Dark Night
Beberapa hari yang lalu, Nadine dan Christo terlibat pertengkaran yang sangat hebat. Christo marah ketika Nadine menolak untuk di ajaknya berlibur bersama ke Jepang, dengan alasan tak enak dengan orang tuanya. Apa kata Ayah dan Ibu Nadine ketika anak gadisnya di bawa oleh laki-laki selama berhari-hari, tentu saja akan muncul perasaan was-was, takut terjadi sesuatu hal yang tak di inginkan dengan anaknya. Mengingat pergaulan anak zaman sekarang yang di anggapnya banyak yang sudah melampaui batas.
Nadine berusaha memperbaiki hubungannya dengan Christo. Sore ini ia akan datang ke rumah pribadi Christo dan meminta maaf untuk ke sekian kalinya pada kekasihnya itu.
"Kak, yang rasa tiramisu aja ya, dua!" Ucap Nadine di balik sebuah lemari etalase yang di dalamnya terdapat banyak sekali macam kue. Ya, Nadine tengah berada di toko kue. Rencananya ia akan membawa kue yang di pesannya sebagai buah tangan saat berkunjung ke rumah Christo.
Selesai membayar di meja kasir, Nadine segera meluncur ke rumah Christo dengan menaiki taksi online. Ia berharap, dengan memberikan kejutan kecil ini, hati Christo akan melunak.
Beberapa meter sebelum sampai di depan pagar rumah Christo, Nadine melihat ada sebuah mobil yang keluar melintasi gerbang, dan tidak salah lagi, itu adalah mobil milik Christo.
"Itu, Christo mau kemana ya?" Ucapnya seraya mengacungkan telunjuk ke arah depan. "Pak, ikuti mobil di depan itu ya, yang baru saja keluar!"
"Baik, Mbak!"
Sang driver segera tancap gas membuntuti kemana mobil itu berjalan. Hingga ternyata, mobil yang di kemudikan Christo masuk ke sebuah hotel berbintang.
"Hotel? Christo mau meeting di hotel?" Lirih Nadine masih bersembunyi di dalam mobil taksi yang ditumpanginya.
Nadine terus mengendap-endap membututi Christo yang sudah keluar dari mobilnya. Tanpa Christo sadari, Nadine sudah mengikutinya hingga sampai di lantai lima. Hingga ia melihat Christo berhenti di depan pintu kamar bertuliskan angka 237.
Christo memencet bel yang ada di permukaan pintu. Tak lama berselang, terlihat seorang wanita bertubuh seksi membukakan pintu untuknya. Hanya dengan berbalut lingerie berwarna merah marun, wanita itu jelas sekali berniat menunjukkan kemolekan setiap jengkal tubuhnya. Kakinya yang jenjang juga tak luput dari penglihatan Nadine dari kejauhan. Christo terlihat mengurai senyum manisnya, seraya membelai mesra rambut lurus berwarna coklat milik sang wanita. Wanita itupun terlihat menggantungkan kedua tangannya ke leher Christo, bergelayut manja bagai cacing yang sedang kepanasan.
Mata Nadine membulat, melihat kekasihnya yang selama ini ia banggakan ternyata bisa berbuat kejam seperti ini di belakangnya. Nadine mulai bereaksi, amarah kini tengah menguasai hatinya. Ia tak mampu lagi sembunyi dari pengintaian. Nadine berlari kencang, menuju dimana wanita itu berdiri.
"Dasar pelakor! Dasar cewek murahan!"
Plak! Plak! Nadine berhasil menampar pipi kanan wanita itu, lalu bergantian ke pipi kirinya. Ia lanjutkan dengan mencabik-cabik rambut wanita di depan Christo dengan kasar.
"Awaaww, awww, awww! Sakit! Lepasin! Christo tolong!" Pekik wanita itu tak mampu menghindar dari terkaman Nadine.
"Nadine! Hentikan!" Christo menarik tubuh Nadine lalu mendorongnya hingga tersungkur ke bawah. Ia justru menarik wanita berkaki jenjang itu mendekat ke dalam pelukannya.
"Kamu gak apa-apa, sayang?" Tanya Christo yang terlihat khawatir dengan wanita itu. Seraya memegangi pipi wanita itu.
"Sakit, Honey!" Jawabnya manja.
Christo beralih menatap Nadine tang masih terduduk di bawah.
Mendengar kata sayang yang Christo ucapkan pada wanita itu, Nadine benar-benar tak habis pikir.
"Siapa dia, Chris? Kamu panggil dia sayang? Kamu udah gila ya? Aku ini pacarmu lho. Kamu kenapa malah belain dia sih!" Protes Nadine dengan wajah murka.
"Gue pacarnya Christo! Lo itu yang siapa? Datang-datang main gampar pipi orang aja!" Sahut wanita tengil itu.
"Eh, lo diam ya. Gue gak butuh jawaban dari lo. Lagian lo jangan ke pe de an deh, ngaku-ngaku jadi pacar Christo. Asal lo tahu ya, pacar Christo itu gue!" Ucap Nadine seraya menepuk dadanya. "Kita udah pacaran selama empat tahun, dan sebentar lagi akan menikah! Iya kan, Chris?" Nadine menatap Christo.
Christo menatap Nadine dengan penuh amarah. "Apa-apaan kamu, Din? Memalukan!" Semprot Christo.
Lagi-lagi, Nadine tak paham dengan apa yang di ucapkan oleh Christo.
"Maksud kamu apa, Chris?"
"Eh, lo itu telmi atau emang dasarnya bodoh. Lo gak bisa apa mencerna apa yang di ucapkan Christo? Lo itu memalukan! Norak!" Cela wanita di samping Christo.
"Eh mulut lo bisa diem gak, w************n!" Pekik Nadine.
"Nadine! Jaga bicaramu! Dia kekasihku saat ini. Aku ingin kita putus!" Ucapan yang singkat namun seketika meruntuhkan jiwa Nadine.
Wajah yang semula terlihat menunjukkan kemarahannya, perlahan memudar. Nadine belum bisa mencerna apa yang disampaikan oleh Christo kepadanya.
"Christo! Kamu ngomong apa sih? Jangan gara-gara dia kamu jadi putusin aku gini dong! Bukankah kita sedang merencanakan pernikahan yang sangat indah? Bukankah kita sudah berjanji akan membangun sebuah kerajaan yang sangat indah? Kenapa semua jadi kaya gini? Kamu jangan kaya gini dong!" Nadine bangkit, mendekat ke depan Christo. "Kita pulang ya! Kamu jelasin nanti semuanya di rumah. Aku gak akan marah kok!" Ucap Nadine yang mulai menurunkan emosinya.
"Din, Please, tinggalin aku di sini. Kamu pulanglah!"
"Aku tahu, Chris, beberapa hari ini hubungan kita memang sedang tidak baik. Tapi jangan pikir untuk mengakhiri semuanya. Kamu tahu Chris, aku sayang banget sama kamu. Aku gak bisa kalau harus hidup tanpa kamu!"
"Aku nggak bisa, Din!" Tegas Christo. "Clara, kamu masuk dulu ya. Aku harus bicara sebentar dengan wanita ini." Titah Christo pada wanita itu, yang ternyata bernama Clara.
"Baik sayang! Tapi jangan lama-lama ya! Aku sudah kangen banget sama kamu!" Sahut Clara dengan nada yang menggelitik telinga Nadine.
"Pfff! Sok manja!" Lirih Nadine, seraya bangkit dari duduknya.
"Iya sayang. Ada sedikit hal yang masih harus aku selesaikan dengan orang ini."
Clarapun masuk ke dalam kamar, dengan sedikit melemparkan tatapan sinis pada Nadine.
"Clara! Jadi nama pelakor itu Clara!" Cicit Nadine dengan sorot mata kebencian.
"Bukan urusanmu, siapa namanya!" Sela Christo. "Aku tidak suka kamu menjelek-jelekkan Clara, terlebih di hadapanku!"
"Astaga Chris! Sampai segitunya kamu belain wanita itu! Memang benar ya apa kata orang, setiap pasangan yang ingin melangsungkan pernikahannya, pasti ada saja cobaan yang menghampirinya. Dan saat ini terjadi juga pada hubungan kita. Ini adalah cobaan untuk kita, Chris. Masak kita menyerah gitu aja! Kita pasti bisa melewati ini semua Chris, percayalah!"
"Cukup, Din! Percuma kamu memohon sampai seperti apa, aku akan tetap mundur dan membatalkan rencana pernikahan kita."
Nadine bergeming. Ia menatap Christo dengan penuh harap. Ia masih berkeyakinan kalau Christo akan tetap kembali kepadanya. Netranya kini mulai mengembun. Sekali ia ketipkan saja, cairan itu akan dengan mudah tumpah membasahi pipinya.
Tangan Nadine bergerak, ingin meraih tangan Christo, namun sebelum sampai, lebih dulu Christo menarik tangannya ke belakang. " Sudah lah, Nadine! Aku nggak bisa nerusin ini semua. Aku lelah menghadapi sikap manjamu! Kekanak-kanakanmu membuatku stress! Aku butuh wanita yang mengerti apa mauku. Memberikan apa yang aku minta. Kamu pulanglah!" Christo membalikkan badannya, melangkahkan kaki melewati pintu kamar 213.
"Jadi hanya karena ini kamu sampai berpaling dariku? Hanya karena aku tak pernah memberikan apa maumu, kamu lebih memilih mencarinya pada wanita lain? Iya Chris?"
Christo berhenti. "Iya! Aku bosan menjalani hubungan yang begitu-begitu saja!" Jawabnya memunggungi Nadine.
"Kenapa Chris? Kenapa kamu gak bisa bersabar sedikit saja. Kita akan menikah, nanti kita juga akan melakukan itu semua. Kamu bebas melakukan apa saja terhadapku, tinggal menunggu ikatan yang sah menurut agama dan negara, apa susahnya?"
Kali ini Christo membalikkan tubuhnya, menatap datar mata Nadine yang terlihat berkaca-kaca.
"Aku ingin melakukannya sekarang! Bukan nanti, lusa, atau setelah kita menikah! Tapi sekarang Nadine. Dan kamu tidak bisa memenuhi permintaanku. Jadi untuk apa semua ini di pertahankan? Buang-buang waktu!"
"Chris, aku mohon, kembalilah. Bukannya kemarin kamu baru saja berjanji, akan datang menemui orang tuaku dan meminta izin untuk merencanakan hari kebahagiaan kita? Apa kamu lupa? Chriss!" Nadine terus mengiba.
"Cukup Nadine! Sekarang pergilah! Aku tak punya banyak waktu untuk berdebat masalah seperti ini. Kasihan Clara sudah menungguku di dalam!" Christo tetap bersikeras mengusir Nadine. "Satu lagi, mulai hari ini, kita sudah tidak ada hubungan lagi. Kita resmi putus!" Christo melanjutkan langkahnya memasuki kamar.
"Chris! Christo!"
Brukk! Pintu di tutupnya.
"Chris, buka pintunya Chris. Aku mohon kembalilah, ayo kita pulang Chris. Ayo kita bicara baik-baik. Kita pasti bisa menyelesaikan ini semua. Christoo!"
Nadine masih berdiri di depan pintu, ia masih berharap Christo akan mendengarkan panggilannya.
Beberapa menit berlalu, Christo tak jua mau keluar menemuinya.
"Baiklah, Chris! Aku akan pulang, tapi aku akan tetap berusaha untuk tetap mempertahankan hubungan ini. Aku yakin, saat ini kamu sedang khilaf."
Nadine berjalan menjauh dari pintu. Ia menyusuri lobi hotel, dan berhenti di depan sebuah lift. Dengan mata yang masih sembab dan suara sesenggukan, dia terus memanggil nama kekasihnya itu.
"Christo, hiks hiks hiks! Christoooo! "
Ting! Pintu lift terbuka.
Muncullah sesosok laki-laki berpenampilan berantakan. Dengan rambut yang sudah acak-acakan. Ia menatap Nadine dengan tatapan anehnya.
Sekilas Nadine memperhatikan laki-laki itu. Kemudian melangkahkan kakinya memasuki lift. Tiba-tiba terasa ada yang mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat.
Nadine terkejut! Menatap laki-laki aneh itu. "Heh, kamu! Apa-apaan! Lepasin tangan gue!" Seru Nadine panik.
Laki-laki itu tetap saja diam, pandangan ia luruskan ke depan, lalu menarik lengan Nadine dengan kasar.
"Awww sakit!" Pekik Nadine dengan langkah terseok. "Eh, mau di bawa kemana gue? Eh gak bisa! Lo siapa? Awas ya jangan macam-macam sama gue! Gue teriak nih!" Oceh Nadine seraya berusaha melepaskan tangan kanannya.
Namun laki-laki itu sepertinya sama sekali tak memperdulikan ocehan Nadine. Dia terus saja berjalan.
"TOLONG! TOLONG! GUE MAU DI CULIK!" Nadine mulai berteriak.
Namun sepertinya teriakannya sia-sia. Tak ada seorangpun yang datang menolongnya. Nadine di bawa hingga memasuki sebuah kamar.
Brukk!
Tubuhnya tiba-tiba sudah terjatuh ke atas ranjang, dan laki-laki itu sudah berada di atas Nadine. Mengunci tubuhnya hingga Nadine sama sekali tak bisa bergerak. Laki-laki dengan tatapan penuh amarah.
"Astaga! Mau apa lo? Eh jangan macam-macam ya! Gue laporin ke polisi lo baru tahu rasa!" Lagi-lagi ocehan Nadine tak di hiraukan laki-laki itu. Laki-laki sama sekali tak menyurutkan niatnya, justru ia makin makin menunjukkan keganasannya.
Nadine semakin panik, namun dia tidak bisa melakukan apa-apa. Kakinya terkunci, tangannya di cengkram erat.
"Se-le-na! Gue cinta sama lo. Apapun yang lo mau, selalu gue berikan. Tapi apa balasan lo? Lo pergi ninggalin gue gitu aja!" Ucap laki-laki itu terbata.
"Selena? Siapa Selena? Gue bukan Selena! Gue Nadine. Lo salah orang! Tolong lepasin gue, gue mohon! Hiks hiks!"
"Jangan! Jangan! Tolong jangan lakuin itu ke gue. Please! Teriak Nadine. Ia masih terus berusaha mencegah laki-laki gila itu supaya berhenti.
Namun sayang, usahanya hanyalah sia-sia. Laki-laki itu sama sekali tak menggubris ocehan Nadine. Yang ada di matanya sekarang, gadis itu adalah Selena. Nama yang selalu ia sebut-sebut sedari tadi.
“Gue masih perawan! Gue pengen ngasih ini semua buat suami gue nanti. Bukan buat lo, b******k!” Nadine kembali marancu.
Laki-laki itu tiba-tiba menghentikan gerakannya, menatap dalam ke arah netra Nadine. “Hey, sayang! Tidak kah semenit saja lo bisa diam! Ocehan lo itu sungguh membuat telingaku panas! Berisik!”
“Sudah ku bilang, aku bukan Selena. Aku ini Nadine. Lo salah orang! Lepasin gue!”
Laki-laki itu masih saja diam, sementara Nadine berharap usahanya kali ini akan berhasil.
Senyuman mengerikan kembali terurai di sudut bibir laki-laki itu.