Bab 2. Lumpur Dosa

1207 Words
Nekat? Itulah yang dilakukan Elea saat ini. Gadis itu nekat mengikuti Grace, seseorang yang notabenenya baru dikenal. Entahlah, insting Elea mengatakan kalau inilah jalan menuju hal besar yang akan menjadi kepuasan hatinya sendiri. Sesuatu yang bisa ia gunakan untuk balas dendam dan membalas hinaan menyakitkan dari orang yang telah mengkhianatinya. Begitu datang Elea disambut sorot lampu yang menyilaukan serta dentuman musik yang memekakkan telinga. Ya, saat ini Elea sedang berpijak di sebuah tempat haram yang bukan pertama kali ini dia datangi. "Elea, lakukanlah apa pun yang kamu inginkan disini. Ekspresikan dirimu dan carilah ketenangan. Mungkin hanya sesaat, tapi kau sangat membutuhkan itu," ujar Grace dengan suara yang cukup keras, suara musik di sana sangatlah dominan. Elea menghela napas panjang, ia paham maksud dari ucapan Grace ini. Tapi bukan itu yang ia inginkan saat ini. "Aku butuh uang, Grace." Grace mengangkat alisnya, sesaat kemudian wanita itu tertawa terbahak-bahak. "Apa yang lucu? Hentikan!" bentak Elea tak terima saat dirinya ditertawakan. "Hahaha, tidak, tidak. Aku tahu memang itu tujuanmu, hanya kaget kau akan secepat ini memintanya," kata Grace disela-sela tawanya. "Lebih cepat lebih baik 'kan? Katakan apa yang harus aku lakukan agar bisa mendapatkan uang?" tanya Elea. "Apa lagi? Tentu saja jual diri." Elea terhenyak, bola mata indah itu melotot lebar karena syok dengan perkataan yang keluar dari mulut Grace. "Apa maksudnya? Bukannya kau bilang aku hanya akan menemani para pria itu? Tidak harus melakukan hal itu bukan?" Sebelum datang kesini, Grace sudah sedikit menjelaskan pekerjaannya kepada Elea. Hal yang ditangkap oleh Elea adalah Grace akan menemani para pria disana lalu dirinya mendapatkan uang. "Oh come on, Elea. Jangan terlalu polos, kita memang menemani mereka bukan? Menemani tidur maksudnya," jelas Grace acuh tak acuh, wanita itu meminta minuman kepada bartender lalu menyodorkan ke arah Elea. Elea tak habis pikir, definisi dari menemani itu adalah melakukan hubungan intim. Kalau seperti itu, bukankah dirinya sama saja seperti p*****r? Lagipula dirinya belum pernah melakukannya dengan siapa pun, tentu hal itu akan sangat merugikan bagi Elea. "Tidak, ini sangat gila, Grace. Aku tidak akan menjual kegadisanku hanya demi uang. Aku tidak mau." Elea menolak mentah-mentah, ia bangkit dari duduknya. "Kau masih perawan?" Grace berbicara namun tak digubris oleh Elea. "Itu justru peluang bagus, kau bisa meminta bayaran tinggi dan pastinya hidupmu akan terjamin sampai beberapa bulan ke depan," lanjut Grace. Elea berpikir sejenak, ia melirik Grace yang masih tenang di kursinya. "Apa menurutmu ini sepadan? Menjual keperawanan hanya demi uang?" tukas Elea. "Kenapa, tidak? Uang mungkin bukan segalanya, tapi segalanya membutuhkan uang, Elea." Menohok! Kata-kata Grace sangat menusuk di hati Elea. Gadis itu mulai berpikir kembali akan tawaran yang diberikan Grace. Hatinya mengatakan kalau ini salah, tapi disisi lain otaknya berontak ingin memuaskan hasrat balas dendam atas penghinaan itu. "Grace benar, uang memang bukan segalanya. Tapi dengan uang aku bisa memiliki segalanya, termasuk membungkam mulut para pengkhianat itu!" batin Elea berkecamuk penuh tekad. "Apa yang harus aku lakukan?" Grace tersenyum tipis, wanita itu meminta Elea mendekat lalu membisikkan sesuatu di telinganya. Entah apa itu, yang jelas sorot mata Elea mulai berubah dalam sekejap. *** Kamar yang sangat luas menjadi tujuan utama Elea saat ini. Gadis itu masuk ke dalam dengan hati gundah tak karuan. Ia sudah berusaha untuk tetap tenang meski saat susah sekali. Dengan hembusan napas berkali-kali akhirnya ia benar-benar masuk ke dalam kamar yang akan menjadi saksi ia menyerahkan dirinya pertama kali demi uang. "Kau sudah membuang waktuku selama 40 menit." Suara bass seorang pria tiba-tiba saja terdengar mengejutkan Elea yang baru saja masuk ke dalam. Wajahnya seketika memucat dan menoleh ke arah sumber suara. Netra hitam itu bergerak-gerak menatap sosok pria gagah yang tengah menikmati secawan anggur dengan gaya elegan. "Aku ...." Elea gelagapan, otaknya mendadak tidak bisa berfungsi. Pandangannya justru berpusat pada wajah pria yang sedang duduk tersebut. Dari proporsi tubuh yang sangat ideal, lirikan mata yang tajam, serta garis wajah tegas yang sangat sempurna. Hal itu tanpa sadar membuat jantung Elea berdetak sangat kencang. "Apa Grace tidak mengatakan kalau aku sangat tidak suka menunggu?" Pria itu meletakkan minuman diatas meja, ia kembali memberikan lirikan tajam kepada Elea. "Maaf, maaf aku." Elea menghentikan ucapannya. "Tidak, aku tak boleh terlihat ketakutan di depan pelanggan pertamaku. Aku harus berani agar pria ini tahu kalau aku adalah wanita yang layak untuk dibayar mahal," batin Elea yang teringat akan ucapan Grace jika semakin puas pelanggan, semakin banyak bayaran yang ia dapat. Elea segera merubah wajahnya yang penuh rasa takut dan kalut tadi. Ia tersenyum sangat manis dan menggoda kepada sosok pria yang akan menjadi pelanggan pertamanya itu. "Maafkan aku, Tuanku. Aku datang terlambat tentu saja karena ingin memberikan yang terbaik untuk, Anda. Bagaimana? Apakah Anda sudah tidak sabar?" Elea berbicara dengan gaya lemah lembut dibalut nada yang menggoda. Langkah kakinya perlahan mendekati sang pelanggan lalu tanpa rasa sungkan duduk di pangkuannya. "Arghhhhhhhh! Kegilaan macam apa ini? Persetan dengan semuanya, aku harus melakukan ini agar bisa seperti teman-temanku yang lain," batin Elea rasanya ingin menjerit dengan tingkah yang begitu menjijikkan ini. Pria itu tersenyum kecil, ia mengusap pinggang Elea dengan gerakan pelan. Hal itu hampir saja membuat sang pemilik pinggang berteriak. Elea berusaha untuk tetap diam saja dan berpura-pura tersenyum. "Wanita memang sama saja, menjijikan." Entah apa yang membuat pria itu tiba-tiba kesal, dirinya justru mendorong Elea hingga tubuh kecilnya terhempas di sofa dengan cukup keras. Elea berusaha untuk tenang, ia yakin dirinya akan baik-baik saja. "Kenapa? Bukannya semua pria butuh ini? Ayo lakukanlah, Tuan. Semuanya untukmu malam ini." Elea berbisik menggoda. Senyuman sinis kembali terlihat dari sudut bibir pria tinggi tegap itu. Tanpa aba-aba dirinya langsung menjambak rambut Elea lalu melumat bibirnya dengan kasar. Dari sikapnya terlihat sekali enggan berbasa-basi. Elea merasa sangat terkejut, hampir saja mendorong pria itu karena itu adalah ciuman pertamanya. Sekuat tenaga ia mencoba untuk bertahan, ia ingat tujuannya tidak akan tercapai kalau menyerah malam ini. Ia harus berusaha menunjukkan kalau dirinya layak untuk dibayar mahal. "Aku tidak boleh menangis, ini semua demi impianku. Mereka harus memandangku dan menganggap aku adalah orang yang pantas!" batin Elea menangis. Semakin lama ciuman mereka semakin brutal dan tak terkendali. Pria itu sudah mengendong Elea dan menghempaskan tubuhnya di ranjang. Tanpa menunggu waktu lama, semua pakaian yang membalut tubuh mereka sudah terlempar entah kenapa. Suara teriakan Elea terdengar saat pria itu mencoba menerobos dinding yang belum pernah tertembus. Tubuhnya gemetar hebat hingga membuat pria yang menyentuhnya sangat terkejut. "What the f**k? Kau masih?" Pria itu benar-benar sangat syok tatkala menyadari jika p*****r yang disewanya masih perawan. Ia mencoba melepaskan dirinya karena tidak ingin terjebak dalam permainan yang lebih gila. "Jangan pergi, lakukanlah. Aku yang menginginkannya, touch me, please!" Elea justru dengan nekat melingkarkan kedua kakinya agar penyatuan mereka tidak terlepas. Sudah kepalang basah, untuk apa harus mundur? "Sialan! Percayalah aku tidak akan melepaskanmu!" Pria itu memukul bantal di samping Elea dengan cukup keras sebelum memulai aksinya. Ia berusaha untuk tidak menyakiti lawan mainnya, tapi tetap saja Elea sangat kesakitan karena itu adalah pengalaman pertama baginya. "Tuhan, izinkan aku berdosa," batin Elea disertai setetes air mata yang mengalir membasahi pipinya saat kesuciannya telah terenggut ditangan pria tak dikenal. Akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama, karena pria itu sangat pandai menciptakan suasana yang erotis. Keduanya pun larut dalam pergumulan panas dengan ditemani suara desahan yang saling bersahutan. Menggambarkan betapa panasnya percintaan itu. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD