Bab 1. Desahan Di Apartemen
"Gavin pasti nggak nyangka kalau aku bakalan dateng." Elea datang ke Apartemen kekasihnya dengan membawa bucket bunga yang indah dan kue ulang tahun. Wanita cantik berumur 20 tahun itu ingin memberikan kejutan kepada Gavin–sang kekasih yang telah 3 bulan ini menjalin hubungan dengannya.
Tanpa menunggu waktu lama, Elea semakin tak sabar menuju kamar Gavin untuk memberikan kejutan spesial. Dengan memasukkan kode yang sudah ia tahu sebelumnya, ia segera masuk ke dalam tanpa suara.
"Gelap? Sepertinya Gavin sudah tidur." Elea sedikit mengernyitkan dahinya tatkala melihat lampu ruang depan mati.
Tanpa menghiraukan tentang lampu yang mati, Elea kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar Gavin. Menyiapkan hati dan kata-kata manis yang akan diucapkan lalu perlahan-lahan membuka pintu kamar tersebut.
"Surpr–"
Suara Elea tertahan di kerongkongan begitu menyaksikan sebuah pemandangan di depannya. Bola mata indah itu memperlihatkan keterkejutan yang luar biasa. Kaget, marah bercampur kecewa menjadi satu.
"Ahhh Sayang, kamu memang luar biasa. Lebih cepat lagi ...." Suara Gavin–kekasih Elea terdengar melenguh seolah sedang menahan sesuatu.
Jantung Elea berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Air matanya tak terbendung hingga napasnya terasa sesak. Elea mengumpulkan tenaganya dan memberanikan diri untuk mendobrak pintu kamar yang telah menjadi saksi pengkhianatan kekasih tercintanya.
"Gavin" Elea berteriak sekeras mungkin hingga suaranya mengejutkan kedua manusia yang tengah adu gambut itu.
Gavin begitu kaget hingga mendorong wanita selingkuhannya hingga terjengkang ke belakang. Ia mencoba meraih apa saja yang bisa menutupi tubuhnya yang polos serta asetnya yang terlihat gondal-gandul itu.
"Elea." Gavin berjalan mendekat.
"Stop! Kalian benar-benar menjijikan, dan kamu, Mega?"
Elea benar-benar merasa menjadi wanita yang begitu bodoh saat melihat sosok teman baiknya yang ternyata menjadi teman mendesah kekasihnya itu. Elea tidak menyangka, ada manusia sekeji itu hingga tega mengkhianati dirinya seperti ini.
Mega–wanita selingkuhan Gavin itu hanya tersenyum sinis. Wanita itu memakai bajunya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ia melipat kedua tangannya diatas perut sambil berkata.
"Apa yang kamu harapkan, Elea? Apa kamu pikir di dunia ini ada seseorang yang tulus? Perlu kamu ketahui, Gavin tidak akan sudi berpacaran denganmu kalau bukan karena kepintaranmu itu," ejek Mega.
Elea mengepalkan tangannya, sakit hati itu kian merajalela. Ia mencoba menatap Gavin, tapi pria itu tiba-tiba saja bersikap acuh tak acuh.
"Apa maksud kalian?" Elea menjerit marah, merasa sangat dipermainkan disini.
"See? Aku dan Gavin saling mencintai. Kami adalah pasangan yang paling ideal untuk menjadi kekasih. Aku rasa kamu perlu sadar diri, bukankah terlalu timpang jika seorang anak pengusaha batu bara berpacaran dengan gadis miskin sepertimu?" ucap Mega semakin menghina Elea.
"Kalian mempermainkanku?"
"Tidak juga, disini kaulah yang bodoh. Sudah aku tegaskan, seorang wanita miskin hanya pantas berada di tempat rendah. Bukan seperti itu, Sayang?"
Mega tersenyum sinis lalu memeluk Gavin dengan mesra, sengaja ingin membuat Elea panas dan semakin sakit hati. Gavin pun meresponnya dengan sangat baik, pria itu mencium bibir Mega sekilas.
"Benar Sayang, aku pun sudah muak berpura-pura didepan wanita ini. Jadi Elea, mulai detik ini kita putus! Aku tidak sudi punya pacar yang hanya modal tampang saja sepertimu, pergilah wanita rendahan!"
Elea mundur satu langkah saat hatinya seperti mendapatkan pukulan gada yang luar biasa menyakitkan. Air mata itu lolos begitu saja dari matanya yang indah. Gadis yang tadi datang dengan hati berbunga-bunga itu mendadak berubah menjadi mendung wajahnya. Raut wajah marah dan kekecewaan itu tampak sangat jelas di sana.
"Akan ku ingat baik-baik hari ini. Percayalah hukum karma itu ada, akan aku buktikan aku bisa menjadi orang yang lebih dari kalian semua!" Elea berteriak keras, meluapkan kemarahan yang membabi buta kepada kedua orang yang telah menghina dirinya. Ia langsung berlari keluar menerobos dinginnya malam itu. Air matanya terus lolos membasahi pipinya yang putih. Batin gadis itu tak henti bersumpah untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik dan menjadi orang yang sukses agar bisa membeli mulut kedua berbisa kedua pengkhianat itu.
Elea tahu dirinya memang bukan orang yang berada. Tapi salahkah jika ingin memiliki cinta yang tulus dan dipandang sama seperti yang lainnya? Kenapa di dunia ini harus dibeda-bedakan antara miskin dengan kaya? Kenapa?
Elea terus berlari hingga ia berhenti disebuah jembatan. Dilihatnya air yang mengalir dengan deras. Pikiran yang kacau membuat Elea berteriak sekencang-kencangnya di sana. Meluapkan segala amarah dan rasa sakit yang menguasai hatinya.
"Arghhhhhhhh! Gavin, kau memang b******k! b******n! Aku pasti akan membalas semua perbuatanmu!" teriak Elea meluapkan segala amarah dalam hatinya.
Elea terus berteriak sampai ia lelah, kepalanya sangat pusing dan suaranya hampir habis. Hatinya terasa lebih lega tapi tidak dengan pikirannya, wanita itu berpikir keras, ingin melakukan hal yang bisa menjadikannya kaya agar bisa membalas dendam kepada para pengkhianat itu.
"Boleh aku duduk disini?"
Ditengah-tengah lamunannya, ada suara seorang wanita yang mampir di telinga Elea. Gadis itu mendongak untuk melihat siapa yang datang. Dahinya mengernyit bingung, merasa tidak kenal dengan wanita ini.
"Namaku Grace, biar aku tebak. Kau pasti baru saja diputuskan kekasihmu, dia berkhianat?" Grace tersenyum simpul, ia dengan tenang menikmati rokoknya lalu ikut mendudukkan dirinya disamping Elea.
Elea mengerutkan dahinya kian dalam, heran juga kenapa wanita ini bisa tahu apa yang dia alami. Tapi tak ada niat untuk membalas perkataan itu, toh ia tidak kenal.
"Kalau diam berarti tebakanku benar." Grace kembali menikmati rokoknya dengan tenang. "Hah, terkadang kita memang harus sedikit kejam agar orang-orang tidak semena-mena dengan kita. Aku pernah ada di posisimu, dan rasanya memang mengesalkan," ucapnya kemudian.
"Lalu, apa yang kamu lakukan?" Elea tiba-tiba menyahut, penasaran juga dengan wanita yang bernama Grace ini.
"Apa lagi? Tentu aku menjadikan diriku lebih dari mereka."
"Dengan cara?"
"Bukannya kau ingin punya uang banyak untuk membeli mulut kejam mereka?"
Elea menyipitkan matanya, ia menatap Grace dengan sangat curiga.
"Hahaha, tenang saja. Aku hanya belajar dari pengalamanku dulu. Siapa namamu?" tanya Grace.
"Elea." Elea menyahut acuh.
"Baiklah, Elea. Aku rasa kau pasti sudah punya jalan keluar dari masalahmu. Jangan terlalu banyak menangisi hal yang sudah terjadi, lupakan dan carilah kebahagiaan lain. Untuk apa menangisi hal yang tidak berguna? Bukan begitu?" ujar Grace sambil bangkit dari duduknya.
Elea semakin tidak mengerti dengan sikap Grace ini. Dilihatnya penampilan wanita itu yang sangat seksi. Wajahnya juga sangat cantik dengan ciri khasnya sendiri. Elea jadi penasaran, siapa sih Grace ini.
"Kau akan kemana?" tanya Elea penuh rasa ingin tahu.
Grace tersenyum tipis. "Orang miskin harus kerja keras, tidak ada waktu untuk bersantai Nona kecil," sahut Grace.
"Bekerja?"
"Ehem, apa kau ingin ikut?"
Elea mengerutkan dahinya lebih dalam. Otaknya mendadak tidak bisa diajak berpikir. Dilihatnya Grace lekat-lekat, hingga ia menemukan sesuatu yang entah kenapa terpikir dalam benaknya.
"Aku ikut."
Bersambung.