Ketika Gianna sudah tidur lelap di kamar yang dulu merupakan kamar masa kecil Dylan, Dylan justru masih duduk terdiam di ruang keluarga bersama minumannya. Tadi, Dylan sudah mencoba untuk tidur, tapi gagal karena ia masih teringat akan pertemuannya dengan Anna.
Melihat Anna bahagia bersama Mike membuat Dylan berpikir kalau ia harus benar-benar melepaskan Anna dan tidak membiarkan harapan bodohnya terus hidup, kalau Anna akan kembali padanya suatu saat nanti. Kenangan selama delapan tahun bersama Anna memang tidak mudah untuk dilupakan, tapi Dylan juga tidak ingin terus hidup dalam kenangan itu. Ketika Anna bisa melepaskan delapan tahunnya dengan mudah, Dylan berpikir bukankah dirinya juga harus melakukan hal yang sama?
Satu teguk minuman masuk ke tenggorokan Dylan dan ia mulai menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. Dylan menghela napas, kemudian mulai memejamkan matanya. Sampai akhirnya, Dylan merasakan ada sepasang tangan di lehernya dan setelahnya ada ciuman hangat mendarat di pipinya. Mata Dylan kembali terbuka dan melihat kalau Gianna memeluknya dari belakang.
"Kenapa kau bangun?" tanya Dylan.
"Karena kau tidak ada di sebelahku," jawab Gianna.
"Duduklah." Dylan menepuk tempat duduk di sebelahnya.
Gianna duduk di sana dan lagi-lagi memeluk erat Dylan. Gianna menyandarkan kepalanya di bahu Dylan, lalu dibalas dengan ciuman kening yang manis oleh Dylan. "Kenapa kau belun tidur dan malah minum?" Gianna kemudian bertanya dengan pandangan yang telah mengarah pada Dylan.
"Aku hanya belum mengantuk." Dylan ingin mengambil minuman lagi, tapi Gianna menahan tangannya dan menggenggamnya dengan erat. Tidak hanya satu tangan, tapi Gianna menggenggam kedua tangannya. Gianna juga kembali menyandarkan kepalanya.
"Sudah cukup! Kau bisa bercerita padaku jika ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu. Aku akan mendengarkannya."
Dylan menoleh pada Gianna, kemudian tersenyum tipis karena tersentuh oleh kepekaannya. Tidak hanya itu, tapi cara Gianna menepuk-nepuk tangannya juga menggemaskan. Namun, Dylan merasa tidak benar jika mengungkit tentang Anna di depan Gianna. Pembahasan itu terkesan sangat tidak pantas.
"Sebelumnya, aku pernah menghadiri pernikahan salah satu temanku. Di hari bahagianya dia berkumpul bersama semua keluarganya, terutama orang tuanya. Aku merasa sedih karena tidak bisa mendapatkan kesempatan seperti itu." Dylan mengatakan hal yang lain, tapi bukan berarti kebohongam. Apa yang Dylan ceritakan memang kesedihan terdalam yang akan terus tersimpan di hatinya.
Gianna yang mendengar cerita Dylan tentu sangat memahami bagaimana perasaan Dylan. Gianna pikir, dirinya masih cukup beruntung karena masih memiliki nenek dan bibi yang hadir di hari bahagianya. Sementara Dylan benar-benar sendirian dan itu pasti sakit sekali rasanya.
"Kehadiran Nenek membuatku merasa lebih baik. Kasih sayang Nenek tidak berbeda dengan kasih sayang diberikan padamu. Aku bahagia bisa merasakan kebahagiaan lagi," ucap Dylan lagi, lalu ia kembali menatap Gianna yang saat ini juga menatapnya.
"Walau orang tuamu tidak ada di sini, tapi kenangan manis dan hangat tentang mereka akan selalu bersamamu. Mereka tidak pernah pergi darimu." Gianna cukup yakin kalau Dylan memiliki kenangan yang baik dengan kedua orang tuanya, tidak seperti kenangan miliknya.
Dylan hanya menatap Gianna, kemudian tersenyum setelah mendengar ucapannya. Dylan tidak tahu pilihan ini tepat atau tidak dengan tidak menceritakan tentang keberadaan ayahnya bahkan tidak pernah membahas lebih dalam tentang keluarganya. Dylan hanya mengingat bagaimana hubungan ini tercipta dan sepertinya tidak begitu penting bagi Gianna untuk tahu tentang semua kisah keluarganya.
***
Pagi harinya, begitu bangun, Dylan mencium aroma masakan yang tidak asing untuknya. Aroma masakan Gianna, itulah yang ada di benak Dylan saat ini. Dylan menoleh ke samping dan melihat Gianna tidak ada di sebelahnya, maka sudah jelas kalau Gianna memang memasak.
Dylan tidak tahu sejak kapan hidungnya bisa mengenali aroma khas dari masakan olahan daging yang Gianna pelajari dari neneknya. Mungkin karena itu adalah masakan khas keluarga Gianna, maka aromanya juga sangat khas dan bisa dikenali.
Dylan sangat menyukai masakan ini dan Gianna sering membuatnya setiap mereka makan bersama. Sekarang, Dylan seketika merasa lapar, maka ia langsung turun dari ranjang dan keluar dari kamar.
Di dapur, Dylan melihat Gianna yang terlihat begitu sibuk dengan masakannya. Dylan mendekat, kemudian memeluk Gianna dari belakang, tidak lupa mengucapkan selamat pagi dan mengecup pipinya.
"Aroma masakanmu tidak pernah gagal, terutama yang ini. Namun, kenapa kau yang memasak? Kau bisa memberikan resepnya pada juru masak dan minta dia yang memasak," ucap Dylan yang saat ini berdiri di sebelah Gianna agar tidak mengganggunya memasak.
"Beda orang, maka beda hasilnya bahkan jika resepnya sama. Tangan setiap orang selalu berbeda, 'kan?" balas Gianna yang masih fokus pada masakannya.
"Apa kau memberikan seluruh cintamu saat membuatnya?"
"Tentu saja!" Gianna menoleh pada Dylan dan tersenyum padanya.
"Kalau begitu, apa kau perlu bantuan?"
"Kau duduk saja. Aku hampir selesai."
"Mana bisa begitu? Aku akan menata makanannya di atas meja." Dylan mulai bergerak dengan arahan dari Gianna, sebab ia memaksa untuk membantu.
Begitulah Dylan dan Gianna memulai hari mereka. Mereka sarapan bersama sembari membicarakan akan pergi ke mana hari ini. Beberapa tempat sudah masuk dalam daftar mereka, tapi belum ada rencana pasti tentang setiap harinya. Dylan menyerahkan semuanya pada Gianna. Ke mana saja Gianna ingin pergi, maka Dylan akan setuju.
***
Hari ini, Dylan dan Gianna pergi ke sebuah tempat wisata yang memiliki akuarium besar di dalamnya. Gianna sibuk memperhatikan berbagai ikan yang ada di dalam akuarium, sedangkan perhatian Dylan lagi-lagi teralihkan pada Anna yang kembali muncul di sekitarnya bersama suaminya.
Anna dan suaminya berdiri tidak jauh dari Dylan dan Gianna sembari menunjukkan kemesraan mereka. Dylan yang berusaha keras mengalihkan perhatiannya dari Anna dan fokus pada bulan madu ini, kini menjadi kesal sendiri melihat kemesraan Anna. Dylan bertanya-tanya, kenapa harus tercipta kebetulan seperti ini? Apa takdir tidak ingin ia melangkah maju meninggalkan segala kenangan tentang Anna?
Ya, Dylan berpikir itu hanya kebetulan setelah dua kali pertemuan yang menurutnya tidak disengaja. Namun, Dylan mulai mempertanyakan lagi kebetulan ini ketika di hari berikutnya ia juga bertemu lagi dengan Anna dan suaminya ketika sedang mendatangi sebuah taman hiburan bersama Gianna. Tidak hanya itu, keesokan harinya, Dylan lagi-lagi melihat Anna yang mesra bersama suaminya ketika ia dan Gianna mengunjungi sebuah desa yang hangat dan jauh dari keramaian kota.
Apakah ada kebetulan yang berturut-turut seperti ini? Dylan menjadi kesal, cemburu, dan marah di saat yang bersamaan. Dylan merasa sedang dipermainkan oleh Anna. Dylan yang tidak tahan akhirnya mendatangi Anna dan Mike ketika ada kesempatan karena Gianna sedang pergi ke toilet.
"Apa kalian sengaja melakukan ini? Aku tahu kalian berbahagia, tapi tidak perlu memamerkannya di depanku!" Dylan terlihat sangat marah saat ini.
Mike tertawa melihat tingkah Dylan. Terlihat seperti orang yang kehilangan akal sehatnya, tapi membuatnya sangat puas melihatnya. Mike tersenyum pada Dylan, kemudian berkata, "Kau Dylan, 'kan? Kau pasti sudah gila. Semua tempat yang kami datangi bukan milikmu, maka bukankah kita bisa bertemu secara tidak sengaja? Anna milikku sekarang dan kau juga sudah menikah, 'kan? Maka mari fokus pada hidup kita masing-masing."
"Kita masih di Bumi yang sama. Jadi, bukankah pertemuan bisa saja terjadi? Kita sudah selesai. Cobalah merelakannya." Anna ikut bicara pada Dylan, kemudian pergi bersama Mike.
"Cobalah berada di posisiku, lalu katakan hal yang sama. Kalau saja aku bisa membencimu sebanyak aku mencintaimu, maka itu akan lebih baik untukku," gumam Dylan.
Di sisi lain, Gianna tadinya kembali untuk memberikan ponsel Dylan yang tertinggal di tasnya karena terus berdering setelah mendapatkan panggilan dari Henry, tapi Gianna kini menjadi terdiam karena tadi melihat dengan siapa Dylan bicara. Selama beberapa hari terakhir, Gianna perhatikan orang yang sama selalu berada di dekatnya dan Dylan, lalu Dylan pasti akan menyendiri dan terlihat sedih setelah bertemu dengan mereka.
Gianna bertanya-tanya, siapa pria dan wanita itu? Apa wanita itu adalah mantan tunangan Dylan yang datang bersama pria pilihannya? Jika ya, apa Dylan masih belum bisa merelakannya?
"Dylan," panggil Gianna sembari berjalan ke arahnya.
Dylan seketika berbalik dan tampak terkejut saat melihat Gianna, sebab rasanya terlalu cepat baginya untuk kembali dari toilet. "Kenapa kau di sini? Bukankah kau pergi toilet?" tanya Dylan.
"Ponselmu tertinggal di tasku dan terus berdering karena telepon dari Henry. Pasti soal pekerjaan." Gianna menyodorkan ponsel pada Dylan.
"Terima kasih." Dylan mengambil ponselnya, kemudian sibuk bicara dengan Henry. Sedangkan Gianna sempat memperhatikan Dylan, sebelum akhirnya pergi. Gianna tidak yakin untuk mempertanyakan siapa wanita tadi karena semuanya terlihat baik-baik saja sejauh ini.
***
Setelah jauh dari Dylan, Mike kini mengubah sikapnya. Mike yang di depan Dylan terlihat begitu hangat pada Anna, sekarang tampak tidak lebih dari seorang pria kasar. Mike mendorong Anna sampai membuatnya terbentur pintu dari mobilnya yang sedang terparkir dan membuatnya meringis kesakitan.
"Seharusnya kau katakan kalimat yang lebih menyakitkan tadi. Kenapa kau malah selunak itu padanya?" ujar Mike yang saat ini menatap Anna dengan tatapan tajamnya.
"Maaf. Aku akan berusaha lebih keras lagi. Besok, aku–"
"Tidak ada besok. Semua ini sudah cukup. Kita kembali sekarang!" Mike menyela kalimat Anna, lalu membuka pintu mobil dan mendorong Anna dengan begitu kasar agar ia masuk ke dalam mobil.