Unyis X mulai menjelaskan terkait apa itu Karisma kepada Rimpu.
"Hitam, keabu-abuan, dan hitam strip loreng merupakan kucing yang memiliki elemen tanah dan air. Kuning, full oren, oren putih dan belang tiga biasanya memiliki elemen api, listrik dan angin. Akan tetapi diagram diatas tidak menggambarkan secara baku elemen apa yang kita miliki karena bisa saja sebagai contoh, kucing hitam bisa memiliki elemen listrik atau api dan sebaliknya kucing kuning dan oren memiliki elemen tanah atau air. Corak bulu hanya indikator, yang menentukan hasil elemen dari Karisma tetaplah DNA yang kita warisi dari induk kita." Unyis X memaparkan tentang Karisma.
"Aku akan mengaktifkan medan warpzone." Unyis X seketika sedikit mengeong pelan dan menciptakan warpzone halus. "Dalam warpzone, kita bisa memakai dan mengkonversi elemen kita. Entah dipancarkan melalui kumis, ekor ataupun cakar."
"Jadi ... elemen ini hanya bisa dipakai di dalam warpzone ibu?" tanya Rimpu.
"Benar nak. Ibu menduga elemenmu memang api atau listrik akan tetapi karena kau seekor kucing yang tidak memiliki meongan, kau tidak bisa menggunakan elemen dan mengkonversi Karismamu menjadi sebuah energi bertarung praktis dalam warpzone. Elemenmu bersifat statis dan terasa datar."
"Begitu ya ibu," gumam Rimpu, raut wajahnya agak kecewa.
"Dengar Rim, elemenmu bisa kau pusatkan dalam cakar di tangan kananmu ... tanganmu akan lebih leluasa kau gunakan dalam warpzone walaupun seluruh tubuhmu perlu beradaptasi tapi kita akan melatih keduanya." Kata Unyis X dengan tegas. "Cakar adalah satu-satunya perangkat s*****a fisik yang dimiliki oleh seekor kucing. Cakar bisa kau gunakan sebagai skill berburu maupun menyerang atau penunjang observasi. Kau bisa memanjat dan menjelajah dengan cakarmu. Cakar adalah modal utama bagi aktivitas kita para kucing."
"Wah! Itu hebat Ibu," kata Rimpu baru menyadari kegunaan cakar secara fungsional. Selama ini cakar bagi Rimpu terutama dibagian kaki belakangnya—hanya ia pakai untuk menggaruk tubuhnya yang gatal saja.
"Namun cakar pun memiliki kelemahan dan kekurangan alias memiliki batasan. Kau lihat bentuk cakarmu?" tanya Unyis X, Rimpu mengangkat lengan kanannya dan mulai memperhatikan cakar-cakar yang sedikit ia keluarkan.
"Karakteristik cakar kita para kucing melengkung kebawah, sehingga membuat kita para kucing unggul dan ahli dalam hal memanjat namun akan kesulitan jika untuk turun kembali. Itulah kekurangannya. Cakar hanya di desain sebagai alat mencengkram yang kuat." Papar Unyis X.
"Benar ibu, cakar ini melengkung ke bawah." Rimpu masih melihat cakar di lengan kanannya.
"Bantalan lembut ditelapak tangan dan kaki kita terbentuk dari sususan syaraf reseptor, ia amat sensitif. Bantalan itulah yang tersambung langsung ke syaraf cakaran."
"Itu benar, kadang ketika Rida mengusap bantalan lenganku, cakar-cakarku bereaksi keluar, ibu."
"Itulah yang ibu maksud. Cakar kita ini fleksibel dan tersimpan rapi di dalam lengan dan akan bereaksi jika kontak langsung dengan bantalan di lengan."
Rimpu mulai menginjak-injakan dua lengan depannya, mencoba merasakan rangsangannya terhadap cakar. Cakar-cakar Rimpu keluar setiap kali ia menginjakkan bantalan-bantalan di kaki depannya. "Aku bisa merasakannya," kata Rimpu sedikit tertawa. Dia malah menikmatinya.
"Hati-hatilah dengan bantalan itu, Rim! Syaraf-syaraf reseptor itu terhubung langsung dengan refleksi di cakarmu. Kegunaan lain dari bantalan tersebut adalah sebagai peredam bunyi dari langkah kaki kita. Dengan kata lain ... sebagai alat untuk spionase dan sabotase."
"Kemampuan para garong, benar kan ibu?"
"Kau benar nak, yang biasa disalah-gunakan oleh para kucing garong," kata Unyis X sambil m******t lengannya. "Bersiaplah, keluarkan cakarmu!"
Sementara Rimpu telah mulai menyiagakan kedua lengan depannya, ia menginjak-injakkan bantalan di bawah lengan kanannya untuk merangsang keluarnya cakar.
"Cobalah untuk berlari ke arah ibu dan menyerang ibu dengan cakarmu, seperti yang tadi sebelumnya kau lakukan." Pinta Unyis X.
"Baiklah ... ini dia...!!" teriak Rimpu mulai bergerak mendekati Unyis X dengan niat menyerang. Rimpam sedikit membuka matanya untuk mengintip. Tetapi terlihat Rimpu sepertinya agak kesulitan menghampiri Unyis X. Gerak tubuhnya kembali melambat dan ia terperanjat kaget lalu melompat-lompat ke samping menjauhi Unyis X.
"Seranglah ibu, ibu tidak akan mengendorkan warpzone ibu, ini demi agar kau bisa cepat beradaptasi dengan warpzone." Kata Unyis X, nampak tidak mengendorkan kualitas meongannya sama sekali.
"Ini lebih sulit dari yang tadi ibu. Hawanya lebih mengintimidasi." Sahut Rimpu.
"Kalau begitu ibu yang akan mendatangimu," Unyis X seketika berlari ke arah Rimpu. Dia menyerang Rimpu dengan cakarnya dan menggigit leher Rimpu. Rimpu menggigit balik kepala Unyis X dan mulai berontak lalu lari ke arah sebaliknya.
"Bagus Rim, jangan turunkan kewaspadaanmu." Unyis X mulai bersiap menyerang kembali. "Kali ini gunakan cakarmu untuk menghalau ibu."
Rimpu pun mulai nampak serius seraya mengeluarkan cakarnya.
Unyis X kembali berlari ke arah Rimpu, coba menggigit lengan depannya. Dengan sigap Rimpu mulai menghindar, meloncat-loncat dan memiringkan kepala. Unyis X kembali menyerang Rimpu, kali ini ia mengunci pergerakan Rimpu dengan mulutnya. Unyis X terlihat mengunyah kepala Rimpu, cakarnya memegang erat tubuh Rimpu, bukan dengan keras namun tetap dalam batas aman. "Bergeraklah dan pakai cakarmu!" pinta Unyis X.
Rimpu mulai hendak melepaskan diri, dia mencoba menggigit lengan Unyis X namun Unyis X melepas cengkramannya kemudian menghindar. Rimpu mengejarnya dan hendak menariknya dengan lengannya, ia lantas mengeluarkan cakarnya.
"... sedikit lagi kena," kata Rimpu.
Tiba-tiba, ada sesuatu yang mengejutkan bagi Unyis X. "Bau wisa ini ...." gumam Unyis X seakan mengendus sesuatu. "Bagus Rimpu, kau mulai terbiasa bergerak di dalam warpzone. Ibu akan meningkatkan kualitas meongan ibu dalam level pertarungan yang sesungguhnya." Tegas Unyis X seraya mengeram dan meningkatkan tekanan dalam warpzone.
"Kau terlalu serius," kata Rimpam mulai membuka matanya, kepalanya tegak berdiri.
Papan-papan dinding loteng mulai nampak terkoyak kembali, atap rumah Rida juga kembali terbuka dan salah satu atapnya lagi-lagi terbang entah kemana. Lukisan para Unyis Rida di dinding pun juga mulai terlihat sobek dan terkelupas.
"Ibuuuu ... lukisan para Unyis-nya!!!" teriak Rimpu.
"Tenanglah nak! Ingat, ini hanya di dalam warpzone! Fokus saja untuk menyerang ibu dengan cakarmu."
Rimpu mulai kembali ingin menyerang Unyis X. Kali ini dengan strategi yang berbeda. Dia berjalan memutar mengitari Unyis X sebelum berniat menyerang, mencoba mencari celah.
"Aaargghhh...!!!!" teriak Rimpu coba menerkam Unyis X namun Unyis X seketika menghindar dan malah balik mencakar Rimpu lalu mengenai belakang pundak Rimpu. Rimpu seketika menggigit dan menggaruk bagian tubuhnya yang terkena cakaran Unyis X, dia merasakan efek gatal dan sedikit sakit.
"Tenang saja Rimpu. Tahanlah. Ibu tidak akan melukaimu."
"Aku tahu ibu."
"SEKARANG...!!! Cakar Ibu kembali!!!" pinta Unyis X.
"Aaaaah..!!!" Rimpu mengeram dan kembali menyerang Unyis X dengan cakarnya. Kali ini dengan gesit Rimpu terus mengejar pergerakan Unyis X yang terus lari menghindar. Namun tidak disangka, gerakan Rimpu mulai cekatan dalam warpzone dan dia memutari Unyis X. Unyis X berbalik dan ketika Unyis X ingin menghampirinya untuk balik menyerang—Rimpu membalik keadaan, membuat gerakan refleks mengecoh dan maju menyerang Unyis X. Cakarnya mulai mengenai wajah Unyis X kembali tepat di dekat hidung.
"Tidak salah lagi, bau wisa ini adalah ...." gumam Unyis X terlihat tak percaya, hidungnya mengendus sesuatu dari cakar Rimpu sesaat ketika cakar Rimpu mengenai hidung Unyis X.
Bagaimana mungkin...? Tanya Unyis X dalam pikirannya seolah tak percaya dengan apa yang di endus oleh hidungnya. Ia menatap Rimpu yang terlihat masih fokus.
"Rim, apa kau tahu? Cakar kucing memiliki bau yang khas." Kata Unyis X. "Cakar kita menyimpan suatu toksin alami. Toksin yang menyimpan ciri khusus atau wisa eksklusif milik kita sendiri. Semacam genetika pribadi."
"Apa itu wisa ibu? Dan apa gunanya wisa?" tanya Rimpu.
"Wisa mampu membuat lemah dan lumpuh lawan, tergantung dari seberapa kuat pengaruh wisa dan seberapa dalam goresan lukanya. Biasanya efek wisa akan jauh lebih terasa setelah beberapa hari berlalu. Wisa bisa membuat kucing jatuh sakit dan lemah beberapa hari pasca perkelahian." Papar Unyis X.
"Itu benar-benar s*****a yang berguna." Kata Rimpu menatap cakar di lengan kanannya lalu menjilatnya dengan air liurnya.
"Biasanya pasca mengalami pertarungan, kucing akan uring-uringan, bersifat jauh lebih malas karena tubuhnya yang lemah dikarenakan efek wisa dari musuhnya. Tergantung seberapa banyak luka ditubuhnya." Papar Unyis X kembali.
Rimpam tiba-tiba menyela, "tetapi jika teramat sering mendapat luka dari wisa yang sama berulang kali, efek wisa tidak akan lagi begitu terasa. Intensitas atau seberapa sering kita mendapatkan luka dari wisa yang sama juga akan menciptakan imunitas tersendiri dari wisa tersebut." Rimpam mulai buka suara.
"Apa yang dikatakan Rimpam itu benar nak. Dalam beberapa kasus, pada akhirnya kau akan terbiasa dengan wisa lawanmu." Timpal Unyis X.
"Aku telah terbiasa dengan wisa para balam raja yang lain. Wisa mereka tidak lagi berpengaruh banyak padaku." Kata Rimpam, agak menyombongkan diri.
"Itu karena terlalu sering dan intensnya pertarungan Rimpam dengan para balam raja yang lain, atau sudah terlalu sering berkonfrontasi." Sahut Unyis X.
"Jadi ibu, setiap kucing memiliki wisa yang berbeda satu dengan yang lainnya?"
"Benar nak. Wisa kucing itu eksklusif dan original," jawab Unyis X. Namun aku tidak mencium keoriginalan wisa dari Rimpu. Rasanya seperti wisa yang jamak, tidak tunggal. Bahkan ... wisa itu nampak familiar bagiku, pikir Unyis X dalam hatinya terheran-heran.
"Wisa dalam cakar kita menyimpan feromon yang berasal dari kelenjar bau yang berada disela-sela bantalan reseptor di lengan dan kaki kita. Feromon dari cakar ini sama halnya dengan feromon dalam urine, ketika disemprotkan atau spraying maka feromon urine memberi informasi siapa pemilik dari urine tersebut sekaligus penanda bahwa wilayah itu adalah miliknya sedangkan feromon dari cakar tertinggal saat seekor kucing menggaruk sebuah tempat atau objek sebagai bukti visual wilayah yang ia kuasai."
"Aku sudah paham ibu. Jadi selain dengan urine, kita bisa menandai sesuatu dengan cakar kita, begitu kan?"
"Benar nak, tapi bekas cakaran pada suatu benda agak berbeda dengan semprotan urine." Jawab Unyis X. "Itu akan bertahan awet dan tidak temporary." Unyis X menatap ke sekeliling ruangan loteng.
"Apa maksudnya ibu?" tanya Rimpu, dia juga nampak melihat sekitaran ruangan loteng karena penasaran apa yang sedang dirasakan oleh ibunya.
"Bekas cakaran pada sebuah benda padat akan bertahan terus menerus sebagai peninggalan khusus yang menyimpan segala informasi serta identitas dari sang pemilik cakaran bahkan jauh ketika mereka telah tiada. Dari bekas cakaran tersebut kita bisa mengetahui karakteristik sang pemilik cakaran. Bagaimana aroma tubuhnya, feromon tubuhnya, besar kekuatan dan elemen karismanya, serta toksin dari cakarnya." Papar Unyis X. "Sebagaimana di ruangan loteng ini, tersimpan banyak sekali infomasi dan detail karakteristik dari Unyis-Unyis Rida terdahulu." Unyis X mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
Jadi bisa dikatakan bekas cakaran seekor kucing di suatu benda padat, bagi kucing lain merupakan semacam kartu tanda pengenal bagi kucing tersebut.
"Ibu merasakannya? Sepertinya kalau kupikir-pikir ... aku juga merasakan banyak peninggalan dari kucing-kucing hebat dari tempat ini ibu. Aku bisa mengetahui dengan jelas betapa luar biasanya mereka itu dulunya." Kata Rimpu.
"Mereka yang kau rasakan itu adalah para Unyis Rida yang pernah tinggal disini." Kata Unyis X. "Tempat ini di beberapa sudutnya memang menyimpan bekas-bekas jejak cakaran mereka, sehingga kau bisa mengenali karakteristik mereka dari situ Rim."
Sebagaimana aku bisa mencium wisa khas milik guru Karmak dalam cakarmu, pikir Unyis X heran dalam hatinya. Ini sungguh aneh dan mustahil, tapi aku harus mengkonfirmasinya kembali, pikir Unyis X.
"Rimpu, siagakan kembali cakarmu dan serang ibu kembali." Pinta Unyis X. Rimpu mulai menyiagakan dan mengeluarkan kembali cakarnya seraya menginjak-injakkan dengan lembut bantalan dibawah kaki depannya tersebut.
"Rimpam! Tolong kau masuklah dalam warpzone-ku. Ada sesuatu yang aneh yang ingin kuperlihatkan padamu." Kata Unyis X mengontak Rimpam melalui telepatinya di jalur pribadi.
Rimpam yang sedari tadi berbaring santai seraya memperhatikan keduanya mulai menanggapi dengan wajah serius, "ada apa?" tanyanya.
"Kau masuki saja dulu warpzone-ku dan kau rasakan sendiri." Jawab Unyis X. Sementara itu Rimpam sedikit mengeram untuk ikut masuk dan larut dalam dimensi waprzone.
"Coba kau rasakan dan perhatikan baik-baik." Kata Unyis X.
"Ibu ... aku akan mulai!" Rimpu mulai menunduk bersiap menyergap Unyis X dari depan.
"Siagakan cakarmu Rim dan kembali serang ibu." Pinta Unyis X, seketika Rimpu mulai kembali menyerang dan ingin menyergap Unyis X seperti tadi akan tetapi Unyis X berlari menghindar lalu sedikit mencakar Rimpu dengan lengan kirinya. Unyis X memiringkan kepalanya, tanda dia akan mengulangi serangannya pada Rimpu.
"SEKARANG...!!!" Unyis X mengeram dan mematikan langkah Rimpu dengan menggigitnya tapi Rimpu mulai menyikut Unyis X dengan lengannya lalu coba menerkam kepala Unyis X kemudian mengayunkan Cakarnya.
Unyis X melepas cengkramannya dan menjauh, "coba lagi Rim!" katanya. "Sekarang, Seraaang...!!!" teriak Unyis X kembali. Rimpu mengeram dan mulai maju kembali menyerang Unyis X sambil mengayunkan Cakarnya, hampir-hampir cakar itu mengenai mata kiri Unyis X—sedikit mengenai pelipis. Tidak salah lagi ... ini benar aroma wisa tuan guru Karmak. Pikir Unyis X dalam hati.
"Tidak mungkin...!" gumam Rimpam nampak juga ikut terkejut.
"Kau merasakannyan juga kan...?" tanya Unyis X pada Rimpam, mereka masih berkomunikasi lewat telepati.
"Wisa Rimpu nampak familiar, bukan?" tanya Unyis X. "Ini aneh, Rimpu memiliki wisa khas Unyis keempat Rida, guruku ... Pendulum Unyis, tuan Karmak!"
"Tidak, kau salah...! Apa kau tidak bisa merasakannya, Luri?" tanya Rimpam tampak jauh lebih terkejut.
"Apa maksudmu?" tanya Unyis X.
"Coba kau peka kan lagi penciumanmu." Pinta Rimpam. "Apa kau tidak bisa mengendusnya?"
Seketika Unyis X juga terperanjat dan terkejut. "Ini ... tidak ... tidak mungkin!" gumam Unyis X menyadari sesuatu dan juga tampak tak percaya seperti Rimpam.
"Penciumanmu hanya terfokus pada wisa yang sangat kau kenali yaitu wisa gurumu, namun kau tidak menyadarinya, bahwa anak ini memiliki lima wisa yang berbeda." Tegas Rimpam.
"Wisa ini ... bukan hanya wisa khas milik Pendulum Unyis ... melainkan juga ...." gumam Unyis X masih terperanjat tak percaya, "milik Legendary Unyis, Successor Unyis dan Silver Unyis J."
"Benar! Ini wisa khas tuan Judarik, tuan Kilir, tuan Je t'aime dan tuan Karmak." Sahut Rimpam. "Siapa sebenarnya anak ini...?" Rimpam menatap fokus Rimpu penuh tanda tanya.
"Ada apa ibu? Apa ada yang salah? Kenapa kalian memperhatikanku seperti itu?" tanya Rimpu, belum tahu menahu masalah ini.
Dari wajahnya dia nampak heran melihat tingkah Unyis X dan Rimpam yang menatapnya terlalu serius dan berbeda dari sebelumnya.
"Tolong jelaskan ibu! Ada apa ini?" Rimpu bertanya-tanya.
"Rim, ada yang harus kau ketahui terkait wisa di cakarmu itu." Kata Unyis X.
"Ada apa dengan cakarku ibu? Apa aku juga tidak memiliki wisa?" tanya Rimpu penuh kegelisahan dan rasa takut, perasaannya tidak enak. Ia traumatik dan memiliki pengalaman buruk terkait kondisi dirinya yang mengejutkan seperti bagaimana ia ternyata merupakan kucing yang terlahir tanpa meongan. Lebih tepatnya Rimpu telah mengidap Syndrome Dysmorphic Disorder.
"Bukan Rimpu, malah sebaliknya. Anomali lain dalam dirimu yang mengejutkan ibu."
"Apa itu ibu?" tanya Rimpu semakin gelisah dan penasaran.
"Keluarkan kelima cakar depanmu." Pinta Unyis X.
"Baiklah ibu!" Rimpu mulai mengeluarkan semua cakar di lengan kanannya.
"Seperti yang sudah kau pahami sebelumnya Rim, bahwa cakar kucing memiliki wisa yang khas yang hanya dimiliki oleh kucing yang bersangkutan. Wisa bersifat eksklusif dan tidak mungkin seekor kucing akan memiliki wisa yang sama dengan kucing lain." Papar Unyis X.
Maksud Unyis X adalah bahwa wisa pada kucing ibarat sidik jari pada manusia yang mana tidak mungkin sama antar manusia lainnya.
"Iya ibu, aku sudah paham bagian itu. Lantas, kenapa dengan diriku?"
"Tapi kau berbeda, Rim!"
"Apa yang berbeda ibu?" tanya Rimpu semakin penasaran.
"Dari kelima cakar di lenganmu, hanya satu cakar yang memancarkan aroma wisa khas milikmu sendiri. Sementara cakar yang lainnya—berbeda satu sama lain." Jawab Unyis X. "Dan ibu jauh lebih terkejut mendapati fakta bahwa wisa-wisa di cakarmu tersebut ... familiar dan sangat ibu kenali."
"Aku tidak mengerti ibu, maksud ibu apa?"
"Keempat cakarmu yang lain memiliki wisa khas dari para Unyis Rida. Wisa dari Legendary Unyis, Successor Unyis, Silver Unyis J dan wisa dari guru ibu—Pendulum Unyis."
Rimpu sangat terkejut mendengar itu, dia menatap kelima cakar di lengan kanannya.
"Jadi ... aku memiliki wisa dari para Unyis Rida sebelumya?" gumam Rimpu masih tak mengerti.
"Benar, dan ibu pun tidak tahu bagaimana dan kenapa bisa seperti itu—bahkan bagi para kucing hal seperti ini sangatlah mustahil, sebagaimana mustahilnya terlahir tanpa meongan." Kata Unyis X mulai menghampiri Rimpu kemudian memandikan kepala Rimpu dengan enzimnya.
Mungkin ini kompensasi untukmu nak. Kau memiliki banyak keistimewaan dalam kekurangan, pikir Unyis X dalam benaknya.
Anak ini ... siapa anak kucing ini? Rimpam juga bertanya-tanya dalam benaknya sembari menatap nanar kepada Rimpu.
Rimpu kemudian mundur sedikit ke belakang beranjak dari Unyis X. "Lantas, apa artinya jika aku memiliki wisa para Unyis Rida ini ibu?" tanyanya.
"Itu artinya ... kau bisa menjadi kucing yang teramat kuat nantinya nak." Jawab Unyis X.
"BENARKAH ITU IBU...?!!" tanya Rimpu begitu bersemangat, Unyis X nampak tersenyum pada Rimpu. Rimpam kembali duduk tengkurap setelah sebelumnya ia berdiri tegak karena kaget mengendus wisa yang dipancarkan oleh Rimpu.
"Ibu semakin percaya kau bisa menjadi jauh lebih kuat, semangat para Unyis Rida ada padamu Rim!" kata Unyis X. "Ibu akan berusaha keras melatihmu, apapun yang terjadi!"
Sebuah hal yang mengejutkan kembali mereka dapati dari seekor anak kucing bernama Rimpu. Begitu banyak misteri yang menyelimuti dari segala kekurangan dan kelebihannya. Banyak hal istimewa dari diri Rimpu yang nantinya mungkin akan mengejutkan banyak pihak.