Bayangan

1133 Words
"Cerita ini hanya karangan fiktif belaka. Latar belakang pada jaman tersebut sengaja dibuat sebagai pelengkap dan sama sekali tidak berhubungan langsung dengan sejarah aslinya." ==== Rutinitasku kembali dimulai. Kulihat tuan muda Hiro masih tertidur pulas. Dan tadi malam dia sama sekali tidak mengamuk. Mungkin dia sudah terlalu banyak mengkonsumsi obat, karena itu dia bisa tenang. Pagi ini aku bangun terlalu awal. Itu karena aku tak bisa tidur mengingat kejadian tadi malam. Aku terus berpikir, bagaimana aku bisa berhadapan muka dengan tuan muda Hide? Aku masih malu sekali dan berharap tak pernah terjadi. Namun sepertinya permintaanku itu terkabulkan. Pagi ini tuan Hide tampak sibuk dengan pekerjaannya hingga lupa untuk sarapan. Tuan Hide, menurut penuturan asisten rumah yang lain - merupakan anak tertua dari keluarga Tojo ini memang pekerja keras. Sangat sopan dan berwibawa daripada ayahnya. Awalnya mereka ditugaskan oleh petinggi Jepang untuk melakukan riset obat, pekerjaan dan pertukaran pelajar. Lama-kelamaan mereka akhirnya menetap hingga keseluruhan tentara Jepang datang ke Indonesia. Jepang menduduki Indonesia sejak tahun 1942. Tepatnya 2 tahun yang lalu. Tapi dari sana, aku bisa melihat sepak terjang mereka. Aku membaca koran nasional ( yang terbit secara sembunyi-sembunyi) yang menyatakan bahwa Jepang akan membuat tentara nasional yang berisikan penduduk pribumi sebagai kesepakatan. Namun ternyata, disisi lain Jepang mulai menunjukkan perangai mereka. Aku pernah baca bahwa sebelum abad ke-18, Jepang adalah negara yang terbelakang. Jepang hanya mampu mengekor tetangganya, China dalam berbagai hal. Namun ini semua berubah ketika Amerika datang ke Jepang memaksa Jepang membuka pelabuhannya. Bangsa Jepang menyadari ketertinggalan mereka jika dibanding dengan negara-negara barat. Mereka pun melakukan revolusi besar-besaran dengan belajar ke barat. Revolusi ini dikenal dengan Restorasi Meiji yang dimulai pada 1868. Hasilnya, Jepang semakin kuat dan modern. Bersamaan dengan ilmu dan teknologi, Jepang juga membawa ajaran imperialisme dari barat. Imperialisme adalah upaya mendominasi dan memperkuat negara dengan menjajah atau menguasai wilayah lain. Jepang membawa ideologi fasisme. Fasisme biasanya dicirikan dengan nasionalisme yang berlebihan (ultranasionalisme), mengutamakan kekuatan militer, dan otoriter. Di dalam rumah bordil aku sering mendengar, bahwa niat Jepang adalah untuk menjajah. Bukan menjadi pahlawan seperti yang dikelu-elukan. Diluar aku sudah banyak mendengarnya dan sepatutnya aku menghindari mereka. Tapi..aku percaya Sohien. Yang sudah kuanggap sebagai ayahku sendiri. Dia yang merekomendasikan aku di sini yang mungkin bermaksud aku akan aman di sini. Tapi malam itu aku pernah melihat Sohien bergerak cukup mencurigakan di ruang bawah tanah. Mereka melakukan pertemuan antara salah satu kolonel kompeni dan juga seorang politikus sekaligus wartawan lokal. Mereka melakukan rapat penting hingga yang menyediakan teh pun hanya Sohien yang lakukan sendiri. Aku hanya dengar beberapa yang mereka mengatakan tentang : Nippon, penjajahan dan mata-mata. "Apa pekerjaanmu sudah selesai?" Itu suara rendah Sunyang. Perempuan bertubuh mungil dan agak bongkok itu memanggilku mengikutinya tanpa menungguku untuk menjawab pertanyaanya. Aku penasaran, sudah berapa lama dia di sini? Apa dia punya saudara atau anak? Atau pertanyaan sederhana saja, apa dia pernah sekali tersenyum? Aku penasaran. "Bersihkan kolam ini dari sampah dedaunan. Tukang kebun sedang cuti. Tuan besar sebentar lagi akan pulang. Jadi bersihkan dan setelah itu kau istirahat." "Ba..baik." Sunyang lantas pergi tanpa menoleh lagi padaku. Aku baru sadar tentang tempat ini. Ternyata di halaman belakang ada kolam untuk berenang juga. Karena tempat ini di kelilingi oleh hutan, tentu saja anginakan membawa daun ke atas kolam. Sehingga terlihat sekali merusak pemandangan. Aku langsung melepas sepatuku lalu mencoba mengambil sampah dedaunan dengan galah yang diujungnya terpasang jaring. Dengan benda ini pekerjaanku memang sedikit lebih mudah. Tapi karena galah tersebut kurang panjang, untuk bagian tengah kolam tidak terjangkau olehku. Saat aku tengah asik menjala dedaunan, sesuatu mengusik perhatianku. Di dalam kolam,aku seperti melihat bayangan hitam. Seperti batu mengambang tapi aku tak terlalu yakin. Di atas bayangan hitam itu ada pita merah yang mengapung di sana. Aku memang tak memikirkan apapun jadi untukmenghilangkan rasa penasaranku, aku turun ke dalam kolam yang kedalamannya kurang lebih satu setengah meter itu. Aku berenang ke tengah dan meraih pita tersebut sekaligus dengan sampah dedaunan yang ada di sana. Lalu saat aku meraih pita tersebut, sesuatu menarik tanganku. Aku ditenggelamkan beberapa kali ke dalam air tanpa aku ketahui siapa yang menyerangku itu. Aku melawan dengan menjauhkan tubuhnya dariku lalu mencoba berenang ke tepi. Masalahnya, orang yang ingin mencelakaiku itu tak mau menyerah. Dia menarik seragam maidku lalu mencekikku. Aku kembali hampir mati jika saja tanganku tak bergerak untuk meninjunya. Dan saat tangannya menjauh dari leherku, cekikan itu menghilang. Aku mencari keberadaanya namun tak ada sesiapapun di sana. Cepat- cepat aku naik ke atas kolam dan menjauh. Tiba-tiba punggungku ditepuk oleh seseorang dan perbuatannya itu nyaris membuat jantungku copot. "Tika! Ngapain di sini?" Itu mbak Dewi yang datang dengan membawa nampan berisikan minuman. Aku ngos-ngosan dan ingin menceritakan semua yang barusan terjadi padaku. Tapi yang terjadi adalah...aku sama sekali tak basah kuyup. Lantas..apa tadi aku tengah mengkhayal? "A..aku..tadi..? "Udah jangan kebanyakan ngayal. Nih aku bawain jamu yang diresep oleh tuan Hide." Jamu penambah daya tahan tubuh sekaligus vitamin. Ini yang tuan muda Hide berikan kepada kami. Beliau..sangat baik hati, kan? Setelah meminumnya, akupun melanjutkan pekerjaanku. Anehnya, tempat itu sudah bersih dan aku sudah tak melihat bayangan hitam tersebut. Aku rasa aku memang berhalusinasi. Seperti yang mbak Dewi bilang. Selesai membersihkan kolam, aku lantas kembali ke dalam rumah dan terkejut mendapati tuan Hiro yang duduk sendirian di ruang makan. Ia terus menunduk tanpa memperhatikan sekitarnya termasuk aku yang datang mendekatinya. Aku ingin cepat-cepat istirahat, tapi sepertinya itu tidak akan terjadi beberapa saat ke depan. Pasalnya, ada yang harus aku lakukan dengan pria tersebut sebelum aku menikmati waktu santaiku di sore hari ini. "Tuan. Kenapa ada di sini?" Pertanyaanku tak langsung ia jawab. Dengan gerakan lambat tuan Hiro menaikkan kepalanya lalu bersitatap denganku. Matanya merah menyala dan aku bisa melihat itu adalah tatapan kekesalan. Lalu yang kutakutkan pun terjadi. Tuan Hiro menyerangku dengan cara mencekikku. Pria berumur setengag abad itu mendorongku sekuay tenaga menuju dinding lalu tak membiarkanku untuk melepaskan diri dari kungkungannya. "Tu..tu...an! Le..le..paskan sa..sa..ya!" Apakah aku...akan mati di sini? Hari ini..kenapa aku merasa banyak sekali yang menginginkan kematianku? Apa aku...pekerja yanh buruk? Dulu...bibi juga pernah melakukan hal ini terhadapku. Dia lelah karena menampungku. Belum lagi suaminya yang begitu menggilaiku, membuatnya semakin stress dan menderita. Aku tahu. Itu sebabnya aku kembali pada Sohien. Awalnya pun, Sohien menolak karena ia merasa tempatnya begitu 'kotor' untuk di tempati gadis bersih sepertiku. Tapi aku tak peduli karena aku merasa, tempat sekotor apapun juga tetap memiliki kehangatan. "Sartika. Jangan sampai kau menyesali apa yang sudah kau pilih itu." Aku janji padanya bahwa aku takkan menyesali apapun yang sudah aku pilih. Termasuk.. Menjadi.. Perawat.. Orang gila ini! "LEPASKAN AKU!" teriakku sambil terus melawan atas perbuatannya padaku. Dengan sisa tenagaku, aku menendang selangkangannya dan berhasil membuat celah darinya. Dengan cepat aku mengambil jarum suntik yang memang sudah kusiapkan dalam kantong celemekku lalu menancapkannya pada paha kiri tuan Hiro. Pemuda itu berhasil bangkit dan mencabutnya. Lalu dengan gesit pula ingin menancapkannya padaku. Namun..reaksi obatnya sudah berjalan hingga membuat sendi-sendi di tubuhnya menjadi layu. Sambil terengah, tuan Hiro menyampaikan pesan terakhirnya. Sebelum dia benar-benar lumpuh tak berdaya akibat pengaruh obat suntik tersebut. Dia bilang lagi hal yang sama persis seperti pertama kali aku memasuki kamarnya. Dia ingin...aku menolongnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD