Gairah

1286 Words
Untungnya, Abraham lebih dulu dipanggil oleh seseorang. “Tuan,” panggilnya. Nadine mengetahui pria itu, namanya Gerald dan dia adalah asisten pribadi Abraham. Selain menjadi dosen, pria itu juga seorang pengusaha real estate. “Orang itu bisa anda temui sekarang.” Kesempatan itu digunakan Nadine untuk kabur, enggan untuk ditemukan oleh Abraham. Dia memasuki salah satu pintu yang di dalamnya adalah toilet yang sudah lama tidak terpakai. Diam di sana memastikan Abraham sudah pergi. Saat Nadine sudah yakin kalau Abraham tidak di sana, dia keluar perlahan dan langsung bertemu dengan wanita seksi yang tadi menggoda pria itu. “Kau siapa huh? Kenapa menatapku seperti itu?” tanya wanita itu dengan tatapan tajam. Oh benar, tidak ada yang mengenali Nadine, hanya mengenali Rose. “Tidak ada, maafkan aku.” “Kau pembersih di sini kan? bersihkan sisa darahku di sana.” “Baik, Nona.” “Sialll! Ini menyebalkan,” ucapnya menendang udara dan melangkah pergi dari sana. Nadine bergegas pergi, dia tidak mau terkena masalah dengan bertemu dengan Abraham. Sementara pria itu sekarang sedang menemui Belle, meminta hal yang sama. “Aku ingin dia, berapapun akan aku berikan untukmu.” Belle tersenyum, dia tergiur dengan uang bonus yang akan dia dapatkan. Namun sayangnya, Rose tidak menginginkannya lagi. Dia sudah memiliki cukup uang untuk pengobatan ibunya, bahkan sampai dia lulus. “Kau menyukainya, Tuan?” Duduk berhadapan dengan pemilik klab, Abraham teringat dengan tubuh indah Rose yang bergerak di atasnya. Terlebih dia memiliki otak yang pintar, semua yang Abraham katakan bisa ditanggapi dengan baik. Namun sayangnya, saat Abraham membuka mata, dia tidak mendapati wanita itu lagi. dia malah mendapatkan sebuah kecupan di kening denngan bekas lipstick dan juga note dari perempuan itu. Seorang per*wan yang pintar, Abraham menginginkannya lagi untuk dirinya sendiri. “Dia seorang penari stiptis bukan? Aku ingin melihatnya menari secara pribadi kalau dia tidak mau mengangkang lagi.” “Um, sebenarnya dia akan libur selama beberapa hari ke depan. Dan Rose sudah tidak menerima lagi tamu secara pribadi.” Karena ingat kalau Rose pernah beberapa kali hendak diperkosa. Jadi daripada membuat Rose resign dari pekerjaannya, Belle memutuskan membiarkan Rose bekerja semaunya saja. “Maafkan aku, Tuan.” “Kau tau aku bukan orang yang menyerah begitu saja bukan?” Abraham terkekeh. “Aku bisa meratakan klab milikmu ini.” “Bukankah kau juga harus menjaga reputasi sebagai seorang pengusaha dan dosen, Tuan? Aku memiliki kartu hitam anda. Bagaimana jika mereka mengetahui mereka mengetahui apa yang kau lakukan, Tuan?” Abraham hanya tersenyum, memberikan isyarat pada sang asisten untuk memberikan ipad pada Belle. Wanita itu memeriksanya dan membulatkan mata. “Kau tetap ingin mengancamku atau memberikan dia padakku?” Tubuh Belle berkeringat ketakutan. Pria bernama Abraham ini bukan sembarang orang, dia memang pernah mendengar kalau dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. “Tapi dia benar benar tidak mau kau tiduri lagi, Tuan. Dia tidak menjajakan tubuhnya di luar sana.” “Aku sudah cukup puas kalau melihatnya menari di hadapanku, tanpa busa.” “Akan aku usahakan.” “Dalam tiga hari, kau harus mendapatkannya. Aku harus pergi ke London beberapa hari lagi.” Belle menelan salivanya kasar. “Aku mengerti, Tuan.” Menatap ngeri membiarkan pria itu pergi. Baru dia bisa menghembuskan napasnya berat. “Ya Tuhan, Rose benar benar harus membantuku. Dia harus menolaknya sendiri supaya tidak terus datang ke sini.” *** Seharusnya Rose mempersiapkan diri untuk pergi ke London dengan belajar. Namun dia malah mendapatkan terror dari Belle, wanita itu memintanya untuk datang karena ada hal yang perlu dibicarakan. “Okay, aku akan menemuimu nanti malam. sekarang biarkan aku tidur dulu. semalam aku bergadang untuk belajar.” “Tidak, Rose. Kau harus ke sini sekarang, semalam adalah hari terakhir.” “Terakhir apanya?” “Kumohon.” “Okayy, aku ke sana dua jam lagi.” Menutup panggilan dan memilih untuk makan ramen terlebih dahulu. Rose berada di flat kecil yang dia tempati bersama dengan ibunya. Ada dua kamar, satu kamar mandi dan ruang keluarga yang menyatu dengan ruang televisi. Sebenarnya Rose memiliki cukup uang untuk membeli apartemen dari hasil menjual dirinya, tapi itu akan membuat sang Ibu curiga. Ibunya juga belum pulang semenjak sakitnya, dia tetap berada di rumah sakit dengan penjagaan dari perawat dan dokter di sana. Nadine tidak mau mengambil resiko dengan merawat sang ibu sendiri, dia tidak mengetahui cara yang baik dan benar. Setelah bersiap, Nadine pergi menggunakan taksi. Dia akan selalu menggunakan koridor tersembunyi miliknya untuk menemui Belle di ruangan pribadinya. “Ah, akhirnya kau datang juga.” “Aku lupa untuk protes hal ini, kenapa aku bisa menemukan pria bernama Abraham itu di koriodor tempat aku pulang, Belle? Kenapa dia bisa ada di sana?” “Um, Rose. Dia bukan sembarangan orang. Ini yang ingin aku bicarakan denganmu.” Menarik tangan Rose untuk duduk kemudian menceritakan semuanya. Tentang Abraham yang mengancamnya. “Tolong, aku tidak mau hal itu terjadi. Dia mengancamku dengan hal yang membuatku takut.” “Kenapa dia bisa mengetahui rahasiamu itu?” Nadine malah terfokus ke sana, itu menakutkan karena dia khawatir akan diketahui oleh Abraham sendiri. “Dia memang berkuasa di bisnisnya. Dulu ayahku pernah bekerja sama dengannya, makannya dia tau hal ini. kumohon Rose, mala mini saja. menari di depannya.” “Aku takut dia akan mengenaliku, Belle. Bagaimana kalau dia memperk*saku juga?” “Dia tidak akan memperk*samu, dia juga tidak akan mengenalimu. Aku yang akan memberikanmu make up yang baik.” Bahkan sampai membuat Belle berlutut pada Nadine. “Kumohon, bantu aku….. Rose… hanya kau harapanku.” Belle pernah menolongnya dikala sulit, jadi sekarang giliran Nadine. “Bagaimana kalau dia melakukan hal buruk padakku juga?” “Cukup beri dia penolakan, dia pasti akan paham.” “Aku takut dia mengenaliku.” “Tidak akan. Ayolah, aku yang akan membuatmu berbeda.” Pada akhirnya, malam itu Nadine kembali bertransformasi menjadi Rose. Menggunakan pakaian yang seksi dibalut coat panjang. Dan tidak lupa topeng yang menutupi matanya. Memakai warna merah khas dirinya. Ketika saatnya tiba, Rose menarik napas dalam. Diantarkan oleh Belle menuju tempat dimana Abraham berada. Saat pintu terbuka, Rose melihat Abraham yang sedang duduk merokok dan menatapnya dengan tajam. Rose memainkan perannya, dia tersenyum menggoda bahkan melayangkan ciuman di udara dan mengedipkan mata. “Selamat menikmati, Tuan,” ucap Belle sebelum pergi. Rose bersandar pada tiang di samping dengan mata menatap Abraham. Kini Nadine telah hilang, digantikan oleh sifat agresive, pemberani dan pengg*da seperti Rose. “Hai,” ucapnya sambil menggigit jari. “Kau merindukanku, huh?” Terkesan tidak punya sopan santun, urak-urakan dan juga liar. “Kau sangat sulit aku temui. Kemarilah.” “No, aku hanya akan menari untukmu,” ucap Rose membuka coat. “Perjanjiannya seperti itu ‘kan, Tuan? Hihihi.” “Tunjukan tarian terbaikmu.” “Berjanjilah kalau kau tidak akan menggangguku lagi. Itu menyebalkan. Aku harus melakukan hal lain. Dan harusnya kau paham kalau aku tidak menerima tamu secara private untuk menari ataupun…. Berada dalam satu tubuh yang sama,” ucapnya masih dengan nada menggoda. bahkan sekarang Rose mulai bergerak di tiang itu. “Paham kan, Tuanku? Kurasa kau orang pintar untuk memahaminya.” “Puaskan aku dengan tarian terbaikmu, maka itu bisa dipertimbangkan.” “You got it.” Rose membuka coat nya sambil menggoda. Terkadang, Nadine suka dengan perannya sebagai Rose. Dia membangkitkan sisi lain dalam hidupnya. “Aku sudah pernah melihat wajah dan tubuhmu. Buka semuanya, tanpa ada yang tersisa satupun.” Menelan salivanya kasar, mencoba untuk tidak terlihat gugup. “Aku ingin bayaran lebih malah untuk memperlihatkan ini,” tunjuknya pada menatap tubuh Nadine.. “Lakukan saja.” Rose masih dengan tatapan nakalnya membuka sisa pakaian dan juga topeng di wajahnya. Semoga saja, pria itu tidak mengenalinya. Dia belum mabuk seperti malam dimana mereka tidur bersama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD