Akibat Mempertahankan Harga Diri

1094 Words
Ditengah perjalanan, aku disuguhkan dengan geng Ratu julid yang sedang ngerumpi di warungnya Pok Mumun. Sang ketua geng langsung berkelakar seteleh melihat aku akan lewat. Sungguh pemandangan yang luar biasa, setiap hari mereka ngumpul untuk ngerumpiin orang-orang disekitar perumahan kami. Dan anehnya ada aja bahan untuk mereka omongkan. Seperti sore itu sang ketua geng berseru pada ku. "Hei, Alia! Yang tadi makan bakso di abang-abang depan gang perumahaan kita ini kamu sama pacar kamu itu, ya? Katanya pacarnya itu bawa pajero kok, pake motor sih. Bu-ibu denger ya mimpi punya pacar bawa pajero yang datang bawa motor, ketinggian mimpinya, Neng. Hahaha," kelakar si Ratu julid memancing emosi ku sembari diakhiri tawa lepas satu geng. Mana perut berasa mules-mules lagi, mungkin efek dari makan bakso yang kepedesan tadi. Bikin emosi ku naik keubun-ubun. Motor yang sedang melaju ku rem mendadak, segera ku tolehkan mata kearah mereka. "Maaf ya, Bu - ibu. Memangnya kenapa kalau pacar saya naik motor? Bisa jadi kan dia lagi mau naik motor, bosan kali harus naik mobil melulu. Memang situh yang kemana-mana cuma naik angkot sama ojeg. Lagian kata siapa dia pacar saya, sok tahu!" kata ku sewot. Siratu julid pun langsung nyamber dengan segala repetannya. "E, eee, ada yang ngegas nih. Padahal kita semua tahunya itu, digrup w******p Rt udah heboh dibahas ada yang lagi makan bakso berduaan. Jangan-jangan pacarnya situh kang ojeg kali. Ya 'kan? Tadi dia naik motor juga. He, biar saya sekarang naik angkot, tapi sebentar lagi anak saya kan mau nikah sama PNS punya mobil pula, jadi kalau kemana-mana pasti dianterin menantu lah, " sombong Ratu julid. Diiringi tepuk tangan dan juga sorakan meriah anggota gengnya. "Ya udah terserah Ibu aja. Aku pamit mau pulang," kata ku. setelah mengatakan itu gegas kutancap lagi pedal gas si kitty untuk segera pulang kerumah, lagi pula perut ku makin lama makin mules apalagi setelah adu argumen sama sang ratu julid. Untung kepalaku tak keluar tanduk. Sesampai di rumah si Kitty ku parkir digarasi. Tanpa mengucap salam aku langsung nyelonong masuk kamar. Ibu dan Bapak sampai terheran-heran melihat kelakuan anaknya yang tidak ada akhlaq, masuk rumah tanpa mengucap salam terlebih dulu. Didalam kamar tanpa mengganti baju bekas kerja, aku langsung masuk kamar mandi untuk segera membuang hajat. Sekali dua kali sampai empat kali aku terus bolak- balik kamar mandi. Ya, aku terkena sakit perut hingga diare, bekas tadi makan bakso yang super pedas. Beberapa saat berlalu aku terkapar di kasur, karena lemas setelah tadi buang air besar terus menerus. Tak lama terdengar ketukan pintu kamar, ternyata Ibu yang datang. Ibu panik melihat aku tengah meringkuk, dia langsung mendekat dan bertanya. "Al kenapa kamu, sakit? " tanya Ibu sembari meraba kening ku, dia kira aku sakit panas sampai kening ku diusap- usapnya."Tapi nggak hangat apalagi panas," gumamnya terdengar heran. "Sebenarnya kamu tuh sakit apa sih Al sampai lemas begini?" "Ini Bu perut Alia sakit, mules-mules terus sampai diare," ujar ku sambil meringis menahan sakit. "Sakit perut? memangnya tadi kamu habis makan apa sampai sakit perut? Kamu harus makan nasi dulu setelah itu makan obatnya. Sebentar Ibu ambilkan nasinya." Ibu berlalu mengambilkan aku makan. Tak lama berselang Ibu datang lagi dengan membawa sepiring nasi putih lengkap dengan sayur. Dengan telatennya beliau menyuapi aku seperti anak kecil, beliau terus membujuk agar aku mau makan. Meski dengan ogah-ogahan akhirnya aku bisa juga menelan makanan yang disuapi Ibu. "Bu tadi aku tuh abis makan bakso yang super pedas, terus perut akunya jadi mules-mules deh," aduku pada wanita yang telah melahirkan ku ini. "Lagian kamu tuh ada-ada aja Al, kenapa juga kamu tuh makan baksonya pedes-pedes?Udah tahu nggak kuat sama pedas pake pesan yang super pedas. Oh iya, makan nih obatnya biar cepet sembuh," ujar Ibu memberi perintah. "Ibu beli dimana obat sakit perutnya kok, cepet banget dapetnya?" tanya ku. Dengan menyunggingkan senyum Ibu menjawab. "Enggak beli kok, itu tadi dikasih Nak Aldo. Dia mampir ke sini, katanya ini obat buat dikasih kekamu. Dia baik banget mau-maunya nganterin obat ke kamu, tadi kata dia kamu makan bakso terlalu pedas jadi dia antisipasi untuk ngasih obat ini. Dan ternyata benar kamu sakit perut, Ibu kira hanya akal-akalan dia untuk ketemu sama kamu," cerita Ibu panjang kali lebar. Sedang aku hanya meringis antara nahan sakit dan malu sama Ibu. Ini semua hanya gengsi ku untuk mempertahankan sebuah harga diri, ujung-ujungnya aku sendiri yang tersiksa. Ah, nasib, nasib kenapa sih nggak pernah berpihak pada aku ini? "Ya sudah sekarang kamu istirahat saja, Ibu keluar dulu. Kalau mau apa-apa bilang sama Ibu," tutur beliau penuh kasih sayang. "Iya, Bu makasih. Maaf, Alia udah ngerepotin Ubu terus," sesal ku. Beliau mengangguk lantas tersenyum penuh arti. "Lain kali jangan diulang lagi kelakuan kamu yang seperti itu. Sekarang kamu istirahat." setelah mengatakan demikian beliau berlalu keluar, sedang aku hanya mengangguk tanda mengiyakan perkataan beliau barusan. * * * Setelah beberapa saat sakit perut ku hilang, ternyata obat yang dikasih laki-laki itu ampuh juga. Karena rasa penasaran ku pada perkataan Bu Leha si Ratu julid tadi sore, segera ku ambil ponsel ku. Gegas ku buka aplikasi w******p dan ternyata. Jreng, jreng! Begitu banyak chat yang masuk, apalagi dari grup receh Rt dimana aku tinggal. Mata ku terbeliak saking kagetnya setelah melihat poto aku bersama laki-laki itu, waktu makan bakso berdua tadi terpampang nyata dideretan paling atas. Berbagai komentar telah terukir indah disana, ada yang menanggapi biasa ada juga yang nyinyir. Kepala ku sampai pusing membacanya, terutama dari geng Ratu julid. Kata-kata mereka begitu pedas melebihi pedasnya bakso yang ku makan tadi. Ini sih bukan membuat sakit perut lagi tapi tensi ku juga akan naik. Segera ku ketikan komentar balasan pada mereka karena aku tak terima dikatain melakukan pembohongan publik. Aku dituduh membohongi mereka setelah yang waktu itu aku mengatakan akan membawa pacar yang membawa pajero, tapi tadi sore laki-laki tersebut malah naik motor. Padahal dia kan, sebenarnya bukan pacar aku tapi mengapa mereka menyimpulkan begitu. Dasar ibu- ibu nggak ada kerjaan sukanya nyinyirin orang melulu. Karena tidak ingin bertambah runyam, akhirnya ku abaikan pesan-pesan balasan dari mereka itu. Ku biarkan saja mereka cape sendiri mengetik untuk merangkai kata-kata indah, tapi tak kutanggapi. Emang enak dicuekin kata hati ku. Mata ku terfokus pada salah satu nomor yang masuk tapi tanpa nama. Setelah ku lihat poto fropilnya ternyata chat dari laki-laki tadi. Dia menanyakan obat yang dikasih dia. Aku bimbang apakah harus membalasnya atau ku abaikan. Tapi kalau ku abaikan betapa aku ini perempuan yang tak tahu terima kasih. Otak ku terus berpikir akhirnya ku itung kancing baju kemeja ku, seperti anak sekolahan yang sedang ulangan yang tak tahu jawaban soal, solusinya menghitung kancing baju sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD