DIPAKSA UNTUK KUAT

680 Words
POV DESTA Sejak kemarin siang tubuhku lemas sekali rasanya. Aku hanya mengisi perutku dengan satu potong roti pada waktu istirahat di sekolah. Roti itu juga pemberian dari Erik, sahabatku. Andai saja kemarin aku mau menerima uang pemberian dari Erik, mungkin aku tak akan kelaparan sampai saat ini. Kata hatiku ingin sekali menerima pemberiannya, karena Aku memang sangat membutuhkan. Tapi kenapa tangan ini selalu enggan untuk menerimanya. Padahal aku tau bahwa Erik sangat ikhlas membantuku. Desta, bodoh sekali kamu! Kenapa nggak diterima saja sih? Dengan kamu seringkali menolak pemberian Erik, itu malah bisa membuatnya sakit hati. Bodoh!Bodoh! Bodoh! Desta terus saja bergumam lirih dan memukul mukul kepalanya karena dirundung penyesalan karena telah menolak pemberian Erik. Butuh tapi ja'im. Dasar b***! Aaarrghh!! Sial!! Aku sudah banyak berhutang budi padanya. Dari sekian banyak kawan-kawanku di sekolah, hanya Erik yang terlihat tulus mau berteman denganku. Padahal ia juga bukan orang berada. Tapi ia selalu saja menawarkan bantuan untukku. Hari ini ada pelajaran tambahan di sekolah, sehingga aku pulang pukul 2 siang. Sepulang sekolah mataku langsung tertuju pada tudung saji yang berada diatas meja makan, tapi setelah ku buka ternyata praankkk!! Sial! Kosong guys! Aku beralih menuju lemari es yang berada di sudut ruang makan, taraaa!! ternyata juga zonk!! Ya Allah Gusti Pangeran. Sampai kapan Kau uji Keluargaku dengan hidup sulit seperti ini. Aku tak masalah jika uang SPPku tidak dibayarkan oleh kedua orang tuaku, tapi kalau untuk masalah menahan lapar, Aku pasti selalu gagal. Karena Aku mempunyai riwayat penyakit asam lambung sejak satu tahun terakhir. Sebelum Ayah pensiun satu tahun yang lalu. Aku selalu menolak untuk sarapan pagi. Padahal Ibu sudah menyiapkan semuanya, dari roti isi selai dan juga segelas s**u. Tapi aku sombonh, hingga tak menyentuhnya sama sekali. Nasehat Ibu kala itu hanya masuk telinga kanan, lalu keluar melalui telinga kiri. Ya, hanya ku anggap angin lalu. Lagi-lagi aku merasa menyesal tuk yang kedua kalinya. Namanya juga penyesalan pasti dibelakang! Kalau di depan namanya pendaftaran. Dasar b***!! Semoga saja ada tetangga yang berbaik hati membagi sedikit makanan untuk Kami Ya Allah, Aamiin.. Selepas ku tangkupkan kedua tanganku, aku baru sadar ternyata ada yang mengintipku dari balik pintu kamar, entah itu Ayah atau Ibu aku tak tau. Aku buru-buru melepas seragam sekolahku, lalu menaruhnya ke dalam keranjang pakaian kotor. Siang hingga malam ku habiskan hanya untuk rebahan diatas tempat tidur. Kak Evan pun juga sama, ia hanya tidur dan wara wiri di sekitar kamar. Mungkin yang ia rasakan sama denganku, yaitu lapar. Terlihat dari bahasa tubuh Kak Evan yang terus menerus memegang perutnya. Hingga malam tiba, Aku dan Kak Evan berdebat hebat, hanya karena perihal perut Kami yang lapar. Sampai akhirnya aku menanyakan sesuatu hal yang membuat mata Kak Evan membola. Malu bertanya sesat dijalan bukan? Maka dari itu Aku tanyakan langsung pada Kak Evan. Lagi pula tak mungkin juga jika pertanyaan itu aku tanyakan pada wali Kelasku. Bisa-bisa aku diceramahi panjang kali luas kali lebar, hahaha.. Apalagi jika aku tanyakan pada Kak Mei, wow!! Bisa ditoyor sampai sengklek pasti nih kepalaku. Jika aku tak ingat dosa, aku bisa saja mengambil jajanan di kantin sekolah tanpa ku bayar. Lagipula Ibu kantin juga tak akan mengetahuinya karena ramainya para siswa siswi yang berdesakan untuk membeli jajanan di kantin. Tapi Aku takut Allah murka, itulah sebabnya ku ajukan pertanyaan itu pada Kak Evan. Dan ternyata debat ku semalam dengan Kak Evan benar-benar menguras energi, yang akhirnya membuat Kami tanpa sadar tertidur pulas hingga keesokan harinya. *** Esok Harinya... Aku, Kak Desta dan Kak Mei menunggu Ibu di ruang makan. Berharap sekali jika pagi ini Ibu bisa membawa nasi dan lauk pauk untuk sarapan Kami. Tapi ternyata Ibu pulang dengan tangan kosong. Rasa lapar yang tak tertahankan membuat emosiku sedikit memuncak. Namun setelah aku melihat wajah sendu Ibu, Ya Allah aku tak tega. Maafin Desta ya, Bu! Disaat Suasana di ruang makan sedang melow, bisa-bisanya Kak Mei dan Kak Evan berdebat dihadapan Ibu. Akhirnya aku putuskan untuk berangkat sekolah lebih awal demi menghindari perdebatan Para kakakku itu. Setelah berpamitan pada Ayah dan Ibu Akupun berjalan ke ujung gang untuk menanti Erik menjemput ku berangkat sekolah. *** Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD