Pemantapan Hati

2318 Words
“Lu nape senyum sendiri dah?” tanya Gading ketika melihat sahabatnya terus saja tersenyum sepanjang diskusi mereka. ah iya, meskipun Erik itu pembalap, dia tetap mempedulikan saham diluar sana. kadang dia membicarakannya dengan para sahabatnya. Itu cara Erik untuk tetap kaya walaupun diam saja. “Rik! Lu denger gue gak?! Budeg ya lu?” “Kayaknya dia lagi pusing gak bisa move on dari si Arum. Kemaren kan mereka abis ketemu, mana si Arum sekarang udah hamil lagi. jadi dia gila kayak gini,” ucap Sanding yang sedang membuat kopi. “Jadwal balapan seminggu lagi ‘kan? ini anak bakalan stress kalau gak dikeluarin emosinya.” “Rik, lu mau balapan? Nanti gue siapin sirkuit temen gue deh. Lu bisa kebut-kebutan disana.” “Nah, ide bagus tuh. Lu jangan kebut-kebutan di jalan kalau sekarang. Nanti nama lu jadi jelek.” Goivano menambahkan. “Rik? Anjir asli diamah udah kena LCDnya gara-gara ketemu mantan kemaren ya? Udah sih, Rik. Lu harus Move on dong. Mantan lu udah nikah dan impossible balik lagi sama lu.” Sayangnya Erik tidak mendengarkan dan tetap menatap langit-langit apartemen sambil tersenyum. Giovano sampai mengangkat tangan. “Gue emang dokter, tapi masalah kejiwaan, gue angkat tangan.” “Woy, Gio! Lu mau kemana? Obatin dulu saraf si Erik! Dia udah stress.” “Gue ada jadwal sekarang, mau balik rumah sakit dulu. meskipun pewaris, harus tetap merakyat gue. Gak mau makan gaji buta.” “Gio bangsattt! Ini si Erik benerin dulu. dia senyum kagak luntur-luntur!” “Berisik! Sana lu kalau mau pulang!” teriak Erik kesal. “Nah, udah sadar dia. Lagian gue bukan mau pulang, Rik, gue mau ke rumah sakit, bagian jaga.” “Serahlah, berisik lu pada!” Erik berdiri dari tidurnya dan melangkah menuju dapur, mengambil soda dan duduk di meja sambil menatap kosong dan senyuman kembali terbit di wajahnya. Erik membayangkan kalau nantinya dia akan hidup bersama dengan Maudy pasti akan terasa menyenangkan. Maudy itu orangnya dewasa padahal hanya berbeda dua tahun dengan Erik. Berbeda paga gadis pada umumnya, dia bahkan tidak mau memanfaatkan kesempatan untuk menggodanya. Terlebih lagi malam dimana Erik meniduri Maudy itu rasanya menakjubkan, Erik suka pada wanita itu. dia telah jatuh cinta setelah sekian lama terkurung dalam bayang-bayang mantan. Erik move On! Dia menyukai wanita lain dengan hati dan pikiran yang sinkron. Tidak biasanya Erik menginginkan wanita sebesar ini setelah patah hatinya. “Yakin inimah cinta sih.” Erik meyakinkan dirinya sendiri. “Rik, lu bikin kita takut. Daritadi gak nyahut waktu diajak ngomong, ditambah lagi lu senyum sendiri mulu.” Gading sampai bergidik ngeri. “Gini aja deh, gue jamin sirkuit nanti malem bisa lu pake. Asal lu jangan senyum-senyum sendiri. lu bisa luapin emosi lu disana nanti.” “Gue bukan lagi galau, Anjir. Tapi gue lagi bahagia. Udah lama gue gak rasain debaran ini. gue suka banget.” “Debaran gimana?” “Inget gak waktu malam itu lu bookingin cewek buat gue? Tapi yang dateng bukan dia, nah yang dateng cewek ini.” Sanding mengangguk. “Yang lu cari ‘kan? udah ketemu?” “Udah dong.” Gading sampai bergidik. “Ini anak kayaknya udah beneran tertekan deh. Masa iya jatuh cinta sama yang kagak dikenal,” gumamnya pada Sanding. “Dan lu pada tau gak? Hehehe, sebenernya gue pengen pendem rahasia ini sih. tapi karena lambat laun kalian tahu, jadi gue infoin sekarang kalau cewek yang gue cari itu sekarang jadi manager gue.” “Hah?! Gimana?!” “Dia mau kesini, mau jemput gue pemotretan di perusahaan gue sendiri. so, awas aja kalau kalian ngomong yang aneh-aneh. Gue gak akan traktir kalian lagi.” “Anjirlah, lu malah bikin kita penasaran. Cantik gak orangnya?” “Iya nih, segila apa sampe buat lu gak bisa lupa? Lebih cantik dari Arum ‘kah?” Erik berdecak. “Gak usah bawa-bawa mantan. Nih gue juju raja kalau yang ini lebih menarik. Cantik itu relative ya, tapi dia luar biasa. Ada satu sifat cewek yang Cuma ada di dia aja. yang lainnya gak punya.” “Ceritain dong tentang dia, Rik. Ikut penasaran nih kita.” “Dia lebih tua dua tahun dari gue. Dan dia punya sifat yang menarik.” “Sifat ap──” pertanyaan Sanding terhentikan ketika pintu tiba-tiba terbuka. “Jangan ngomong yang aneh-aneh,” gumam Erik menatap tajam kedua temannya. “Eh sorry, gue gak tahu kalau lagi ada tamu.” “Bukan tamu, Mbak. Mereka temen-temen gue.” “Oh, hai kenalin. Gue Maudy, yang gantiin Mbak Detya dan bakalan jadi manager Erik buat kedepannya.” Gading menyalami Maudy. “Oh iya, Mbak, salam kenal juga. Gue Gading, temennya Erik.” Gading memberikan pesona terbaiknya karena wanita ini memang sangat cantik. Tapi bukannya terpesona, Maudy malah menarik lengannya dengan buru-buru dan menatap heran. Dia menyalami Sanding juga sebelum bergegas menjauh. “Rik, cepetan. Gue udah diminta buat kirim foto nanti malem nih. Lu harus pemotretan. Cepetan ya, gue tunggu dibawah.” “Gak mau disini aja, Mbak? Nungguin sambil makan camilan dulu gitu?” “G.” Maudy menjawab singkat. Sepeninggalan sang wanita, Erik menatap dua sahabatnya. “Susah amat, umpannya kagak dia makan, padahal daging premium loh,” ucap Gading menepuk perut kotak-kotaknya. “Lu liat ‘kan? dia penuh pesona.” “Jangan seneng dulu. dari penerawangan gue, kayaknya type dia itu bukan lu deh, Rik.” “Liat aja, gue bakalan jadi type idealnya dia.” Erik berucap dengan sungguh-sungguh. **** Maudy sudah mengetahui ranah kerjanya setelah semalaman mendengarkan voice note dari Detya. Banyak sekali kontak yang sekarang tersimpan diponselnya, salah satunya adalah sopir pribadi yang selalu digunakan Erik ketika berada di tanah kelahirannya. “Udah lama, Mbak? Nunggunya?” Maudy berdecak saat Erik baru tiba. “Cepetan kita ke pemotretan. Orang di kantor udah pada stand by nungguin lu. Mana harus make up-an lagi.” “Gak papa, santai aja.” “Santai pala lu, kita ditunggu loh.” Erik kaget dengan kalimat sinis itu, padahal dia sudah mengatakan kalimat yang manis. Maudy menyadari itu, dia langsung bedehem. “Sorry, gue kalau lagi kesel suka refleks itu.” “Gak papa, gue suka kok kalau lu terbuka, mana kalau kesel keliatan imut lagi.” Bukannya memalu, Maudy malah ingin muntah mendengarnya. “Lu duduk dibelakang.” “Mbak gak mau sama gue aja? dibelakang gitu?” Maudy tidak menjawab dan memilih bicara dengan sang supir dalam perjalanan. Erik menghela napas, dia pasrah saja kalau sekarang tidak bisa mendekati Maudy dengan langkah cepat. Lagipula, Erik masih bimbang apakah ini cinta atau sekedar suka, atau bahkan kekaguman saja? namun Erik yakin kalau ini cinta, meskipun tetap abu-abu rasanya. Sampai di gedung perusahaan, Erik dan Maudy langsung naik ke kantor milik staff yang bekerja untuk Erik. Maudy yang menjadi tangan kanan Erik, jadi dia sudah mengatur semuanya dan meminta mereka stand by dilokasi. “Mbak, jangan jauh-jauhan. Nanti gue sama lu dikira gak akur. Karena kita ini baru, makannya harus deket biar captain sinergi yang baik, biar mereka juga liatnya adek gitu.” “Bukan gak akur, tapi professional. Orang mana ada dempetan kayak barusan sedangkan lift kosong,” ucap Maudy memilih menjauh. Erik berdehem. “Keinget waktu lu pukul gue disini, Mbak. Beuh! Dapet banget sakitnya. Apa jangan-jangan lu mantan cewek smackdown ya?” Maudy terkekeh mendengarnya, dia bergeser sedikit pada Erik. “Biar keliatan akur dan akrab ya?” “Nah gitu dong.” Saat pintu lift terbuka, menampilkan para pegawai yang sudah tampak siap dengan kedatangan mereka. maudy sebisa mungkin menjauh dari Erik supaya tidak menimbulkan kecurigaan bahwa mereka berdua bahkan pernah tidur bersama. Jadi Maudy memilih mengarahkan staff disaat Erik sedang dipermak oleh bagian make-up. Maudy bicara dengan sang photographer, dimana Maudy menyampaikan apa yang diinginkan Brand Handsanitizer ini. “Erik lagi males buat pemotretan sama Brand ini langsung, jadi dia milih pemotretan disini. Supaya cepet beres, ikutin aja instruksi yang mereka mau.” “Iya, Mbak Maudy. saya bakalan kasih yang terbaik kok,” ucap photographer tersebut. “Tapi jangan salahkan saya kalau Pak Erik yang berulah.” “Berulah gimana? Dia suka nyebelin atau gimana?” Photographer itu langsung bungkam ketika Erik datang. “Cepetan jelasin dia harus gimana. Biar cepet selesai,” ucap Maudy. Sesuai keinginan sang Brand, sang photographer memberitahu pose apa yang harus Erik lakukan. Dan diruangan pemotretan itu ada banyak staff yang bersiap jika Erik membutuhkan sesuatu. Namun nyatanya, Erik bekerja dengan baik kali ini. hanya membutuhkan waktu 1 jam dan semuanya selesai. “Udah kan? beneran kayak gitu?” “Iya, Pak Erik. Mantap lah ini pokoknya.” Erik tersenyum. “Kalau gitu, saya mau ganti baju. Ini udah selesai soalnya,” ucap Erik dengan sopan dan menimbulkan tanda tanya besar bagi para bawahannya. “Nanti langsung kirim ke bagian management hasilnya ya. tapi kamu shortir dulu deh.” “Baik, Mbak.” “Tumben banget ya Pak Erik sebentar? Biasanya dia cewek ngidam yang selalu minta aneh-aneh.” Bisikan itu membuat Maudy mendekat. “Maksudnya dia kayak gimana?” “Eh, enggak, Mbak, gak apa-apa kok.” mereka langsung kabur dan kembali ke meja kerja. Selepas berganti pakaian, Erik mengajak Maudy pulang. namun wanita itu menolak. “Ada yang harus gue lakuin disini, mau cek keadaan kantor. Lu duluan aja, Pak Semar udah dibawah kok.” Mana mau Erik sendiri, dia merencanakan hal lain bersama Maudy: yaitu memastikan kalau hatinya memang jatuh cinta. “Yaudah gue disini juga deh. Pengen lihat cara kerja tempat ini kayak gimana. Mau ngecek juga kerjaannya.” Semua orang yang bekerja pada Erik itu langsung memasang wajah tegang. Boss besar yang selalu rewel itu akan memeriksa hasil pekerjaan mereka disaat biasanya sang manager yang memastikan. “Gak mau pulang aja?” tanya Maudy. “Lu udah beres loh, biar istirahat. Kan nanti ada balapan. Harus jaga stamina. Ada jadwal buat ke gym juga kan?” “Nanti ajalah, Mbak, mau lihat kerjaan mereka dulu.” mulai melangkah ke bagian keuangan dan bertanya. “Mana lihat hasil setahun terakhir.” “Ini, Pak.” “Kenapa jumlahnya segini gede? Tapi kenapa yang masuk ke saya Cuma dikit?” “Kann… kan dipotong, Pak. Sama gaji karyawan dan kebutuhan bapak lainnya. Yang masuk ke Bapak itu udah bersih.” “Oh… ooke….” Melangkah ke bagian yang lain. “Bagian make up kalau lagi gak ada kerjaan ngapain? Dandan?” “Enggak, Pak, saya juga cari referensi untuk gaya terbaru. Kan saya stylish bapak yang suka atur bapak cocoknya pake baju apa ke tempat apa gitu. Jadi saya siapin hal ini buat sebulan kedepan.” “Okey, kalau photographer Cuma diem?” “Saya edit juga, Pak. Banyak hal yang harus saya kerjakan disini,” jawabnya dengan wajah tegang. Maudy menghela napasnya dalam. “Rik, udah ayok pulang.” Paham kalau anak ini sedang bertingkah. “Oh yaudah ayok.” Erik sih tersenyum senang. Dia benar-benar butuh kepastian hatinya sendiri. *** Kembali lagi ke apartemen Erik, Maudy malah tertahan disana. Katanya Erik minta diantar ke gym. “Rik, itu ‘kan jadwal pribadi lu. Gue gak harus ikutlah, mau ngapain juga? Kan gue masih banyak kerjaan, Erik.” “Lah kan biar Mbak tau dimana lokasinya.” “Buat apa? Itu urusan lu lah.” “Kalau gue disana ada fansnya gimana? Terus gue bikin ulah, gimana?” “Lu udah biasa kemana-mana sendiri kalau jadwal pribadi kan? ya itu terserah lu. Yang penting jangan bikin ulah ya,” ucap Maudy memohon, dia tahu beberapa ulah yang dilakukan oleh Erik dimasa lalu. Erik tidak mau berhenti menahan Maudy. “Mbak, ikut ngeGym ajalah. Nanti gue yang bayarin. Gimana?” “Sorry, gak tertarik,” ucapnya yang sekarang sedang bertukar pesan dengan sang anak. Erik memicingkan mata, siapa yang berani membuat Maudy sibuk? Apakah calon gebetannya? “Mbak, mau jajan ice cream gak? Sekalian gue anterin pulang yuk, sekalian gue ngeGym juga. Kita makan ice cream dulu.” “Gausah lah. Lagian lu ngeGym digedung ini, masa mau anterin gue pulang. gue duluan ya.” “Gue wajib tahu tempat lu tinggal, Mbak, harus survey langsung. Meskipun lu itu kepercayaannya Mbak Detya, gue masing diambang kalau sama lu.” Maudy menghela napas dalam, yasudahlah hitung-hitung hemat taksi sekalian dia membicarakan perihal pekerjaan dengan Erik. Karena Maudy berniat menyewakan bodyguard untuk sang pembalap yang saat ini memiliki banyak penggemar. Dalam perjalanan, Maudy belum sempat membahasnya karena sibuk bertukar pesan dengan sang anak. Erik merasa diabaikan. Padahal dia sudah memakai kaos hitam ketat dengan celana panjang dan mobil paling mahal. Kenapa Maudy tidak terlihat kagum? “Sibuk ya, Mbak?” “hehehe, iya, jadi manager jadi sibuk juga harus periksa banyak hal. Apalagi lu punya staff sendiri.” “Maaf ya bikin lu capek.” “Emang kewajiban gue,” ucapnya dengan santai tanpa ada rasa baper sama sekali. “Eh, berhenti didepan dong, di pom itu, gue mau buang air kecil gak tahan.” Erik menurut saja dan menunggu Maudy didalam mobil. Bahkan wanita itu tidak tampak malu-malu dan manjaaga image selayaknya yang dilakukan oleh wanita lain yang mengejar cinta Erik. “Dia buang air kecil atau buang air terjun sih? lama amat dah. Sama sampah usus juga ‘kah?” gumamnya kesal dan memilih keluar mobil. “Kagak mungkin dia kabur kan?” Namun, Erik malah mendapati Maudy yang sedang membantu anak kecil membereskan kardus bekasnya. Ya Tuhan, anak kecil itu sepertinya pemulung, tapi dia mendapatkan tatapan penuh kasih sayang dari Maudy. “Sakit hati gue. Masa iya harus tampang pemulung dulu baru dapet tatapan cinta dari dia.” Jantungnya yang berdetak kencang membuat Erik yakin. “Ini cinta,” ucapnya. Pandangan harunya terganggu oleh seseorang yang menarik-narik ujung bajunya. “Mas? mas?” “Maaf, saya gak mau difoto bareng, tanda tangan saja ya,” ucaap Erik tetap memandangi Maudy. “Mas, saya mau nawarin pecel, bukan minta tanda tangan. Emangnya sampean siapa?” Erik menoleh dan mendapati ibu-ibu bergigi hitam. “Pecel, Mas?” tawarnya lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD