak membicarakannya ini dan itu, mereka tidak tahu apa yang dirasakannya.
"Ini semua karena kamu. Coba aja kamu dan temen-temenmu gak hajar anak-anak itu. Aku gak harus dalam situasi kayak gini!" Belva tidak mau salah sendiri. Dia tidak sepenuhnya salah dalam situasi ini.
Keduanya saling menatap. Tentu, Belva yang lebih dulu menunduk karena tatapan Kai sangat tajam. Seakan bisa menusuknya jika tetap bertahan.
Kai bangkit untuk membuka gorden jendelanya, membiarkan cahaya menebus masuk melewati kaca.
"Saat seseorang mempermainkanmu, dan kau hanya diam. Maka besok mereka akan memainkan permainan yang sama. Apa kau mau mengalami bullying seperti itu lagi?" Kai agak menyesal membela anak itu, karena anak itu tidak sama sekali mengerti keadaannya sendiri.
Dia memperhatikan gadis cantik yang bodohnya malah datang ke tempatnya. Mungkin gadis itu pikir dirinya benar-benar membelanya tanpa alasan. Gadis polos, karena hanya akan ada satu orang yang membuatnya menangis, yaitu dirinya.
Belva tertunduk karena Kaisar terus memperhatikannya. Bukannya mencoba membenarkan sikapnya, tapi dia hanya tidak mau masalahnya semakin panjang. Dan benar saja, sekarang masalahnya jadi panjang. Semakin banyak orang yang berpikir jelek tentangnya.
"Jangan melotot!" tegur Kai karena Belva tiba-tiba menatapnya dengan tatapan menuduh.
"Aku harus bagaimana sekarang. Kau membuatku dalam situasi sulit!" Belva menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Memejamkan matanya dengan mimik wajah rumit.
Kai mendekat dan meraup wajah Belva dengan tangannya. Karena kefrustasian Belva terlalu berlebihan.
"Seperti saat kau datang. Kenapa kau tidak pura-pura tidak tahu apa-apa saja!" Kai tidak keberatan jika Belva melakukan hal tersebut. Karena itu yang seharusnya.
Belva yang datang ke apartemennya, sebenarnya jauh dari perkiraannya. Dia pikir Belva akan bersekolah seperti biasa, karena mereka tidak akrab untuk saling berbicara seperti ini.
Bahkan dia seharusnya mendorongnya, saat Belva malah menyandarkan kepala dibahunya. Dia tidak tahu, kalau gadis pemalu yang dia pikir sulit untuk dijangkau, dia bahkan sangat polos dengan menganggapnya sebagai orang baik.
"Maaf!"
"Untuk apa?" Kai bertanya datar.
"Entahlah!" Belva tidak tahu, hanya saja dia merasa yang paling salah dalam situasi ini.
Kai melihat ada pesan masuk di ponselnya. Dia melihat pesan tersebut, ada pesan dari temannya. Memberitahukan kalau anak baru hilang lagi. Adik kelas berambut keriting mencarinya.
Dia melihat pada Belva yang sedang duduk di sebelahnya. Gadis ini dengan bodohnya datang ke tempatnya, tanpa memberitahukan orang lain.
"Apa hubunganmu dengan anak berambut keriting itu?" Kai menyalakan rokoknya, membuat Belva langsung menjauh.
"Maksudmu Aldo?" Belva jadi ingat temannya itu, apakah dia mencarinya?
"Hmmn!"
"Dia teman pertamaku. Mungkin dia satu-satunya orang yang sadar kalau aku tidak ada waktu itu!" Belva sudah sangat suka dengan Aldo dari pertama kali, dia teman yang baik.
Kai melirik sekilas. Dia melihat Belva bangkit dari duduknya.
"Aku harus kembali ke sekolah. Dia mungkin mencariku. Kai, maaf dan terimakasih. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan tentangku. Hanya saja, aku pikir semua terjadi karena aku. Semoga lekas sembuh!" Belva buru-buru berjalan keluar dari apartemen, karena respon Kai hanya meliriknya sekilas.
Setelah ini, Belva akan menganggap dirinya tidak ada lagi hubungan dengan mereka. Dia sudah meminta maaf untuk hukuman yang mereka terima. Meskipun perkelahian mereka bukan salahnya, meskipun dialah yang menjadi alasannya.
Setelah menutup pintu, Belva jadi lega. Rasanya kebingungannya sedikit terangkat. Jika nanti ada yang membicarakannya, dia tidak akan peduli. Dia telah meminta maaf.
Belva menghirup nafas dalam-dalam. Karena jujur saja dia sangat tidak suka asap rokok. Beruntung, di rumah Virgo tidak pernah merokok. Hanya Bian yang selalu merokok.
Senyumnya mengembang. Belva akan kembali ke sekolah. Karena mungkin saja dia masih bisa ikut pelajaran terakhir. Dia meyakinkan dirinya, semua akan baik-baik saja mulai sekarang.
Saat pintu lift terbuka, Belva hampir saja jantungan, karena sosok Kai sedang berdiri di depan pintu lift.
"Kau-kau bagaimana bisa?" Belva sedikit takut, bagaimana bisa laki-laki itu sudah di bawah.
Kai menunjuk pada lift lain di sebelah. Dia masih menatap malas pada Belva.
"Ikut aku!" Kai sudah berjalan lebih dulu.
"Kemana? Aku harus kembali ke sekolah!" Belva bersusah payah mengikuti langkah panjang Kaisar.
Mengikutinya hingga sampai di depan sebuah motor. Belva masih berdiri di tempatnya. Dia tidak mau naik, meskipun Kai menyuruhnya naik ke boncengan belakang.
Melihat tatapan takut dari Belva, Kai menepuk kepalanya. Kemudian menariknya paksa untuk berjalan mendekat.
"Naik, atau kupaksa!" ancam Kai, membuat Belva akhirnya menurut.
"Kita mau kemana?" Belva tetap naik, dia tidak mengenakan helm. Karena memang Kai hanya memiliki satu.
Kai tidak menjawab. Dia hanya langsung membawanya melaju keluar halaman apartemen. Bibirnya tersungging, Belva selalu memeluknya erat, tiap kali dia bonceng. Dulu dia kesal melihat gadis itu memeluk Aldo, sekarang dia mengerti alasannya. Gadis itu takut naik motor.
Di bawah teriknya matahari, keduanya terjebak macet. Dan sialnya dia melihat ada polisi yang sedang razia di depan sana.
Dia melihat sekeliling, mencari cara agar tidak perlu bertemu polisi. Dia benci mereka. Apalagi saat ini dia membonceng Belva yang tanpa pakai helm. Juga masih mengenakan seragam sekolah di jam sekolah.
Belva mengetuk helm Kai, "Kai, kita bakal ditilang. Aku gak pakai helm!"
"Gadis bodoh. Kau seharusnya berteriak minta tolong. Aku telah memaksamu!" jawaban Kai jadi membuat Belva terdiam.
Meskipun dia takut dengan Kai, tapi dia merasa laki-laki itu tidak akan berniat jahat. Karena dia yang menolongnya waktu itu.
"Turunlah, cari taksi sana!" Kai agak cepat mengatakannya, karena polisi sudah melihat ke arah mereka.
"Apa?" Belva tidak bisa mendengar suara Kai, dia hanya melihat kalau polisi sudah melambaikan tangan agar mereka menepi ke pinggir.
"Sial!" Umpat Kai, karena tidak ada jalan keluar. Jalan sedang ramai-ramainya.
Keduanya langsung diminta turun. Polisi sudah melihat pada seragam yang dikenakan Belva. Kemudian saat Kai, melepaskan helmnya, "Kau lagi! Dasar pembuat onar kau. Bawa cewek dak di kasih helm. Nak cewek kau celaka? Ini pulok, kau bolos sekolah? Nak melok dio orang jadi berandalan. Cantik-cantik nak nakal Pulo!"
Belva yang dimarahi polisi hanya bisa tertunduk. Dia baru pertama kali dimarah polisi. Melirik pada Kai, dia melihat laki-laki itu santai seperti di pantai. Menunjukkan surat-surat motornya.
Kai melirik Belva yang sedang menatapnya. Dia agak terkejut melihat kulit Belva yang memerah. Kekesalannya memuncak, karena polisi tidak akan melepaskannya begitu saja.
"Pak, biarkan dio balik ke sekolah!" minta Kai, menunjuk pada Belva, agar polisi itu melihat kalau kulit Belva memerah.
"Ngatek alasan. Nah, ngapo pulok kulit dio ini?" Polisi terkejut melihat kulit Belva.
Tiba-tiba ada polisi lain berjalan mendekat. Berbisik pada rekannya. Kai dan Belva hanya saling menatap.
"Yo sudah, kau akan diantarkan rekan saya ini ke sekolah. Dan kau, tetap di sini!" Polisi itu mengizinkan Belva pergi diantarkan rekannya. Sedangkan Kai tetap di tahan untuk dimintai keterangan. Dia dianggap lalai.
Orang yang berada di dalam mobil menatap semuanya dengan tatapan tajam. Dia awalnya hanya melintas, tapi saat melihat sosok familiar, menghentikan mobilnya dan bertanya pada bawahannya.
Dia meminta bawahannya melepaskan gadis itu, meskipun marah dia agak tidak tega melihat kulitnya yang sudah memerah. Dia akan memberinya hukuman nanti di rumah.
"Gadis nakal!" Virgo mencoba menahan kekesalannya.