Gosip Salah

1435 Words
Barry terkejut dengan pertanyaan Amel yang tidak di duga sama sekali, Amel masih tidak menyadari kata yang baru saja keluar dari bibirnya. Sebelum Amel berubah pikiran dengan cepat Barry mengajak Amel turun dan masuk ke dalam rumah, rumah ini masih ada yang membersihkan atas permintaan Barry takut sewaktu – waktu ada tamu atau dirinya ingin mengenang sang istri. Barry menatap Amel yang tampak menilai isi rumah ini lalu mengangguk perlahan, pandangan Amel teralihkan pada foto pernikahan yang dipajang di ruang keluarga. “Bukan Bu Tina?,” Amel menatap Barry bingung. Barry tersenyum “Tina adalah adik iparku jadi jelas bukan foto dia yang aku pajang bisa marah Raffi,” Barry melingkarkan lengannya dengan memeluk Amel “nanti kita ganti dengan foto kita,” bisik Barry sambil menahan nafsu untuk menyentuh Amel. “Ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Amel tanpa melepaskan tangan Barry “orang tua aku ingin bertemu.” Barry melepaskan pelukan dan menarik bahu Amel agar menatapnya “kamu serius?,” Amel mengangguk “apa kamu tidak malu bersama duda?.” Amel menggelengkan kepala “bimbing aku, mas.” Barry tidak menyangka kata yang keluar dari bibir Amel bahkan dirinya tidak bertanya jauh mengenai semua masa lalunya. Barry langsung menarik Amel menciumnya dengan lembut menyampaikan seluruh perasaannya, melamar Amel itu karena merasa kasihan pada anak – anak dan Tina karena bagaimana pun Barry membutuhkan pendamping dan itu bukan Siska. Amel gadis yang dia lihat sewaktu pertama kali bertemu ketika bimbingan di rumah mertuanya dan mulai tersentuh ketika melihat bagaimana sayangnya pada kembar. Ciuman Barry semakin menuntut bahkan kini sudah menggendong Amel tanpa melepaskan ciuman dengan berjalan memasuki kamar utama tempat di mana dulu Barry bersama sang istri. Amel tidak melepaskan ciuman Barry sama sekali bahkan menikmati semua sentuhan yang diberikan, pengalaman pertama Amel kali ini bersama seorang pria dengan ciuman panasnya bahkan sampai masuk ke dalam kamar di mana semua serba pertama bagi Amel. Barry yang menatap bibir bengata Amel semakin tidak terkendali, meskipun sering dirinya melihat Siska tapi entah kenapa Amel sangat berbeda. Dua bukit kembar Amel tersentuh tidak sengaja dan sangat pas di tangan Barry yang seketika langsung menyukainya apa lagi ketika bibirnya masih mencium Amel tanpa henti seolah tidak ingin lepas dari bibir manis ini. Suara desahan Amel menyadarkan Barry bahwa saat ini dirinya terlalu jauh tapi Barry tidak bisa melepaskan begitu saja karena Amel benar – benar membuatnya terlena. Saat ini pakaian mereka berdua sangat berantakan dan tatapan mereka berdua sudah dipenuhi nafsu seolah ingin menuntaskan semuanya saat itu juga, Amel sadar mereka sudah terlalu jauh tapi masih ingin menikmati lebih dengan Barry dan ini adalah pengalaman pertamanya. Dengan kesadaran tersisa Amel mendorong Barry perlahan, tatapan mereka masih tidak bisa lepas meski sudah saling menjauh satu sama lain dan Amel mengakui jika tadi sangat nikmat. “Kita sudah terlalu jauh,” perkataan Amel menyadarkan Barry dengan segera Barry merebahkan diri di samping Amel. “Kabari mereka besok malam aku ke rumah,” Amel sedikit terkejut dengan perkataan Barry “aku tidak bisa menahan dan cukup lama aku berpuasa jadi bisakah kita percepat semuanya?.” Amel mengangguk malu karena perkataan Barry dan kondisi pakaian mereka yang berantakan menyadarkannya bahwa semua yang dikatakan Barry memang benar adanya, Amel menatap ke bagian bawah Barry yang sudah menegang karena tampak dari tonjolan pada celana dalamnya seketika Amel hanya diam karena hal ini pertama kali dirinya melihat hal yang seperti ini. “Mas, apa itu sakit?,” Amel menunjuk membuat Barry menatap apa yang Amel tunjuk. Barry tersenyum lalu menggelengkan kepala mendengar perkataan Amel “sudah biasa dan aku bisa mengatasinya jadi jangan terlalu dipikirkan,” ucap Barry membelai pipi Amel dengan lembut seolah takut untuk menyakiti diri Amel. Barry mendekati wajah Amel membuat Amel menutup mata seolah takut akan terjadi hal yang sama seperti sebelumnya, melihat reaksi Amel membuat Barry tersenyum dan tidak menyangka akan mendapatkan gadis yang bahkan usianya tidak berbeda jauh dengan adiknya Hana. Barry menghentikan tindakannya dengan menatap Amel yang masih memejamkan mata seolah takut akan apa yang akan dihadapinya sebentar lagi. Barry menarik dagu Amel dengan memberikan ciuman singkat untuk mengungkapkan apa yang dirinya rasakan saat ini, tapi ciuman ini semakin lama semakin penuh dengan gairah seperti sebelumnya membuat Barry menghentikan semuanya dan menatap Amel dalam. “Kita hentikan karena aku mau semua indah pada saat kita menikah,” Barry memegang bahu Amel pelan dan sukses membuat Amel membuka matanya dan langsung meletakkan kepalanya di d**a Barry, yang dilakukan Barry adalah menepuk punggung Amel pelan “kamu luar biasa dan aku suka serta tidak sabar mengikatmu dalam pernikahan secepatnya karena aku sudah tidak tahan.” Perlahan Amel berdiri dari ranjang meninggalkan Barry sendiri di ranjang yang membuat Barry menatap bingung atas apa yang Amel lakukan, Amel tidak mempedulikan reaksi Barry ketika dirinya melangkah ke luar dari kamar yang mungkin akan menjadi kamarnya esok ketika mereka menikah, bahkan Amel tidak tahu jika Barry harus menahan diri untuk tidak melakukan hal lebih pada dirinya saat ini. Amel memilih ke dapur yang ternyata tidak ada isi sama sekali, membuatnya bingung akan melakukan apa di rumah ini dengan perut yang terasa lapar. “Kamu marah?,” suara Barry di telinga Amel mengagetkannya “nanti kita isi semua.” Amel membalikkan badan lalu menggeleng “aku hanya malu dan seperti w************n yang dengan mudah melakukan bersama pria.” Barry tersenyum “maaf dan aku seharusnya tidak membawamu ke rumah karena pasti akan terjadi hal yang tidak – tidak” wajah Amel memerah ketika Barry mengatakan hal tersebut. Barry yang menatap Amel malu menjadi gemas sendiri dan ingin mengajaknya melanjutkan kegiatan mereka yang tertunda tadi, tapi Barry harus bisa menahan diri untuk tidak menyerang Amel karena semua serba cepat dan mendadak. Rasanya setelah ini Barry akan bertemu Siska melepaskan semuanya pada Siska karena tidak bisa menyentuh Amel, katakan Barry bukan pria baik – baik dan tentu diakui Barry apalagi setelah mengenal Siska yang bisa memuaskan dirinya setelah kepergian sang istri. Barry sebenarnya ingin mengantarkan Amel sampai rumah tapi Amel ingin diantarkan sampai ujung gang agar tidak membuat orang rumah curiga, mereka terdiam cukup lama seolah sibuk dengan pikiran masing – masing. Amel yang tidak menyangka akan menjadi berbeda ketika berdekatan dengan Barry dan Barry sendiri masih tidak percaya dengan jawaban Amel yang menerima dirinya dengan menjadi suami, Barry sendiri melamar Amel awalnya agar si kembar mendapatkan perhatian dari sosok ibu dan itu dirinya dapatkan dari Amel tapi semakin ke sini perasaan tersebut muncul tanpa bisa dihentikan sama sekali, Barry tersadar ketika Amel membuka pintu dan tanpa menunggu waktu langsung turun dari mobil menuju ke rumahnya dengan berjalan kaki. Barry menatap punggung Amel yang semakin menjauh dan langsung memegang dadanya yang berdetak kencang. Tanpa berpikir dua kali Barry menghubungi Siska dan yakin jika wanita tersebut ada di apartemen untuk memuaskan dirinya, Barry sadar jika tadi wajah Siska tidak suka dengan kedatangan Amel dan jika sudah begini berarti permainan mereka semakin panas. “Lama juga sama bocah itu,” Siska menatap Barry yang baru masuk ke dalam. Barry melangkah sambil membuka pakaiannya semua tanpa terkecuali, Siska paham jika Barry membutuhkan pelampiasan karena tidak mendapatkan dari bocah kecil tersebut, melihat Barry segera Siska melakukan hal yang sama karena dari tadi sudah menahan diri untuk bersama Barry bahkan panggilan dari Pandu sang suami tidak Siska hiraukan. Malam ini menjadi malam yang panjang bagi mereka berdua dan melupakan keluarga yang menunggu, tanpa Siska ketahui di mana Barry membayangkan Amel ketika mereka di ranjang saling mencari kenikmatan. Membayangkan Amel membuat Barry semakin panas dan ganas serta membuat Siska semakin senang mendapatkan perlakuan seperti ini. Suara desahan mendominasi ruangan ini karena saling mencari kenikmatan satu sama lain, pelepasan terakhir Barry benar – benar menginginkan Amel saat ini. “Apakah kamu akan menikahi bocah itu? Dan bagaimana dengan kita? Aku tidak mau semua berakhir karena bagaimana pun ikatan kita lebih kuat karena adanya Arsen.” ****** Pembaca baik hati mau sedikit promo ya, sambil menunggu ceritaku bisa baca cerita ini. Terima kasih Judul : The Series Of Nibras Penaname : Jimmywall Patah hati karena cinta ditolak oleh orang yang kita cintai, tentu saja tidak ingin itu terjadi. Nibras Arelian Nabhan, pria yang telah berusia 26 tahun itu masih saja merasakan patah hati karena ditolak oleh perempuan yang dia cintai satu tahun yang lalu, Popy Aira Basri. setelah satu tahun Nibras merasakan patah hati, dia dipertemukan dengan seorang gadis pemulung yang dibawa oleh sang nenek yaitu Lia ke rumah utama Nabhan. Atika Fitrhiya, perempuan yang tidak sengaja memulung sang nenek yang bernama Lia Rahmawati Nabhan, yaitu nyonya besar Nabhan dari salah satu tempat sampah yang dia singgah disitu. Lia, nenek yang berusia 76 tahun itu membawa Atika ke rumah utama Nabhan. Kisah asmara Nibras dengan Atika dimulai. "Um? Apa ini?" "Astaga!" "Manusia!" ... "Uh?" "Dimanah aku?" "Em...di rumah saya nek. Apakah nenek lapar?" "Ya..." "Saya akan ambilkan makanan," "Bisakah saya mendapatkan makanan dari tempat sampah di depan rumahmu?" "What?!" .... "Saya terlahir tanpa ayah, apakah keluarga ini akan menerima saya sebagai menantu?" °°°
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD