Untung saja pendarahan yang dialami oleh Re tidak sampai membuat ia keguguran, kalau sampai Kerl kehilangan anaknya, ia pasti akan merasa sangat bersalah dan menjadi pria yang paling jahat, ia menatap Re yang kini terlelap, wajah perempuan ini sangat cantik dalam kedamaiannya, dia mempunyai tatapan yang hangat dan tutur kata yang lembut. Sebenarnya ada perasaan aneh yang Kerl rasakan semenjak mereka hidup bersama, ia tidak ingin kehilang Re dan juga anak mereka, tetapi di sisi lain ia masih mencintai Elleana, dan besar harapannya ingin kembali dengan mantan istriya itu. Mungkin ini saatnya Kerl untuk memperbaiki rumah tangganya dengan Re, dan lupakan tentang perasaannya kepada Elleana, wanita itu hanya mantan, orang yang berada di masa lalunya, sementara Re adalah masa depannya, istri sahnya sekarang? Seperti yang dikatakan oleh orang tuanya, belajarlah bertanggung jawab atas apa yang telah ia mulai, jadilah pria yang baik untuk anak dan istrinya.
Kerl langsung mengeluarkan ponselnya, lalu ia mengirim chat kepada sang sekretaris.
Sandra, tolong kosongkan semua jadwal untuk seminggu ke depan, dan atur ulang di minggu berikutnya, soalnya saya mau cuti, dan tolong handle semua pekerjaan selama saya liburan.
Kerl menatap istrinya dengan senyuman tipis, lalu ia meraih tangan Re dan menggenggamnya kuat-kuat. "Cepat sembuh, Re, biar kita bisa honeymoon, mungkin kalau kita liburan berdua, akan membuat hubungan kita menjadi lebih hangat, dan siapa tahu perasaan aku ke kamu bisa berubah. Benar kata orang tuaku, mau tidak mau, suka tidak suka, pada kenyatannya kamu adalah istriku. Sebenarnya kamu tidak bersalah, aku justru yang menjebak kamu sampai kamu harus masuk ke duniaku, dan dengan kurang ajarnya aku justru menyalahkan kamu dan membenci kamu juga bayi kita." Ia pun mendekatkan dirinya ke arah Re, lalu mengecup bibir perempuan itu sekilas, hal itu yang membuat Re terjaga, dan buru-buru Kerl kembali pada posisinya dan melepaskan genggaman tangannya, ia malu karena ketahuan diam-diam mencium perempuan itu.
Re menatap Kerl lalu tersenyum semringah, sebenarnya sedari tadi ia hanya pura-pura tidur, ia bisa mendengar apa yang Kerl katakan, dan ia juga bisa merasakan kalau tangannya digenggam kuat-kuat. "Tadi aku dengar apa yang kamu katakan, aku bahagia, Kerl, walaupun kamu belum mencintaiku tidak apa-apa, setidaknya kamu sudah berusaha untuk memperbaiki hubungan kita. Jadi kita akan liburan ke mana, Kerl?"
Kerl mendelikkan matanya kesal karena istrinya ini pura-purs tidur, ia menjadi malu karena diam-diam telah mengatakan hal itu. "Iseng banget pakai acara pura-pura tidur segala, memangnya tadi aku bilang kita mau honeymoon ya?"
Sekarang giliran Re yang tampak kesal karena Kerl malah menggoda dirinya. "Ish, jelas-jelas tadi aku dengar kalau kamu mau kita pergi honeymoon, aku tidak mungkkn salah dengar, Kerl."
Kerl menaikkan sebelah alisnya. "Oh ya? Apa coba yang aku katakan tadi kalau kamu dengar?"
Re pun langsung mengulang kalimat yang dilontarkan oleh suaminya saat dirinya pura-pura tidur. "Cepat sembuh, Re, biar kita bisa honeymoon, mungkin kalau kita liburan berdua, akan membuat hubungan kita menjadi lebih hangat, dan siapa tahu perasaan aku ke kamu bisa berubah. Benar kata orang tuaku, mau tidak mau, suka tidak suka, pada kenyatannya kamu adalah istriku. Sebenarnya kamu tidak bersalah, aku justru yang menjebak kamu sampai kamu harus masuk ke duniaku, dan dengan kurang ajarnya aku justru menyalahkan kamu dan membenci kamu juga bayi kita. Benar, kan? Hayo, kamu mengaku saja, jangan mengelak, Kerl."
Kerl terkekeh pelan. "Iya-iya, kamu menang, kita honeymoon di tempat yang kamu mau, tapi nanti kalau kamu sudah sehat betul. Aku tidak mau bayi kita dan kamu kenapa-kenapa saat kita jalan-jalan nantinya. Paham?"
Re mengangguk dengan bahagia, mendengar Kerl mengatakan hal sederhana itu saja bisa membuat dirinya sesenang ini, apalagi kalau Kerl melakukan hal yang lebih mungkin Re akan pingsan di tempat saking tidak kuatnya. Kalau ini mimpi, tolong jangan bangunkan Re, ia hanya ingin merasakan keuwuan ini lebih lama lagi. "Aku sudah sehat, Kerl, asal bersama kamu, aku selalu merasa baik-baik saja, dan aku mau ke suatu tempat yang aku pengin banget datangi dari kecil, tapi belum kesampaian."
"Ke mana?" tanya Kerl yang lumayan penasaran tentang tempat yang ingin dikunjungi oleh Re tersebut.
"Raja Ampat, aku cuma bisa lihat di internet sama TV keindahan tempat itu, aku ingin kunjungi secara langsung. Boleh, kan?" ujar Re, berharap Kerl mau mengabulkan keinginannya itu.
Kerl kira Re seperti Elleana yang meminta honeymoon di luar negeri, kalau dulu saat bersama mantan istrinya itu, mereka honeymoon ke Korea dengan alasan bahwa Elleana sangat suka dengan negara itu dan mereka menghabiskan waktu di sana hampir dua minggu karena Elleana yang tidak puas kalau hanya seminggu saja. "Oke, kita ke sana, tapi kamu harus sembuh dulu."
"Yeee, terima kasih, Kerl." Re seperti anak kecil yang mendapatkan boneka baru dari orang tuanya. "Aku sudah sembuh, Kerl." Re mencoba meyakinkan suaminya kalau ia sudah baik-baik saja, tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan."
Akhirnya Kerl mengangguk pasrah. "Iya nanti tanya dokter dulu kamu sudah boleh pulang apa belum. Omong-omong tentang dokter, aku kurang suka sama dokter itu, terlihat sangat genit, itu bisa diganti saja tidak?"
Re tersenyum jahil. "Cie, suami aku cemburu ya, kamu cemburu saja terus-terusan biar aku bahagia, kalau cemburu kan tandanya sayang. Berarti Kerl sayang Re dong."
Sayang? Apa iya secepat ini? Rasanya tidak mungkin aku secepat ini membagi hatiku untuk perempuan lain di saat aku masih sangat mencintai Elleana.
"Tidak cemburu, Re, aku cuma tidak suka kalau dia yang tangani kamu, tidak suka bukan berarti cemburu." Kerl masih tetap pada pendiriannya yang mengatakan bahwa ia tidak cemburu, kalau cemburu pun untuk apa? Toh, Kerl tidak mencintai Re.
Biarlah suaminya beranggapan seperti itu, tetapi bagi Re, suaminya mau memperbaiki hubungan dengannya pun sudah lebih dari cukup.
Tak lama kemudian ada pesan masuk ke ponsel Kerl, dan itu ternyata dari mantan istrinya.
My wife
Kerl, aku lagi kurang enak badan, belum makan dari pagi, belum minum obat, aku juga izin tidak ke kantor. Bisa ke sini? Aku butuh seseorang yang menemaniku, kamu tahu kan aku tinggal sendiri. Please!
Kerl memang belum mengganti nama kontak mantan istrinya itu, rasanya terlalu malas, biarlah sepettu itu. Cobaan di saat Kerl ingin memperbaiki hubungannya dengan Re, godaan malah datang, ia tidak mungkin ke sana di saat Elleana membutuhkannya.
Kerl langsung membalas pesannya.
Ackerley Grissham
Are you sure? Bukannya tadi pagi kamu baik-baik saja, El?
Setelah itu muncul pesan dari Elleana.
My wife
Oke no problem, Kerl, kalau kamu tidak mau ke sini, biarkan aku mati sendirian di sini.
Kerl menghela napas pelan, ia tidak mempunyai pilihan lain, ia harus segera ke apartemennya Elleana sebelum terjadi apa-apa. "Re, keadaan kamu sudah membaik, kan? Sekarang aku ke kantor dulu ya, ada berkas yang harus aku urus sebelum cuti."
Re mengernyitkan keningnya. "Berkas yang diurus sebelum cuti? Kerl, aku ini sudah tiga tahun jadi istri kamu, sebelum cuti kamu tidak pernah urus apa-apa lagi, semuanya kamu serahkan ke sekretaris."
Kerl masih berusaha meyakinkan Re bahwa yang ia katakan adalah benar. "Iya itu kan kamu, Re, sekretaris yang profesional, kalau dia kan masih baru, harus banyak yang dibimbing." Kerl mencium kening istrinya. "Ya sudah ya, Sayang. Aku pergi dulu, nanti kalau sudah kelar aku ke sini lagi."
Sayang? Sejak kapan si Kerl pakai kata itu? Pasti ada sesuatu yang dia tutupi dari aku. Rasanya sangat sulit untuk mempercayai suamiku sendiri. Kenapa kamu tidak jujur saja, Kerl, kalau kamu mau ketemu mantan istri kamu, kenapa kamu harus beralibi ke kantor? Padahal jelas-jelas aku lihat nama pengirim pesannya adalah mantan istri kamu yang kontaknya my wife, yang entah kenapa sampai sekarang kamu belum mengganti namanya, apa kamu masih menggagap dia itu istri kamu? Lalu aku itu apa, Kerl?
Rasanya kepala Re mau pecah kalau memikirkan suaminya yang lebih peduli akan perempuan lain yang notabene adalah mantan istrinya. Wajar kalau Re punya rasa cemburu, ia juga manusia bukan robot, hatinya tidak setegar karang punya sisi rapuh.
Tak lama kemudian dokter Angkasa datang untuk memeriksa keadaan Re, masih sama, senyuman manis tetap melekat di bibir mungil dokter itu. Dokter Angkasa ganteng dengan versi lokalnya, kalau Kerl ganteng dengan versi blasterannya, itulah pendapat Re tentang kedua pria itu. "Selamat sore, Ibu Re," sapanya dengan ramah. "Sekarang periksa lagi ya." Ia pun langsung melakukan tugasnya dengan baik.
"Oh iya, Dok, maafkan kejadian tadi siang ya, suami saya mungkin menyakiti perasaan Dokter," ujar Re merasa tidak enak atas perlakuan suaminya.
Setelah selesai periksa dokter Angkasa pun berkata, "Tidak apa-apa, wajar kalau suami overprotektif begitu, tandanya dia sayang sama istrinya. Oh iya, keadaan Ibu saat ini sudah membaik, tetap harus istirahat, jangan stress, banyak pikiran, kalau refreshing lebih baik lagi biar ibunya bahagia. Besok pagi Ibu sudah bisa pulang."
Re hanya tersenyum tipis. "Terima kasih, Dok."
Dokter Angkasa bisa tahu hanya dengan melihat matanya saja bahwa Re tidak benar-benar bahagia, ia melihat ke sekeliling kalau suaminya tidak ada di sini, mungkin itu yang menjadi faktor kekosongan Re saat ini, apalagi ibu yang sedang hamil muda sangat membutuhkan perhatian lebih dari suaminya. Suaminya baru datang tadi siang, pas sore langsung pergi, sebenarnya dokter Angkasa cukup ibu melihatnya. "Re ... " Kali ini dokter Angkasa tidak memanggil dengan embel-embel ibu agar mereka terlihat lebih akrab.
Re langsung menatap ke arah dokter Angkasa. "Iya, Dok?"
"Maaf saya hanya panggil nama, saya rasa umur kita tidak beda jauh dan juga biar terlihat lebih akrab," ujar dokter Angkasa. "Dan juga kamu bisa panggil saya dengan Angkasa, tanpa embel-embel dokter."
Re terkekeh pelan. "Baiklah, saya baru 24 tahun lho, Dok, eh Sa. Kalau kamu berapa?"
"29 tahun."
"Wah hebat, sudah jadi dokter spesialis di umur yang masih muda. Omong-omong sudah nikah, Dok?"
Dokter Angkasa tersenyum lebar. "Iya nih, sudah pintar jadi loncat kelas terus dari SD, maksudnya loncat ke jendela." Ternyata dia selain baik juga humoris.
Re langsung tertawa karena perkaataan sang dokter. "Dokter bisa saja, terima kasih, Dok. Karena sudah menghibur saya."
Dokter itu mengangguk. "Angkasa, just Angkasa, itu adalah salah satu kewajiban dokter, bukan hanya mengobati melalui obat-obatan, tetapi membuat pasien dan tertawa adalah suatu keharusan, kalau jiwa sudah bahagia maka raga pun akan sehat. Oh iya, tadi tanya saya sudah nikah apa belum, ya? Jawabannya belum, mungkin jodohnya lagi dijagain sama orang lain. Atau kalau kamu single, saya juga mau jadi jodoh kamu."
"Eh?"
"Bercanda, jangan terlalu dibawa serius," ujar dokter Angkasa lagi.
Re pun tertawa. "Iya, saya paham, Dok."
"Oh iya, ini mau saya tungguin sampai suaminya datang apa gimana? Saya tida tega lihat kamu murung lagi."
Re menggeleng. "Tidak usah, Dok, eh Sa, saya sendiri saja tidak apa-apa."
"Baiklah, saya tinggal. Jaga kesehatan terus ya, selalu jaga makan dan waktu istirahat, yang penting hati selalu bahagia. Saya permisi, Renashila." Dokter itu pun langsung keluar ruangan dam meninggalkan Re.
Kenapa Kerl tidak bisa membuatku tertawa lepas seperti yang dilakukan dokter Angkasa? Sedangkan Kerl hanya bisa membuatku menangis dan merasakan perih yang tidak berujung.
Re pun mengambil ponselnya dan ia kirim pesan ke suami.
Kerl, kata dokter besok pagi aku sudah bisa pulang, kita ke Raja Ampatnya jadi, kan?
***
Elleana langsung merampas ponselnya Kerl dan ia membaca pesan dari Re. Awalnya wanita itu merelakan Kerl bersama wanita lain, tapi lama kelamaan ia tidak rela, ia semakin merasa kosong tanpa suaminya ini, lagi pula perceraian mereka bukan karena ads permasalahan di antara Elleana dan Kerl, hanya karena bentuk pertanggung jawaban, dan ia semakin tidak rela kalau suaminya membagi perhatian dengan perempuan lain, semenjak kejadian semalam, membuat Elleana kembali menginginkan Kerl lagi.
"El, balikin ponselnya, aku mau balas pesan Re."
Elleana menggeleng. Ponsel itu tetap ia genggam erat-erat. "Nanti saja."
"Aku mau balik ke rumah sakit, El, kamu juga cuma pura-pura sakit tadi. Sekarang aku mau lihat keadaan istriku."
Elleana terkekeh pelan. "Istri? Akhirnya kamu mengakui kalau dia istri kamu. Padahal di kontak kamu saja, masih aku yang my wife, sedangkan Re tetap my ex-secretary. Jadi siapa yang my wife sebenarnya?"
"Belum aku ganti saja, El."
Elleana mengembuskan napasnya pelan. "Kamu masih cinta aku, kan?"
"Masih."
"Kalau begitu ceraikan dia setelah Re melahirkan, dan kitar rujuk kembali. Aku tidak mau kehilangan kamu untum kedua kalinya, Kerl. Sekarang aku sadar aku tanpa kamu itu nothing. Sekarang aku beri kebebasan kamu untuk bersama, Re, tapi sembilan bulan ke depan kalian sudah harus bercerai. Oke?"
Kerl terdiam, bercerai dengan Re dan rujuk dengan Elleana? Apakah itu adalah pilihan yang tepat.
"Oke," balas Kerl, setelah itu ia mengambil ponselnya dan ia kembali ke rumah sakit.
Sudah aku bilang, tetap aku yang menjadi pemenangnya.
***