Terkadang rencana yang sudah disusun dengan matang, bisa hancur karena sebuah moment. Aku adalah gadis yang mempunyai daftar panjang berisi rencana masa depanku.
Tapi karena satu moment itu, semuanya rusak. Harusnya sekarang aku sedang di kampus, fokus dengan kuliahku, dan menjadi jurnalis sukses.
Tapi lihatlah aku. Bianca Smith. Gadis berusia 21 tahun yang hanya beberapa menit lagi, akan melepas masa lajangnya. Dan menghancurkan semua rencana masa depan yang sudah ia atur bertahun-tahun.
Ya, aku akan menikah dengan Ethan! Ethan fuckin' Gilbert
Jantungku melompat keluar ketika mendengar suara gesekan saat pintu gereja di hadapanku terbuka. Para tamu-Keluarga besar Ethan dan keluarga besarku ditambah Lucy Cordero berdiri menyambutku. Sambil mencoba mengatur napas, aku melihat Ethan Gilbert berdiri di sebelah altar dari kejahuan.
"Ready, sweety?"
Bisik ayahku di sebelah yang malah semakin membuatku gugup. Aku menggadeng kuat tangan ayahku, ketika selangkah demi selangkah kami mendekati altar. Buket bunga dalam genggamanku adalah satu-satunya pelampiasanku saat ini.
Berbagai senyum terpasang di wajah orang-orang yang telah hadir waktu itu. Termasuk senyum jahil dari wajah sahabatku, Lucy Cordero. Oh, tuhan. Aku tahu sekali isi otak gadis m***m itu!
Dari kejauhan, aku menandangi Ethan. Ada dua langkah dimana aku benar-benar tidak bernapas. Hanya melihatnya dan mengangumi dalam diam. Oh, tuhan. Apa pangeran ini yang akan menjadi suamiku sandiwaraku?
Ia mengulurkan tangannya padaku saat aku berada tepat di hadapannya. Ethan tersenyum, tapi aku tidak membalasnya. Kami berdiri berhadapan dengan kedua tanganku dalam genggaman tangannya yang hangat. Mata hijau Ethan menatapku teduh.
"Apa kau tidak menerima permintaan maafku dariku?" Bisiknya. Aku hanya mengangguk. "Kalau begitu tersenyumlah. Kau memang terlihat seksi saat sedang marah, tapi kau bisa membuat siapapun dengan mudah jatuh cinta padamu jika kau tersenyum."
Dan untuk itu, aku tersenyum.
"Ethan Reese Gilbert, disaat sedih atau gembira, bersediakah kau bersumpah menjaga pengantin perempuan ini seumur hidupmu, menyayanginya, menghibur hatinya, dan menghormatinya?"
Ethan menatapku lamat-lamat dengan mata hijaunya. Ia tersenyum pasti, "Ya, saya bersedia."
Jantungku berdebar kuat.
"Bianca Maureen Smith, disaat sedih atau gembira, bersediakah kau bersumpah akan menjaga pengantin lelaki ini seumur hidupmu, menyayanginya, menghibur hatinya, dan menghormatinya?"
Tidak seperti Ethan, butuh waktu sesaat untukku menjawab. "Ya, saya bersedia."
"Dengan ini, kalian sah menjadi sepasang suami istri dihadapan Tuhan. Kau boleh mencium pengantimu."
Ethan hari ini bukan seperti Ethan yang kukenal beberapa hari yang lalu. Tak ada senyum miring menggoda. Tidak ada sifat jahil. Ia begitu sopan. Bahkan ciumannya terasa begitu hambar. Begitu datar. Bagitu merasa bersalah.
Aku mendengar tepuk-tangan mengudara setelah ciuman singkat tidak bermakna itu. Wajah Ethan masih di hadapanku. Tersenyum tipis. Dengan bibirnya yang menggiurkan.
Fuck this!
Dan aku menciumnya. Mencium Ethan Gilbert. Di depan semua orang. Dan di hadapan tuhan. Sangat dalam. Tanganku mengalungi lehernya, menekan tekut Ethan. Butuh sedikit waktu sampai bibir Ethan bergerak menciumku. Lengannya yang melingkar di pinggangku, memelukku sangat erat.
Ethan menciumku perlahan, tapi rasanya begitu memabukkanku. Aku tidak bisa berhenti menyecap setiap senti bibirnya. Seakan aku mati jika tidak melakukan ini.
Ciumannya mulai berubah kasar. Dia melumat bibiku dengan buas. Tangannya bermain-main di pinggangku. Menekan organ seksnya pada milikku. Mengirim gelenjar aneh yang menjalar ketubuhku.
Kami masih mencumbu satu sama lain saat aku mendengar deheman yang sedikit berlebihan. Aku yang pertama sadar, dan secepat mungkin menjauhkan diri dari Ethan.
Menoleh pada kursi tamu, aku menemukan wajah keluargaku dengan macam-macam ekspresi. Aku bahkan sempat melihat ibu dan ayahku yang megangga lebar-lebar. Ethan membawaku ke dalam pelukannya. Samar-samar beberapa orang masih memberi sorakan dan tepuk tangan.
"Apa itu tadi artinya aku dimaafkan?" Ethan berbisik tepat di telingaku. Aku tertawa, lalu melesakkan kepalaku ke dalam pelukannya lebih dalam lagi. Dalam diam, aku merasakan Ethan mencium pucuk kepalaku. Sedikit terlalu lama. Dan, itu benar-benar membuat hatiku bergetar hebat.
•••
Diluar gereja, Ethan sedang bersama keluarganya dan aku sedang bersama keluargaku. Aku sempat melirik Ethan, menemukan pria itu sedang memandangiku.
"Ibu sangat bangga padamu, sayang." Ibu memelukku begitu erat. Mengelus rambutku yang hari ini ku sanggul rapi. Aku mengangguk dalam pelukkannya. Memeluknya tak kalah erat.
"Ibu hanya berharap, Ethan dapat membahagiakanmu, honey."
Melepaskan pelukan Ibu, kini giliran ayah yang merengkuhku kepelukannya. Aku memeluk ayah begitu erat. Kini mataku mulai memburam.
"Bilang saja jika dia menyusahkanmu, Nak." Aku mengangguk. "Aku sendiri yang akan datang menghabisinya." Lalu aku tertawa
"Kau gadis yang hebat. Kau putriku, dan aku sangat mencintaimu."
"Aku juga menyayangimu, Daddy."
Melepaskan pelukan ayah, aku kini memeluk memeluk sabahatku yang dari tadi memperhatikanku sambil tersenyum geli.
"Ini dia gadisku yang nakal." Aku tertawa dan menangis. Aku memeluk Lucy begitu erat. "Aku tidak tau kau sebuas itu, Nona."
"Aku hanya terbawa suasana!"
"Kau lebih agresif dari Ethan, B."
"Berhentilah meledekku, Luce!"
Kami berdua tertawa begitu lepas ketika aku keluar dari pelukannya. Aku mengapus air mataku yang terus menerus menetes. Ini hanya pernikahan sandiwaraku, kenapa aku harus menangis?
Ethan dan keluarganya mengahampiri kami. Aku cepat-cepat menghapus sisa-sisa air mataku dan memasang senyum. Tau-tau Ethan langsung memelukku, begitu erat. Di depan Lucy, dan orangtua kami. Di depan semua orang.
"Ethan..."
"Aku akhirnya punya panggilan kesayang untukmu." Bisiknya di atas kepalaku, "Angel."
Ethan melepaskan pelukan kami, "Ketika kau berjalan memasuki gereja bersama ayahmu tadi, kukira aku akan menikahi seorang malaikat." Lalu ia tersenyum jahil sambil mengedipkan matanya. Aku mendorongnya sambil menahan tawa.
Kemudian, Ibu Ethan menghampiriku. "Aku sangat berharap kalian bisa hidup bersama selamanya," lalu dia mengecup dahiku.
Aku sangat-sangat ragu dengan kata selamanya.
Lalu ayah Ethan, "Mungkin dia akan menyusahkanmu. Ethan itu sangat parah dan tidak punya otak. Jadi kuharap kau bisa bersabar dengan brandalan sepertinya, sweetheart."
Kami semua yang mendengar itu tertawa, kecuali Ethan. Dapat kulihat wajahnya mengkerut dan dia mengerutu marah.
"Father! Kau tidak perlu melakukan itu!"
"Diamlah!" Ujar Mr. Gilbert pada anaknya, kemudian kembali menoleh padaku. "Ada sebuah apartemen untuk kalian berdua. Kuharap hadiah kecil dariku akan menjadi saksi hubungan kalian."
Astaga.
"Terima kasih, David."
Kini seorang gadis cantik yang kutahu adalah kakak Ethan berhenti dihadapanku. Namanya Gemma. Kakaknya langsung melompat kepelukanku. Dari yang kutahu dari Ethan, Gemma suka berkeliling dunia. Itulah sebabnya kami baru bertemu sekarang.
"Ya, tuhan... kau sangat cantik. Tidak heran si bodoh itu tergila-gila padamu." Katanya berteriak. Lalu tiba-tiba dia berbisik, "Kau sudah mengambil hatinya, sweety. Jagalah itu."
Untuk sedetik, jantungku berhenti memompa.
Kemudiam, satu lagi moment yang mengharukan. Ketika melihat Ethan berpamitan pada keluargaku. Jika ini bukan pernikahan berdasarkan perjodohan, aku sudah mengira Ethan adalah lelaki paling bahagia di muka bumi hari ini. Dari tadi aku melihatnya terus tersenyum manis.
Sejenak aku lupa bahwa semua ini hanya sandiwara saja.