Meminta Maaf, Bukan Hina

1120 Words
Setelah membereskan semua peralatan sekolah dan perlengkapan yang ada di meja mereka, Gazi dan Rahmat pamit ke guru kelas untuk keluar dari kelas dan tidak kembali lagi ke sekolah itu, “Bu, kami, saya dan Gazi pamit. Kami tidak sekolah lagi di sini. Kata Bapak, nanti Bu Ana yang akan menjelaskan. Permisi, Bu.” Satu kelas bingung dengan keadaan yang sedang terjadi. Setelah keluar dari kelas, mereka menemui Pak Barsah di ruang guru, “Pak, kami sudah siap.” Lalu Pak Barsah pamit ke Bu Ana, “Saya pamit, Bu Ana. Saya tunggu surat-surat anak saya.” Lalu Pak Barsah, Rahmat, dan Gazi berjalan keluar menuju parkiran mobil. Ketika mereka sudah keluar dari pelataran parkiran sekolah, Pak Barsah bilang, bahwa mereka akan mampir ke rumah sakit tempat Dodi, teman mereka yang kemaren dipu*ul oleh Gazi dirawat, “Sekarang, kita ke Rumah Sakit Sehat dulu, ya. Kita temui teman kalian itu. Kamu Gazi, nanti minta maaf ke dia dan ke orang tuanya. Selebihnya jangan mengeluarkan kata-kata apa pun, paham kalian, Rahmat, Gazi?” Gazi dan Rahmat mengangguk dan menjawab, “Paham, Pak.” Sekitar tiga puluh menit perjalanan dari sekolah mereka menuju ke rumah sakit yang dimaksud. Setelah sampai, Pak Barsah langsung menuju ke meja resepsionis untuk menanyakan di mana Dodi dirawat, “Maaf, Sus, saya mau menjenguk Dodi anak sekolah yang kemarin masuk ke sini karena tangannya patah.” Suster tersebut menyebutkan ruangan dan nomor kamar tempat Dodi dirawat, “Ruangan Mawar, kamar nomor dua ya, Pak. Bapak bisa naik tangga ke lantai dua, nanti ketemu sama ruangan perawat, sebelah kanan ruang perawat tersebut kamar nomor dua tempat Dodi dirawat. Atau kalo Bapak belum ketemu juga kamarnya, nanti bisa ditanyakan di ruang perawat tersebut.” Pak Barsah mengangguk, lalu naik ke lantai dua sesuai dengan yang diinformasikan oleh suster tadi, diikuti oleh Gazi dan Rahmat. Ketika sampai di lantai dua, tidak susah menemukan kamar yang dimaksud, Pak Barsah, Gazi, dan Rahmat mengucapkan salam dan masuk ke kamar tersebut, “Selamat siang, betul ini ruangan Dodi?” Orang tua Dodi yang tidak tahu, siapa Pak Barsah, tersenyum menjawab salam Pak Barsah, “Iya, benar, Pak. Dari mana, ya?” lalu Pak Barsah masuk diikuti Gazi dan Rahmat. Melihat Gazi, wajah Dodi dan kedua orang tuanya langsung berubah. Wajah ibunya Dodi berubah jadi masam, wajah ayahnya Dodi berubah jadi galak. Ayahnya Dodi bertanya ada keperluan apa, mereka ke rumah sakit ini, “Kalian mau apa ke sini? Mau buat keributan, HAH? Belom cukup anakmu bikin anak saya celaka begini? Sebaiknya kalian pergi dari sini, tunggu saja, kasus ini akan saya polisikan, PAHAM?” Pak Barsah tidak tersulut dan terprovokasi dengan ucapan ayahnya Dodi, justru Pak Barsah tersenyum dan menjawab ucapan ayahnya Dodi, “Tidak, saya ke sini tidak mau cari keributan. Saya mau mengajak anak saya ke sini biar dia meminta maaf kepada anak Anda. Ayo, Gazi, minta maaf ke Dodi.” Lalu Gazi maju ke arah ranjang Dodi dan mengucapkan kata maaf, “Dodi, maafkan saya sudah membuatmu begini, sekali lagi maaf.” Tapi Dodi bergeming, dia diam. Alih-alih menjawab ucapan Gazi dia justru mendecih dan bilang, “Maaf aja gak cukup, kamu udah buat tanganku patah.” Setelah itu, ayahnya Dodi kembali buka suara, “Kalo kalian ke sini hanya untuk minta maaf, itu sudah, kan? Silakan pergi.” Pak Barsah menggeleng dan bilang, “Tidak, saya ke sini, selain meminta Gazi meminta maaf ke Dodi, saya juga menuntut Dodi untuk meminta maaf ke anak saya.” Ayahnya Dodi membulatkan matanya dan melotot, seperti tidak percaya, “Apa maksud Anda, anak saya harus minta maaf ke Gazi? Bagaimana bisa seperti itu?” Mendengar jawaban ayahnya Dodi, Pak Barsah bertanya, “Apakah anak Anda menceritakan dengan jelas dan lengkap, kenapa anak saya sampai membuatnya terluka parah seperti itu?” ayahnya Dodi diam, kemudian menjawab, “Mau bagaimana pun, anak saya adalah korban di sini. Dia tidak harus meminta maaf kepada siapa pun. Sudahlah, pulang saja, jangan cari perkara lagi di sini. Kita ketemu di pengadilan saja. Biar masalah ini jelas.” Pak Barsah kemudian bilang, “Baik, kita akan bertemu di pengadilan. Oiya, salam, ya, untuk Pak Gunawan, itu atasan Anda, kan? Bilang salam dari Barsah, dia pasti kenal. Dan ini sekedar membantu uang perawatan untuk Dodi. Pesan saya hanya satu, ajarkan anak Anda sopan santun, tata karma, dan adab. Karena sehebat apa pun dia jadi orang nanti, kalo tidak ada santun ke orang lain, tidak punya tata karma, dan mengedepankan adab, dia akan jadi pecundang di sepanjang hidupnya. Kami permisi dulu.” Pak Barsah mengajak Gazi dan Rahmat untuk pergi dari tempat itu, “Gazi, Rahmat, ayo kita pulang.” Ayahnya Dodi langsung berubah wajahnya, dari yang tadinya tegang, tidak memaafkan Gazi menjadi lembut cenderung ketakutan, “Ada hubungan apa Anda dengan Pak Gunawan, hah? Kamu menggretak saya?” mendengar ucapan tersebut, Pak Barsah berbalik, dan menjawab pertanyaan itu, “Pak Gunawan adalah salah satu anak buah saya di proyek pengolahan batu bara milik saya, berarti Anda ini, bisa dibilang bawahan Pak Gunawan dan bawahan saya, kan?” wajah ayahnya Dodir terkesiap, dia terkejut. Ayahnya Dodi langsung tersenyum, “Pak Barsah pemilik Bara Company? Ini Anda? Ya ampun, Pak. Maafkan saya, saya tidak mengenali Anda.” Ayahnya Dodi langsung menyuruh Dodi untuk meminta maaf ke Gazi, “Dodi, minta maaf ke Gazi. Kamu harusnya tidak berbuat begitu, maafkan anak saya, Pak Barsah.” Dodi yang enggan meminta maaf ke Gazi, terpaksa meminta maaf ke Gazi, “Maafkan aku, Gazi.” Lalu dia membuang muka. Pak Barsah yang sudah terlanjur kesal, menolak permintaan maaf tersebut, “Tidak diterima. Permintaan Maaf kamu tidak diterima, seperti ucapan ayahmu saja, kita akan bertemu di pengadilan, ya. Selamat sore.” Pak Barsah langsung keluar dari ruangan tersebut, tapi ayahnya Dodi mengejar Pak Barsah dan memohon, “Pak, Pak Barsah, tolong berhenti sebentar, Pak. Tolong maafkan anak saya, tolong maafkan saya, Pak. Tolong, Pak. Saya hanya ingin melindungi anak dan keluarga saya, tolong jangan pecat saya, Pak. Perusahaan ini adalah tempat saya mencari makan dan rezeki untuk keluarga saya, tolong Pak.” Dan ayahnya Dodi bersimpuh, memohon di kaki Pak Barsah. Pak Barsah yang melihat hal tersebut, sebenarnya tidak mau menerima maafnya, karena kesalahan yang dibuat Dodi sungguh menyinggung hatinya, tapi kemudian Pak Barsah menjawab, “Baik, saya akan menerima permintaan maafmu asalkan kamu membuat surat permintaan maaf hitam di atas putih dan menyatakan bahwa kamu tidak akan memperpanjang masalah ini. Persiapkan suratnya, besok pagi akan saya ambil ke sini. Ayo, Gazi, Rahmat, kita pulang.” Karena tidak mau muncul masalah baru, ayahnya Dodi meng-iya-kan permintaan Pak Barsah tersebut, "Baik, Pak, akan saya buat sekarang, besok pagi biar saya antar saja, Pak." Pak Barsah menggeleng, "Tidak usah repot, biar nanti saya saja yang ambil ke sini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD