Eps. 7 Rifal Cinta

1569 Words
Author P.O.V Hampir satu bulan berlalu, keadaan Jesi pasca bertemunya dengan Juan kini berangsur membaik. Bukan bermaksud melupakan kejadian dirinya diturunkan di jalanan, tapi memang Jesi sudah tidak pernah bertemu dengannya lagi. Bagaimanapun kesibukan keduanya yang berbeda kegiatan. Juan dengan pekerjaannya, sedangkan Jesi dengan kuliahnya. Lagipula tidak ada hal yang harus membuat mereka bertemu. “Jes, lu perhatiin deh. Sudah mau satu bulan ini keadaan sekitar tenang – tenang saja ya?” tanya Naumi sambil mengunyah makanan ringan di ruang kelasnya. “Maksud lu?” Jesi yang tak mengerti hanya menautkan alisnya bingung “Ya gak ada grasak – grusuk gitu. Contohnya saja nih, si fans fanatik lu itu. Lu perhatiin deh. Udah berminggu – minggu ini gue gak lihat batang hidungnya. Jangankan sampai satu bulan. Satu hari saja dia gak nongol kayak ada yang kurang. Aneh kan?” Jesi yang menyadari mulai ngeh akan kondisi tersebut “Iya juga ya. Biasanya hampir tiap hari dia ke kelas dan mendatangiku. Kenapa seperti hilang ditelan bumi? Kenapa juga aku mikirin dia. Gak penting amat,” batin Jesi sambil menggelengkan kepalanya. “Sakit kali,” ucap Jesi positif thinking “Dia sakit? Hahahaaa. Mustahil,” “Memangnya kenapa sih? Lu kangen sama, Adam?” tanya Jesi mengejek “Kepret lu. Dih ogah gue kangen dia. Meski wajah gue gak secantik dan gak semenawan lu. Tapi gue juga milih – milih coyy,” ucap Naumi membusungkan dada “Dih kenapa? Gitu – gitu dia ganteng juga tahu,” sergah Jesi cepat “Kok lu bela dia? Naksir yaa. Ea ea eaaa,” ejek Naumi sumringah “Eh enggak ya. Gue tadi cuma bantu lurusin, karena pernyataan lu tadi yang seakan jijik banget sama dia,” Jesi mencoba mengklarifikasi “Ya gimana gue gak jijay. Ya emang sih dia ganteng, tapi sikapnya dia itu loh. Hiii lebay banget,” tutur Naumi sambil mengingatnya. “Lebay gimana?” “Ya elah pakai ditanya. Lu masak gak merasa risih sih? Secara dia saban hari nongol di kelas kita. Deketin lu. Cari pandang, curi perhatian. Kadang ngasih bunga lah, makanan lah, sampai terkadang dia bela – belain ikut kelas kita demi pengen deket sama lu. Kurang effort apalagi coba tuh cowok. Dia bahkan pernah bikin status wa pasca pemberian dia lu terima. Padahal dia enggak tahu aja, kalau waktu itu lu terima sebab dia gak keluar – keluar dari dalam kelas. Itupun juga karena gue yang nyuruh saking kesalnya lihat anak-anak pada merhatiin kita sambil bisik – bisik. Dan setelah itu terjadilah berita hoax dimana – mana. Sampai jadi bahan gosip anak – anak kampus lu, Jes. Ckckck,” cibir Naumi panjang lebar Jesi yang mendengar hanya tertawa dengan terbahak – bahak. “Ketawa lagi lu. Gue heran banget sama lu, Jes, kok ada orang selempeng lu. Sudah tahu dia ngejar – ngejar lu segitunya. Tapi masih aja bersikap baik dan gak risih sama sekali,” sambung Naumi sambil menggelengkan kepalanya “Yee gue juga risih ya. Sembarangan kalau ngomong. Tapi ya mau bagaimana lagi. Gue gak enakan orangnya. Lu tahu sendirikan kalau gue udah pernah bilang ke dia kalau kita berteman saja. Tapi emang dasarnya dia bebal masih saja ke kelas. Sudah gitu pakai raut wajah memelasnya lagi. Kan gue jadi gak tega yang mau ngusir,” tutur Jesi menjelaskan “Ya itulah lu, Jes. Sifat gak enakan lu yang bikin gue geleng – geleng kepala. Hati – hati. Jangan sampai suatu saat nanti malah jadi boomerang buat lu,” ucap Naumi mengingatkan. “Ya iya bawel. Lagian bukannya kalau dia ngasih makanan lu yang seneng. Secara gue kasih makanannya ke lu semua,” cibir Jesi “Iya juga ya. Jadinya gue yang kenyang yak. Ahahahahaa,” ucap Naumi sambil terbahak. Alhasil kedua sahabat itu tertawa dengan keras. “Hei ciwi – ciwi , nanti pas di bus kalian mau bareng gue gak duduknya di belakang?” ucap salah satu teman kelas Jesi dan Naumi “Enggak mau,” singkat Naumi “Kenapa?” tanya orang itu menautkan alisnya “Karena lu cerewet,” sarkas Naumi sambil menjulurkan lidahnya “Heiss. Kalau lu, Jes?” tanya dia lagi sambil mendengus kesal Jesi yang nampak tak mengerti hanya menautkan alisnya bingung “Memangnya nanti ada apa?” Mendengar pertanyaan polos Jesi, Naumi dan teman wanita itu hanya menganga tak percaya “Lah, lu gimana sih, Jes. Kan lusa kita mau ada acara gathering di Bandung,” tutur Naumi memberitahu dan disertai anggukan oleh temannya itu “Lah iya gue lupa,” Ucap Jesi sambil menepuk jidatnya. “His, his, his....” ringis Naumi dan wanita itu bersamaan . Disisi lain, Perusahaan Alpha Group, Juan berjalan melewati koridor perusahaan bersama dengan para pengawalnya. Sudah tiga minggu lebih dia berada di luar kota untuk urusan pekerjaan. Dan kini dia kembali dengan tatapan dingin seperti biasanya. Langkahnya yang tegap dengan setelan jas mahal pas body warna hitam, membuat ketampanannya semakin bersinar. Kulitnya yang putih, hidungnya yang kokoh, bibirnya yang tipis namun menggoda, serta tatapan matanya yang hitam melekat mampu membuat karismanya terbentuk sempurna. Hingga para karyawan yang melihat menunduk hormat dan tunduk kepadanya. Seperti biasa para karyawan wanita selalu memuja – muji dirinya bak seorang dewa. “Selamat pagi, Pak Juan,” salam hormat dari ke empat sekretaris Juan saat atasannya melewati mereka dan menuju ruangannya. Seperti biasa, setiap pagi sekretaris utama Juan yang bernama Maria melaporkan jadwal kegiatan Juan dari pagi hingga sore. Tak perlu menatapnya, Juan hanya mendengarkan sambil tangannya berkutat dengan laporan keuangan di tangannya. “Sudah, Pak,” ucap Maria mengakhiri laporannya “Pastikan klien kita kemarin segera memberi tanggapan tentang rencana perluasan kebunnya. Jika bersedia, berikan modal berapapun yang mereka mau. Selama mereka bersedia setuju dengan syarat yang kita berikan tak jadi masalah,” perintah Juan kepada Maria “Baik, Pak. Akan saya laksanakan,” jawab Maria dengan sigap “Ya sudah. Keluar,” titah Juan tegas “Baik, Pak. Saya permisi dulu,” jawab Maria dan langsung keluar dengan sopan Setelah itu, Juan mengambil ponselnya dan menyuruh Haris untuk memasuki ruangannya. “Gimana, Jesi?” tanya Juan datar “Nona Jesi baik – baik saja, Pak. Selama Bapak pergi, tidak ada pria lain yang berada disekitarnya,” jawab Haris dengan tenang “Adam?” “Adam masih di luar kota Pak, menyelesaikan tugas praktikumnya. Dan dia juga tidak lagi menghubungi Nona Jesi. Dia benar – benar sibuk dengan tugasnya. Sesuai perintah Bapak,” “Bagus,” Meski Juan berada di luar kota, tapi dia tetap mengetahui perkembangan Jesi dan apa yang dia lakukan. Sudah tentu dia akan memperkerjakan Haris untuk selalu memantau Jesi dari jauh. Dia benar – benar tidak bisa membiarkan Jesi begitu saja, saat sudah tahu ada pria lain yang sedang mengejarnya. Bahkan Adam saja dia suruh Haris untuk turun tangan mengurusnya. Dengan keahlian Haris, dia bisa membuat Adam seketika menjalani praktikum di tempat yang jauh bersama teman – temannya yang lain. Haris membuat Adam terlihat sibuk dengan tugasnya. Saking sibuknya hingga Adam tidak sempat berbagi kabar dengan Jesi. Kejam memang. Tapi itulah Juan. “Ada lagi?” tanya Juan dengan mata masih sibuk melihat laporan “Dua hari lagi kelas Nona Jesi akan mengadakan gathering ke Bandung, Pak,” “Jesi ikut?” “Iya, Pak. Nona ikut,” singkat Haris “Suruh pengawal untuk mengawasi dia. Pastikan tidak ada pria lain yang mengganggunya,” perintah Juan dengan tegas “Baik, Pak. Laksanakan,” “Dan bonus bulananmu akan segera dikirim,” tambah Juan lagi “Baik, Pak. Terimakasih banyak,” Haris yang sumringah langsung pergi dan menunduk dengan hormat . Hari H keberangkatan Haris terburu – buru berjalan ke arah ruang kerja Juan. Tok tok tok.... Dia mengetuk pintu dengan gelisah “Masuk,” ucap Juan dari dalam ruangan “Ada apa?” tanya Juan saat Haris sudah dihadapannya “Saya ingin melaporkan tetang Adam, pak” “Adam? Kenapa dia?” Juan mengernyitkan alisnya “Dia....“ Haris nampak ragu untuk melanjutkan Dia menghela napas sejenak “Adam sudah kembali, Pak. Dia ternyata dapat menyelesaikan tugas praktikumnya dengan baik. Dan sekarang....“ dia kembali memberi jeda “Teruskan!” ucap Juan memerintah “Dia ikut rombongan Nona Jesi ke Bandung,” tutur Haris akhirnya “Apa kamu bilang? Bukannya sudah ku perintahkan kepadamu untuk mengurusnya? dan, bagaimana mungkin dia bisa ikut?” suara Juan meninggi tanda dia marah “Maaf, Pak. Saya lengah. Saya kira dia akan lebih lama lagi di luar kota, ternyata dia kemarin sudah pulang. Dia ikut sebagai pendamping senior,” ucap Haris menundukkan kepala dengan takut “BODOH. Siapkan mobil secepatnya!” titah Juan dan segera bangkit berdiri. “Baik, Pak”. Belum sempat Juan pergi, Maria sudah lebih dulu mengetuk pintu. “Ada apa?” tanya Juan saat Maria masuk “Klien penting kita sudah tiba, Pak. Beliau sudah menunggu di ruang tunggu,” tutur Maria sopan “Sheitt,” Juan mengeram. Dia lupa kalau dirinya ada meeting penting dengan klien. Juan yang sudah marah seketika menoleh kepada Haris yang sejak tadi menunduk karena takut. “Ini gara – gara kamu. Urus yang sudah kamu kacaukan. Jika sampai nanti aku melihat pria itu mendekati Jesi lagi, kamu akan tahu akibatnya,” ucap Juan dan langsung pergi ke ruang pertemuan Haris yang takut segera menelpon salah satu pengawal untuk selalu memantau keadaan Jesi disana. Sebelum nanti atasannya akan ikut menyusulnya kesana. Tapi entah apa yang akan dilakukan Juan nanti. Dia sepertinya terlihat marah besar. “Jesi, Jesi, Jesi,” batin Juan geram. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD