Pria itu—?

1086 Words
"Di-dia siapa? Kok, ada di depan rumah kita? " tanya ku setengah berbisik pada ibu. Wanita yang telah melahirkan ku itu menoleh. "Anaknya teman Bapak, di suruh papanya untuk nemui bapak kamu." Aku menelan ludah yang mendadak terasa pahit. "Dia duduk disana sejak kapan?" "Sepertinyanya setengah jam lalu. Barusan ngobrol sama Bapak, tapi Bapaknya kedalem dulu sepertinya." Aku meringis. "Kenapa Ibu nggak bilang, sih?" Kuusap wajah karena teramat prustasi. Kadar rasa malunya jangan ditanya lagi. Bisa-bisanya aku bertingkah seperti anak kecil dihadapan pria itu. Waduh dia pasti dengar apa yang aku sama Ibu obrolin tadi. "Aaaargh –! Aku malu, malu semalu-malunya! Kenapa ini otak nggak peka sih, dasar, dasar! Kata hati ku berteriak merutuki kecerobohan ku ini. Dengan sedikit menundukan kepala aku berusaha berjalan melewati orang itu. "Al, sapa dulu tamunya!" teriak Ibu setelah aku memasuki rumah dengan tergesa. Malu sekali rasanya. Menyebalkan! hari ini sungguh menyebalkan! Setelah ini aku akan lebih banyak menerima tantangan dari ratu julid. Ditambah lagi dengan rasa malu pada pria asing itu. Mau ditaruh dimana muka ku setelah ini. "Aaaa–! Aku berteriak sambil memejamkan mata." "Kamu ini kenapa?" tanya Bapak yang tahu-tahu ada di depan ku. Aku terlonjak kaget setelah melihat kehadiran Bapak yang bagai jelangkung, datang tak diundang pulang tak diantar. "Aaaaaa—!" Teriak ku lagi saking kagetnya. "Bapak ini ngagetin orang aja," gerutu ku. "Ngagetin apa? Orang bapak cuma nanya, kamu aja yang nggak ada kerjaan teriak-teriak nggak jelas," balas Bapak sengit. "hehehe." Aku hanya tertawa kecil menanggapi omelan Bapak, mana di depan cowok tak dikenal lagi. Hancur sudah reputasi ku sebagai perempuan anggun. Aku akan melangkah ke dalam rumah, tapi Bapak menginterupsi langkah kaki ku. "Sini dulu Al, sapa dulu kalau ada tamu tuh jangan main masuk aja. Ini ada anaknya temen Bapak." Tadinya aku mau pura- pura nggak tahu, tapi dasar Bapak malah nyuruh nyapa dulu. Padahal aku tuh udah mau kabur biar nggak ketemu. Dengan agak malas-malasan akhirnya aku menyapa juga tamunya Bapak. "Mmh, Maaf Mas tadi aku kira nggak ada tamu, jadi aku main nyelonong aja." Dia mengangguk sambil tersenyum. "wadidaw senyumnya manis sekali bikin hati ku meleleh." Kata hati ku berbicara. Dia pun berdiri dari duduknya lantas mengulurkan tangan kepadaku. "Tidak apa-apa, Dek. Baru pulang kerja?" Tanyanya begitu sopan. "Iya Mas, aku baru pulang kerja. Maaf, kalau boleh saya tahu namanya siapa ya?" tanya ku sekalian tanggung menanyakan nama dia. "Oh iya kelupaan, aku Aldo anaknya temen Pak Fajar, kalau kamu Alia 'kan?" tanya balik dia. "Kok, Mas tahu nama ku?" tanyaku heran. Aldo hanya tersenyum tak menanggapi pertanyaan aku. Sedangkan aku merasa kikuk Aldo tidak menanggapinya. "Ya udah aku masuk dulu," tanpa menunggu jawaban dari Aldo, aku gegas masuk kerumah. Jadi si ganteng itu namanya Mas Aldo, duh aku harus gimana ya aku tuh malu kalau harus ketemu dia lagi. Apa aku diem aja kali ya di kamar nunggu dia balik, tapi aku laper banget nih. Tadi siang aku nggak sempet makan, cuma makan seblak doang. * * * Menjelang maghrib aku terbangun dari tidur, setelah mendapat gedoran pintu berkali-kali. Aku sampai terkaget-kaget, ku kira ada apaan berisik banget, eh ternyata Ibu yang gedor-gedor pintu kamar ku. Rupanya setelah tadi aku nahan lapar, ternyata aku ketiduran hingga hampir maghrib. Terdengar lagi teriakan Ibu dari luar kamar membangunkan ku. Dengan bermalas-malasan aku bangkit dari kasur lantas membuka pintu kamar. Tampak Ibu tengah berdiri menatap tajam ke arah ku. "Eh Ibu, maaf tadi Alia ketiduran," ucapku kikuk. "Dasar kamu kebiasaan, kalau udah sore tuh jangan tidur. Kata orang tua dulu mah pamali," seperti biasa Ibu mengomel kalau aku tidur sore-sore kaya gini. "Ayo, sekarang mandi dulu keburu adzan maghrib, setelah itu kita sholat berjamaah." "Siap Bos," sambil mengangkat tangan di kening seperti tentara yang sedang memberi hormat, aku menjawab. Sedang ibu hanya geleng -geleng kepala melihat tingkah random anaknya. Aku pun gegas mandi takutnya di omelin Ibu lagi, meski aku ini udah dewasa tapi kadang memang tingkah ku ini masih seperti anak kecil. Setelah menjalankan ritual mandi aku lantas memakai baju rumahan dan langsung menjalankan sholat berjamaah dengan kedua orang tua ku. Selesai menjalankan sholat kami makan bersama dan melanjutkan ngobrol sebentar. Malam terus merangkak hingga tak kusadari sudah hampir jam sembilan, aku pun pamitan kepada kedua orang tua ku untuk masuk kamar. Di kamar aku tiduran sambil memainkan ponsel pintar ku, tengah asik berselancar di dunia maya, tiba-tiba. Ting! Ada pesan masuk di aplikasi hijau ku. Sebuah pesan chat dari grup rt, dimana grup rakyat receh ditempat tinggal ku. Pesan itu berupa sebuah photo dari nomor yang tak kusimpan dikontak. Namun setelah ku buka, jreng, jreng, jreng...!Tertera sebuah nama di sisi kanan nomornya. 'Primadona'. Ratu julid di area julid sebelah Timur perumahan. Tempat di mana aku tinggal. Siapa lagi kalau bukan Bu Leha. "Hari ini rasanya seneng banget, anak ku udah di ikat dengan cincin emas, lho! Nanti kalo dia nikahan pada dateng ya, semuanya. Makanannya pasti katering mahal lho. Souvenirnya juga dijamin bagus, jadi nggak bakalan nyesel kalo kasih kado mahal." begitu kira-kira isi caption di grup. Aku menggigit bibir, antara ingin tertawa dan menangis di saat bersamaan. Karena bagaimana tidak? Rasanya geli saja melihat pengumuman dari photo cincin yang di bubuhi kalimat itu. Apalagi photonya yang seperti tak asing dimata ku. Tak lama setelah postingan itu, beberapa balon obrolan baru pun muncul. Berbagai tanggapan nyata tertera, ada yang mengucapkan selamat ada pula yang membalas postingan itu tak kalah julid dari sipengirim pesan. Memang tak salah kejulidan manusia di komplek perumahan ini. Terpampang nyata kata artis Shahroni mah. Kecuali keluarga ku yang super ramah tentunya. Apalagi seorang Alia shakeera zhaneta yang baik hati, cantik, pintar dan juga rajin menabung minusnya masih muda udah jadi janda dalam satu minggu pernikahan saja. Setelah k****a obrolan mereka, ku letakan ponsel sembarang ke kasur. Pesan Bu Leha membuat ku teringat pada ucapanku, untuk membawa cowok ganteng yang membawa mobil pajero ke rumah. Mana sudah ku katakan dengan jelas dan percaya diri tadi sore lagi. Aku jadi pusing sendiri. "Cowok ganteng bawa pajero." Hingga beberapa saat kemudian, aku hanya mengucapkan kalimat itu-itu aja. Bingung juga rasanya kalau harus menemukan cowok ganteng yang membawa pajero ini kerumah. Sebab, siapa yang harus kubawa? Aku hanya lah asal ngomong tadinya, biar bisa membalas Ratu julid tapi akhirnya aku pusing sendiri. "Punya mulut kenapa ikutan lemes sih? Sok-sokan nantangin Ratu julid. Aaarrg! Pusing, pusing, pusing—" beoku. Kepalaku jadi pusing, hingga tak tahan tangan ini mengacak-ngacak rambut sampai awut-awutan persis rambutnya Neng kuntilanak. Kembali ku baringkan tubuh ini, dan akhirnya kantuk menyerang aku terlelap dalam buaian mimpi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD