Suami Tina

1070 Words
Amel terkejut dengan keberadaan Barry bahkan tangannya sekarang berada di pinggang Amel dengan memeluknya erat, Amel hampir saja terjatuh karena terlalu asyik bermain ponsel dan menatap sekitar. Tidak ada niatan dari Barry melepaskan tangannya pada perut Amel, tidak ada yang menyadari jika kedua jantung mereka berdetak kencang. “Pak Barry kita sudah ditunggu klien,” suara wanita membuat Barry melepaskan tangannya pada pinggang Amel. Amel menatap punggung Barry yang sudah menjauh dan menyentuh dadanya yang berdebar kencang karena tangan Barry di perutnya. Amel langsung teringat tujuannya untuk membeli makan dengan segera melangkah ke food court dan membiarkan Willy seorang diri. Suasana yang rame membuat Amel kebingungan untuk duduk di mana, tempat pojok yang nyaman membuat Amel memilih berada di sana dan setelahnya memberi kabar pada Willy tentang keberadaannya. Sesuai prediksi Amel di mana Willy akan melupakan sekitar jika sudah berhubungan dengan kesukaannya dan sepertinya semua pria akan seperti itu atau mungkin semua orang yang Amel tidak tahu dan hanya Amel saja yang terlihat tidak peduli dengan hal – hal seperti itu. “Sendirian?,” Amel menatap Barry yang sudah berada di hadapannya “boleh duduk di sini?.” “Bapak bukannya bersama karyawan tadi?,” Amel menatap sekitar. “Sudah kembali jadi apa boleh duduk di sini?,” Barry menatap Amel lembut yang hanya dijawab dengan anggukan “sedang apa di sini?.” “Jalan – jalan menjelang sidang skripsi dan lagi tunggu teman.” Pembicaraan mereka terhenti karena Willy menghubungi Amel dan langsung mengatakan bahwa dirinya langsung pulang karena ada masalah di rumah, Amel hanya mengangguk mendengarkan perkataan Willy dan mengatakan akan baik - baik saja. Barry menatap Amel tidak kuasa menahan diri untuk segera memilikinya, kedua anaknya sangat menyukai Amel dan dengan menikahi Amel setidaknya ada yang mengurus kembar dan tidak mengandalkan sekretaris yang sekaligus teman ranjangnya. “Mau pulang bersama?,” tawar Barry membuat Amel terkejut “jika mau saya antar.” “Baiklah lagian menghemat ongkos.” Amel melangkah terlebih dahulu dengan Barry berada di belakangnya, Amel tidak menyadari jika Barry berada di belakangnya sedang berfantasi dengan membawa Amel ke ranjangnya. Barry yakin dan sangat yakin jika Amel masih sangat perawan dan belum tersentuh pria mana pun. Amel menatap Barry kesal pasalnya berjalan di belakangnya tanpa persiapan Amel menghentikan langkah dan entah sadar atau tidak menggenggam tangan Barry. Barry yang menyadarinya hanya diam menikmati tangan Amel dalam genggamannya dan sialnya membuat jantung Barry berdetak kencang. “Maaf lancang,” ucap Amel dengan tidak enak. “Saya tidak ada masalah bahkan lebih dari ini,” bisik Barry sebelum membukakan pintu mobil untuk Amel. Dalam mobil mereka berdua hanya diam setelah Amel menyebutkan alamat rumahnya, tanpa mereka sadari jantung mereka berdua berdetak sangat kencang dan itu membuat mereka berdua tidak tahu harus bagaimana. Banyak pertanyaan yang muncul dalam benak mereka tapi tidak tahu harus bagaimana dan apa yang akan ditanyakan. “Kalau kamu menikah dengan duda apa menjadi masalah?,” Amel menatap Barry bingung “saya duda jika saya melamar kamu apakah akan menjadi masalah?.” Amel bingung harus menjawab apa pada pertanyaan Barry “bapak jangan bercanda karena pernikahan bukan hal yang main – main.” “Saya tidak pernah bermain – main dengan sebuah lamaran,” Barry menatap Amel lembut ketika lampu berubah menjadi merah “saya serius dengan perkataan barusan dan kamu tidak harus menjawab sekarang.” Amel meneguk air liurnya kasar karena entah kenapa pria di depannya mampu membuat jantungnya berdetak sangat kencang, padahal sebelumnya banyak pria yang melamar Amel bahkan dekat dengannya tapi tidak pernah seperti saat ini. Barry tidak melanjutkan pembicaraan dan membiarkan suasana hening kembali dan mereka berdua berpikir tanpa berbicara karena sibuk dengan pemikiran masing – masing. “Apa tidak masalah dengan Bu Tina?,” Barry menatap Amel sekilas “anak – anak kembar bapak sangat mencintai Bu Tina jadi kenapa tidak kembali bersamanya?.” Barry menggenggam tangan Amel membuat Amel terkejut “kami tidak akan bisa kembali karena memang tidak pernah bersama.” Perkataan Barry membuat Amel bingung tapi tidak bisa melanjutkan pembicaraan karena mobil sudah berada di depan rumah, Amel menatap Barry ingin bertanya lebih tapi bingung akan bertanya apa secara mereka tidak sedekat ini. Amel hanya tahu Barry sebagai mantan suami dosen pembimbing dan bertemu baru beberapa kali, lamaran yang tiba – tiba membuat Amel bingung harus bagaimana. “Saya serius dan jika kamu terima setelah sidang saya akan datang menemui kedua orang tua dan keluargamu.” Barry mendekatkan diri pada Amel dan saat ini posisi Barry tepat berada di depan Amel bahkan bibir mereka berjarak beberapa senti yang Amel dapat merasakan hembusan nafas satu sama lain. Barry mencoba peruntungan dengan mendekatkan diri dan menyentuh bibir Amel yang masih mematung, Barry sangat tahu jika ini adalah yang pertama bagi Amel tapi dirinya seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi. Bibir mereka bersentuhan tanpa gerakan sama sekali dan Barry membiarkannya di mana dapat dirasakan bahwa bibir ini terasa berbeda, seketika Amel sadar atas apa yang terjadi dan langsung mendorong Barry agar menjauh darinya. Degupan d**a Amel berdetak kencang membuat dirinya hanya menatap Barry dengan pandangan berbeda sedangkan Barry menatap Amel dengan tatapan menahan gairah karena tidak bisa merasakan bagaimana bibir Amel sebenarnya. Barry menatap bibir Amel yang hampir diciumnya tadi meskibhanya sentuhan “apa ini yang pertama?,” Amel mengangguk malu “bagaimana dengan jawaban tadi?.” “Bisakah membahas setelah sidang?,” Amel menatap Barry dengan segera Barry mengangguk cepat. Amel menatap mobil Barry yang sudah menjauh dari rumahnya, lantas dalam benak Amel apa ini keputusan yang tepat. Amel tidak tahu banyak mengenai Barry karena memang tidak pernah bertemu atau dekat, Amel hanya tahu jika Barry adalah mantan suami dari Tina selaku dosen pembimbingnya. Amel tidak mempedulikan perkataan orang lain hanya saja apa ini keputusan yang tepat, apalagi ketika Amel mengingat Dino dan Yuki yang sudah sangat disayanginya dan apa nanti Tina menyetujui hubungan mereka berdua. Amel menghilangkan pemikiran tidak penting karena saat ini baginya adalah menghadapi sidang yang memang akan segera terlaksana beberapa hari, semua bahan sudah siap bahkan Tina sebagai dosen pembimbing sangat membantu Amel dalam menghadapi sidangnya nanti. Satu hal yang saat ini dalam benak Amel adalah apa alasan perpisahan mereka berdua dan tadi dengan mudahnya Amel membalas ciuman Barry, Amel benar – benar tidak mengenal Barry tapi sepertinya Barry memang patut dicurigai karena membuat wanita dengan mudah masuk dalam pesonanya atau hanya Amel saja yang terjebak dalam pesona Barry dengan cepat dan mudah. “Main ke mana tadi?,” tanya Gina ketika melihat Amel masuk ke dalam rumah. “Melepas penat sebelum sidang minggu depan,” ucap Amel menatap bundanya “bun, kalau aku nikah sama duda boleh?.” Amel bertanya di saat yang tidak tepat karena sang bunda langsung menatap dengan tanda tanya membuat Amel menelan saliva dengan susah dan saat ini rasanya Amel ingin menghilang dari hadapan Gina yang menuntut jawaban atas pertanyaan Amel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD