CVC 10. Narsis°

1244 Words
Ibarat sebuah perhentian di alam baka. Kau hendak menuju surga, ada iblis menawarimu madu dan racun. Dua- duanya tetap menjerumuskanmu ke neraka. Cassandra berusaha berpegang teguh pada pendiriannya, yaitu ia harus balas dendam pada Aaron dan mengambil uangnya secara profesional karena itu, Aaron tidak boleh tahu dia adalah Cassandra Elliana mantan pegawai Novantis atau semuanya akan gagal total. Aaron adalah penakluk wanita yang akan menghancurkan hidup dan kariernya karena itu ia tidak akan kalah dari hasutan nafsunya. Pria itu dengan santai menikmati ketelanjangannya. Senyum penuh percaya diri yang mengesalkan. Buah- buahan dan minuman anggur di meja menjadi ornamen tambahan dari potret sekujur tubuh yang diinginkan Aaron. Layaknya lukisan model zaman- zaman kaisar Romawi dahulu. Cassandra memasang kanvas di sandaran. Menganggap Aaron adalah patung model telanjang di kelas seni, hanya saja pria itu sangat ribut dan mengganggu dengan ocehan sok perhatiannya. Cassandra memilih diam, memasang earpiece bluetooth-nya yang memainkan lagu bernuansa gelap dan dendam, membantunya berkonsentrasi pada pekerjaan. (Song: Lana Del Rey: "When The World was at war before, we just kept dancing") Boys, don't forget your toys And take all of your money If you find you're in a foreign land Boys, don't make too much noise And don't try to be funny Other people may not understand Pensil Cassandra mulai menggores. Matanya menajam melihat saksama garis tubuh Aaron lalu memproyeksikannya ke kanvas. Semua lekuk maskulin menghasut itu membuat laju aliran darahnya meningkat. Cassandra pusing kepanasan. Rasanya ia ingin membuka pakaiannya. Shake it up, throw your hands up and get loose Cut a rug, lean into the fuc.king youth Choreo, we just want the fuc.king truth (Told by the frightened) Is it the end of an era? Is it the end of America? Is it the end of an era? Is it the end of America? Bukan akhir dari apa pun kecuali akhir dari dendamnya jika diketahui wajah aslinya tidak secantik Cassandra sang artis. No, oh It's only the beginning If we hold on to hope We'll have a happy ending When the world was at war before We just kept dancing Ya, itulah yang mesti dilakukannya. Tetaplah bertahan sebagai Cassandra sampai titik darah penghabisan. Aaron mengembus napas jenuh. Cassandra sangat konsentrasi pada pekerjaannya dan tidak bisa diajak bicara, tetapi Aaron tidak kehilangan kesenangan. Ia berpose sambil menelepon wanita yang akan jadi teman kencannya malam nanti. Diliriknya Cassandra berhenti menggambar lalu mendesah kesal terganggu dengan ulahnya. Gadis itu berkacak pinggang, menatapnya lekat dan mendengkus. Aaron berujar terburu- buru pada lawan bicaranya. "Aku pergi dulu, Kitty Baby, ada yang harus kulakukan. Sampai jumpa!” Lalu ia menutup ponselnya. Ia menyengir pada Cassandra. "Ada apa? Apa ada sesuatu yang kau butuhkan?" tanyanya sambil menggerakkan otot area scrotumnya sehingga ... kalian tahu ... spons sedepa berkepala tumpul itu mencuat- cuat seperti jari telunjuk menyentil- nyentil. Ihhh, Cassandra geli hingga buku kuduknya meremang membayangkan benda itu hidup bergerak sendiri. Bulir peluh mengalir di lehernya. Namun ia terbiasa bersikap ketus pada pria narsis itu. "Bolehkah aku minta sesuatu?" tukasnya. "Tentu, Babe. Katakan saja apa yang kau inginkan. Aaron siap mengabulkannya." "Aku perlu kopi es tambah su.su dan sirup moka. Itu membantuku lebih tangkas melukis. Dan juga sekotak ro.kok low nikotin. Aku perlu menjernihkan pikiranku." "Oh? Kau mero.kok? Aku tidak tahu itu." Cassandra tersengih. "Hmm, kau tidak tahu, 'kan? Kau hanya tahu memandangi lukisanku tanpa tahu bagaimana aku membuatnya." Aaron mengambil ponselnya dan melihat jam sudah lewat tengah hari, ia baru sadar jam demi jam berlalu begitu saja. Ia mengerling pada Cassandra. "Aku akan menghubungi Gabriel dan menyuruhnya membelikan apa yang kau pinta tadi. Oh, ya sekalian apakah ada yang ingin kau makan? Ini sudah jam makan siang. Atau kau ingin makan di luar? Jika tidak suka makanan luar, kita bisa memasak bersama." "Tidak, terima kasih," tolak Cassandra. "Hanya kopi dan ro.kok. Aku tidak biasa pekerjaanku disela makan- makan. Feel-nya bisa hilang." "Ah, sayang sekali ...." Aaron bangkit dari sofa lalu berjalan sambil menelepon Gabriel. Ia menuju ruang makan sehingga Cassandra bisa melihat belakangnya yang full otot kencang, pipi p****t dan paha berkedut- kedut. Cassandra menengok ke belakangnya sendiri, mengecek apakah pantatnya bisa berkedut- kedut juga. Untuk orang yang tidak pernah olah raga, p****t kencangnya adalah timbunan lemak yang dibalut korset Kemunafikan. Ia mendesis kecewa pada diri sendiri. Kelangsingannya adalah hasil ia jarang makan semata. Karena keasyikan melukis atau membaca komik. Aaron berada di balik pantri dapurnya. Pria itu sibuk mengintruksikan Gabriel sambil membuat minuman dingin. Ternyata rak kulkasnya penuh sirup Marijan aneka warna dan rasa. "Antar semua pesanan itu ke apartemenku. Jangan pakai lama! Nanti mood Cassandra berubah." Aaron selesai menelepon. Ia membuat dua gelas minuman kehijauan, rasa yang paling populer, yaitu rasa melon dan membawanya pada Cassandra. Netra Cassandra menggelap. Minuman itu tampak sangat menggiurkan. Kepingan- kepingan es di dalamnya serta bulir air yang menjadi embun di dinding gelas, menjanjikan kesegaran tiada tara agar meredam api nafsu yang dibawa pramusaji b***l di hadapannya. "Minumlah!" goda iblis berwujud manusia tampan itu. Setengah sadar Cassandra menggeleng. "Tidak usah. Aku tidak suka rasa melon." Mungkin di dalam sana dimasukkan obat tidur atau perangsang. "Oh, ya ampun, kenapa tadi aku tidak tanya dulu? Ya sudah. Aku ganti sebentar. Aku punya 12 varian rasa. Kamu mau sirop rasa apa?" Adakah rasa ingin mencekikmu lalu memasukkanmu ke dalam koper dan melemparmu ke laut? "Tidak usah repot- repot. Aku tidak suka sirop berasa- rasa buatan seperti itu." "Oh? Kau mau jus? Aku bisa membuatnya untukmu. Aku punya pir, apel, nenas, alpukat, mangga, buah naga, mengkudu ...." "Hentikan, Bapak Aaron!" potong Cassandra. Pasalnya, ia ingin sekali berucap 'Bagaimana kalau jus buah z*****' Aaakhhh, kepala Cassandra pusing bukan main. "Saya tidak suka jus dan sejenisnya. Saya menunggu kopi saya." "Hum, baiklah!" Aaron kembali duduk berpose duyung di sofa sambil minum es siropnya. Ia lalu mengambil ponselnya dan berswafoto atau video menyorot wajah dan tubuhnya serta bagian pribadinya. Meski narsis adalah nama bunga yang indah, tetapi Cassandra meringis menyaksikan tingkah pemujaan diri Aaron. "Dasar narsis!" desis Cassandra. Ia menyibukkan diri dengan melanjutkan membenahi gambarnya, memandangi Aaron layaknya bunga yang menjadi objek lukisan. Bunga Narsis atau Daffodil adalah simbol dari permulaan baru, terlahir kembali, kreatifitas, inspirasi, semangat, kesadaran, ingatan, dan pengampunan. Nama lain bunga Daffodil, Narcissus, diambil dari nama dewa Yunani. Menurut legenda, Narcissus sangat terpikat dengan bayangannya sendiri di sungai, sehingga dia mencoba menangkap bayangannya sampai tenggelam di sungai. Lalu bunga yang tumbuh di sepanjang sungai setelahnya dinamakan Narcissus. Nama Narcissus diambil mungkin dikarenakan keindahan gambar pantulan dari bunga Daffodil di air. Aaron terlalu banyak minum sehingga miliknya mengeras ingin kencing. "Ah, astaga ...," desahnya seraya meletakkan ponsel. Cassandra yang menyaksikan pembesaran itu merasa gugup, lalu buru- buru sibuk melukis lagi. Aaron menyeringai menyadari Cassandra sudah mulia bergetar hatinya. Matanya berkilat licik. Tanpa ragu ia berbaring leluasa dan mengeraskan miliknya. Ia memanggil, "Cassandra." Spontan gadis itu meliriknya dan menyahut salah tingkah. "Apa?" Aaron mengubitnya. "Ke sini! Buatkan satu frame khusus mengabadikan milikku dalam posisi tegak ini." Casaandra sontak memegang tepian kanvas seerat mungkin, menahan diri agar tidak memukul Aaron dengan kanvas itu. Namun terpikir perjanjian kerja sama mereka memiliki poin utama yaitu kontak fisik. Jika Aaron mencoba menjebaknya dengan kontak fisik, maka tidak ada salahnya ia melakukan hal yang sama. Cassandra melepas blazer mini yang menjadi pakaian luarnya. Gaun setali memperlihatkan pundak, bahu, dan selangka yang berlekuk indah. Permukaan gundukan padat berisi dan lembah curamnya memanjakan penglihatan lelaki. Cassandra meletakkan blazernya di kursi bersama tasnya. Aaron mengulum senyum. Senang Cassandra menyamakan permainan dengannya. Jika Cassandra menyerah, maka untuk malam ini Cassandra akan merasakan kekekuatan keperkasaannya. *** Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD