Terkunci

1056 Words
Belva hanya menonton teman-temannya yang berolahraga, karena baru beberapa menit mereka beraktifitas di lapangan dengan cahaya matahari yang sangat terik saat ini, kulit Belva langsung memerah, meskipun dia mengenakan lotion yang diberikan Virgo padanya. Dia melihat teman-temannya sedang bermain lempar tangkap, untuk mengambil nilai praktek. Dia sudah mengambil nilai di awal, karena guru olahraganya berpikir Belva sedang sakit. Saat pandangannya terangkat keatas, dia melihat sosok laki-laki di lantai dua terus menatap ke arahnya. Mereka jadi saling tatap, karena Belva sendiri tidak suka laki-laki itu terus menatapnya, berpikir jika dia juga menatapnya, laki-laki itu akan berhenti melihat kearahnya. Hingga beberapa waktu detik berlalu, laki-laki itu tidak sedikitpun berpaling, sehingga akhirnya Belva yang memalingkan wajah. Kai menyeringai karena melihat gadis itu memalingkan wajahnya lebih dulu. Dia melihat ke arah leher sampai kebagian telinga, kulit Belva yang memerah sedikit memudar, tapi tetap saja bagian itu jadi terus menarik perhatiannya. "Ada apa?" tanya teman perempuan Kai. "Tidak!" jawab Kai tanpa menoleh. Wanita bernama Ratni itu mengikuti arah pandangan Kai, dan dia mencibir. "Kau terus saja menatapinya. Bukankah dia orang yang datang dengan komandan Virgo?" Ratni menyenggol lengan Kai. "Yah, dia!" Kai menjawab sambil mengetatkan rahangnya. Ratni ikut melihat pada Belva. Sosok Belva agak mencolok dibandingkan dengan anak lainnya, selain karena anak baru, tapi juga karena wajahnya yang ayu seperti orang Eropa, tapi tidak memiliki rambut pirang. "Dia mangsa empuk. Makan saja!" Ratni mengatakan dengan nada dingin. Kai sedikitpun tidak menjawab, tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan. Hanya saja, dia agak tidak nyaman melihat Belva yang sedang duduk berdampingan dengan Aldo. Kedua orang itu juga melihat padanya, hingga dia melihat Aldo tersenyum menyapa. Tapi jelas, dia tidak akan balas menyapanya. Di bawah, Belva tidak berani lagi terlalu lama melihatnya, dia menunduk, dan akhirnya ijin pada Aldo untuk ke toilet. Lagipula dia juga tidak ada kegiatan di sana. Masuk ke dalam toilet yang sepi, Belva membasuh wajahnya. Bermaksud untuk mendinginkan kulitnya. Jakarta dan Palembang tidak ada bedanya, sama-sama panas. Tapi karena di sekolahnya dulu jarang ada ruang terbuka, dia tidak bermasalah dengan panas, berbeda dengan sekolahnya sekarang yang memiliki banyak ruang terbuka. Sebagai tempat untuk duduk-duduk santai pada siswa. Sekolah sangat mengusung nilai kebersamaan, sehingga mengutamakan siswa agar bisa bersosialisasi. Karena dia juga ingin pipis, Belva masuk ke dalam salah satu bilik toilet. Dia agak lama, karena tidak ingin terburu-buru. Jam olahraga masih panjang, dia terlalu menganggur hingga meninggu jam-nya selesai. Saat akhirnya selesai, Belva akan membuka pintu bilik. Tapi itu terkunci, Belva panik. Dia berteriak, tapi setelah cukup lama tidak ada yang membukakan pintu untuknya. Belva berpikir kalau tidak ada siswa yang ke toilet. Dia hanya harus menunggu. Itu pikirnya. Di luar, Aldo sudah mencari Belva di seluruh sekolah. Tapi tidak menemukannya. Sampai jam pulang sekolah, dia tidak juga menemukan keberadaan Belva. Seingatnya, Belva ke toilet. Karena toilet di bawah rusak, Aldo mencari ke seluruh tempat. Tapi hasilnya nihil. Dia sudah bertanya pada banyak orang, tapi tidak ada yang tahu keberadaannya. Hampir semua siswa sudah pulang. Hanya tersisa beberapa saja. Itupun adalah para pentolan sekolah. Aldo akan menyerah, dan berpikir kalau Belva mungkin buru-buru pulang. Tapi perasaannya tetap menolak pemikiran tersebut. Dia bingung dan agak gelisah. "Kenapa?" tanya Kai pada adik kelasnya. "Itu, gue nyari temen gue. Dia gak ikut kelas setelah pelajaran olahraga. Jadi khawatir!" Aldo mengenali sosok Kai sebagai pembalap yang cukup diandalkan oleh sekolahnya, meskipun terkesan dingin, tapi Aldo tidak merasa takut padanya. "Murid baru?" tanya Kai,. Karena Aldo sedang dikabarkan dekat dengan Belva. Hampir semua anak tahu, karena Belva hanya dekat dengan Aldo, begitupun dengan Aldo, dia lebih sering deka dengan gadis itu. "Yah, kau mungkin tahu?" Aldo tidak menuduh, tapi ada beberapa kakak kelasnya yang setingkat dengan Kai, mereka kadang suka jahil. Meskipun jahil dalam batas wajar. "Mana aku tahu. Mungkin dia sudah pulang!" Kai berlalu menuju ke lantai atas, akhirnya Aldo juga berpikir mungkin saja begitu. Dia pulang, karena ada jadwal latihan basket sore nanti dengan teman-temannya. Di dalam toilet, Belva sudah hampir pingsan karena sirkulasi udara yang kurang baik. Tubuhnya sudah sangat berkeringat. Terlebih dia sedang panik. Seharusnya dia memiliki ponsel. Dia berharap, seseorang dapat menyelamatkannya. Jika tidak ada yang menolongnya, dia berharap Virgo sudah pulang dan menyadari kalau dia belum ada di rumah. Lalu mencarinya. Hanya bisa berharap, karena dia sama sekali tidak bisa membuka pintunya. Kai membuka semua pintu kelas. Dia mencari di setiap sudut sekolah. Sama seperti yang dilakukan oleh Aldo tadi. Langkahnya berjalan pelan, tapi wajah menunjukkan kemarahan. Apa yang membuatnya kesal, adalah ada yang mencoba memainkan mainannya. Berjalan menuju satu-satunya ruangan yang tidak bisa dimasuki oleh anak-anak pada hari ini. Yaitu toilet yang bertuliskan peringatan sedang rusak! Dia sudah berada di depan pintunya. Memegang handle pintu, itu memang terkunci. Dia tidak mendengar suara dari dalam. Tapi karena hanya ruangan ini yang belum dicari, Kai harus memastikan. Dalam sekali tendangan, Kai berhasil membuka pintu, hingga engsel pintu bagian atas lepas. Lalu dia segera mendengar teriakan. Belva terkejut mendengar suara keras dari luar. Dia sebenarnya takut, tapi dia ingin keluar. Dia langsung berteriak, berharap itu bukan orang jahat. Kai masuk dan langsung menghampiri bilik yang terkunci, karena suara teriakan itu berasal dari sana. Semakin terlihat kemarahan di matanya. "Menjauhlah!" ucap Kai dingin. Belva menurut, dia langsung menjauhi pintu. Menempel pada dinding sebagai gantinya. Bruk Satu tendangan, pintu itu langsung terbuka. Jika yang akan dibukanya adalah pintu kelas, mungkin butuh usaha lebih keras, tapi karena itu pintu kamar mandi, kekuatan pintunya yang terbuat dari bahan plastik atom mempermudahnya. Kai dan Belva saling menatap. Awalnya Belva senang, karena dia akhirnya bisa keluar. Tapi begitu melihat wajah marah Kai, dia jadi takut. Dia semakin takut saat Kai malah melangkah semakin maju. Dia terpojok, wajahnya semakin memucat saat ada tangan menghalanginya untuk bisa bergerak kemanapun. "Siapa yang melakukannya?" tanya Kai singkat. "Hah? Aku tidak tahu!" jawab Belva menunduk, dia tidak tahu kenapa Kai terlihat sangat marah, padahal dia tidak melakukan salah padanya. Kai semakin maju, hingga menghimpit tubuh Belva. Dia melihat gadis itu jadi panik. Kedua tangannya sudah berada di d**a Kai, hendak mendorongnya, tapi gadis itu ragu. Mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu. Dia berbisik pelan, memastikan gadis itu mengingat peringatannya. "Jangan buat orang ingin mengganggumu. Hanya aku yang boleh!" Belva gemetar, bisikan Kai ditelinganya, juga nafas yang terasa menerpa di sana. Dia tidak tahu, kenapa Kai akan mengatakan hal tersebut padanya. Karena seingatnya mereka bukan orang yang saling mengenal, selain kejadian saat Kai mengantarkannya ke kelas waktu itu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD