Bab 7 | Misi Pendekatan

1064 Words
Kana mengumpat dengan kesal saat bertemu dengan Riana di basement apartementnya. Apa yang dilakukan wanita itu di sana. “Kaka!” Panggil Riana dengan wajah sumringah dan sedikit berlari menghampirinya. “Apa kabar? Kau pergi begitu saja dari rumah sejak malam itu dan tidak kembali. Padahal banyak hal yang terjadi. Kamu kalah lagi. Pernikahanku dan Wira telah ditentukan tanggalnya.” Bisik Riana mendekat dengan senyum penuh kemenangan. Kana reflek mendorong tubuh Riana yang berdiri begitu dekat dengannya. “Jangan mendekat! Ewh! Aku jijik denganmu.” Teriak Kana. “Kana!! Mulut dan tanganmu jahat sekali!!” Teriak Wira yang langsung menangkap Riana agar tidak jatuh. Kana memutar bola matanya kesal. “Oh itu belum apa-apa, b******k!” Desis Kana. “Kau baik-baik saja? Apa ada yang sakit?” Tanya Wira khawatir pada Riana dan menyentuh perut Riana, Riana mengangguk dengan mata berkaca-kaca. “Jangan berteriak pada Kak Kana. Aku yang salah dengan menerima cintamu, biarkan dia melampiaskan sakit hatinya padaku. Memukulku, meneriakiku, itu lebih baik, Wira.” Ucap Riana menatap prihatin pada Kana, membuat Kana mendengus keras dan mendecak. “Aku tau, aku dan Riana salah, tapi apa kau sepenuhnya benar? Kau bisa membunuh bayi dalam kandungan Riana.” Wira menatapnya tajam, membuat Kana memutar bola matanya lagi walau matanya sudah terasa perih. “Oh, Riana. Kau sangat payah memilih ayah untuk bayimu. Kau mengambil sampah yang telah kubuang. Sampah yang sudah tidak berarti! Menyedihkan! Memang buah jatuh tidak jauh dari pohonnya! Ibumu mengambil bekas suami ibuku, kini anaknya mengikuti jejaknya. Benar-benar akhir yang mengenaskan. Tapi tidak apa-apa, Riana. Aku akan tunjukkan padamu bagaimana cara mendapatkan pria good quality dan tentunya bukan sampah dan bekas saudaramu sendiri.” Kana tersenyum lebar dan menepuk bahu Riana dua kali yang wajahnya sudah merah padam. “Kana Lian! Jangan berlebihan! Mulutmu benar-benar busuk!” Wira menggeram berusaha untuk tidak menggunakan kekerasan pada Kana. “Ini bukanlah apa-apa untuk sampah sepertimu, b******k! Baiklah! Aku tidak peduli dengan omong kosong kalian! Mulai sekarang, tolong jangan muncul di hadapanku dengan sengaja. Aku sangat terganggu dengan b******n sepertimu dan anjingnya yang selalu menggonggong ke arahku.” Lalu Kana berbalik dan menuju ke mobilnya, tidak memberi kesempatan pada mereka untuk berbicara. *** Kana kembali memastikan penampilannya sebelum tiba di tempat tujuannya. Dia siap dengan rencana keduanya untuk meraih Mahesa. Dia turun dari mobilnya, wajahnya sudah terlihat sayu dan pucat, bibirnya kering dan pucat. Dia turun di depan rumah megah Mahesa dan menarik napasnya panjang. Tentu dia tau akan menghadapi security di rumah pria itu. Kana sudah mempersiapkannya dengan baik. “Selamat malam, Pak. Saya Kana, salah satu Nutritionist di Wangsadinata Hospital. Saya diminta Dokter Mahesa untuk datang karena alasan pekerjaan. Bisakah anda membiarkan saya masuk?” Tanya Kana sambil menunjukkan ID Card-nya. “Selamat malam, Bu. Sebentar saya konfirmasi dulu ke Tuan Mahesa.” Sang Satpam sudah akan menelpon Mahesa melalui telepon rumah. Kana langsung melancarkan rencana kedua. Tubuh Kana tiba-tiba saja jatuh dan membuat sang satpam berteriak terkejut. Langsung membuka gerbang dan membopong Kana yang pingsan. Satpam itu juga terlihat panik saat menyadari jika wajah Kana begitu pucat. Dia setengah berlari sambil membopong tubuh Kana yang terlihat tidak berdaya. Membuka pintu utama rumah Mahesa dengan wajah yang panik. Tepat saat itu Mahesa baru saja keluar dari ruang kerjanya dan mengernyit melihat satpamnya membopong seorang wanita pingsan. “Tuan, maaf, wanita ini mengatakan memiliki janji temu dengan anda, namun tiba-tiba saja dia pingsan sebelum saya sempat mengonfirmasi pada Anda.” Ucap sang satpam panik. Mahesa mendekat dan tersenyum miring saat mengetahui siapa wanita yang mengganggu malamnya. “Baiklah Pak Aryo, kau bisa keluar sekarang.” Ucap Mahesa dengan tenang, membuat Aryo langsung mengangguk dan pamit kembali ke post satpam. Mahesa berdiri di depan Kana yang kini berbaring di sofa. Dia memeriksa denyut Kana dan tersenyum, menyentil kening wanita itu. “Bangun atau aku akan menyeretmu keluar dari rumahku, Kana!” Ucap Mahesa dengan kencang membuat Kana langsung membuka matanya dan tersenyum tanpa dosa pada Mahesa. “Hai, Dokter. Berhubung kau menolak tawaranku untuk makan di restoran, aku ingin membuatkan makanan untukmu.” Ucap Kana dengan senyum manisnya, namun Mahesa justru mendecak dengan memutar bola matanya. “So ridiculous! Pergi sekarang, Kana! Kau terlihat sangat menyedihkan dengan menarik perhatianku seperti ini! Kau semakin tidak ada harganya sebagai seorang wanita!” Tentu saja ucapan Mahesa cukup untuk melukai harga diri Kana, namun wanita itu tidak ingin membenarkan ucapan Mahesa dengan terlihat terluka karena perkataan sialan itu. Sebaliknya dia menunjukkan senyum manisnya dan menggeleng. “Aku menganggapnya sebagai perjuangan, Dokter. Di jaman sekarang, wanita juga memiliki emansipasi untuk mengejar seseorang yang dia inginkan, dan itu bukan bentuk menjatuhkan harga diri. Karena apa yang kita lakukan adalah sama seperti yang dilakukan pria saat mengejar wanita yang mereka cintai. Jika cara berpikirmu masih kuno dengan menganggap wanita merendahkan harga dirinya karena mengejar sesuatu, maka nilaimu sebagai dokter bedah berprestasi sangat berkurang, Dokter.” Kana selalu mampu membalas telak setiap perkataan yang dilontarkan lawan bicaranya. Mahesa menghela napasnya panjang. Kana benar-benar membuktikan ucapannya yang pantang menyerah itu. “Aku tidak peduli dengan pikiranmu. Keluar dari rumahku sekarang atau aku akan menyuruh satpam untuk menyeretmu.” Mahesa kembali mempertegas, membuat Kana langsung menggeleng. “Di luar baru saja hujan dan sangat deras, bisakah kau membiarkanku tinggal lebih lama di sini? Aku bisa membuatkan makan malam untukmu. Makan malam yang sehat, cukup berbahaya berkendara saat hujan.” Kana mencari alasan untuk bisa tinggal lebih lama. Namun Mahesa menggeleng sekali lagi. Dia menarik tangan Kana sedikit kasar dan membuka pintu rumahnya lebar-lebar. Hujan turun dengan derasnya disertai kilat yang menyambar-nyambar. “Pulang sekarang. Aryo akan memanggil taksi untukmu dan besok mobilmu akan diantar.” Mahesa sudah mendorong Kana keluar, Kana langsung menggeleng dan mencengkram kuat baju Mahesa, lalu tubuhnya langsung berjingkat saat mendengar bunyi guntur yang begitu memekakkan telinga disertai kilat yang menyambar. Kana langsung memeluk erat tubuh Mahesa, tubuhnya bergetar takut dan dia begitu erat memeluk Mahesa. “Aku janji akan pulang setelah hujan lebih reda. Izinkan aku di sini sebentar saja. Ya…?” Kana memohon, kini wajahnya benar-benar pucat, dia mendorong Mahesa untuk lebih masuk ke rumah. Tubuh Mahesa menegang, dia bisa merasakan tubuh Kana yang bergetar dan dia tau wanita itu tidak pura-pura sekarang. Perasaan asing yang terasa aneh kembali dia rasakan, pelukan Kana yang ketakutan terasa begitu hangat dan pas di tubuhnya. Tangannya bahkan reflek meraih pinggang wanita itu dan menarik Kana untuk kembali masuk ke dalam rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD