Part 4: Perintah Kapten

3543 Words
Haaaai, semuaaaa. Karena kak Ian lagi sibuk kuliah, terus aku dianggurin terus, maka ijinkan aku yang bawa cerita ini sesekali. Hah, kalian nanya aku siapa? Astaga, kalian baca cerita ini apa gak sih? Ini aku, Thalia kecilnya kalian. Eh, kalian nyebut aku dede bule ya. Eh, aku juga bukan punya kalian sih, tapi punya kak Ian. Hehehe. "Hey, ngapain ngutak ngatik komputer orang" "Eh, kak Ian udah pulang? Kok gak ngasih salam? Dosa lho, kak" "Sendirinya sering buat dosa bareng" "Ehh, itu lain..." "Yaudah, sana! Mau nulis cerita nih, udah banyak yang nagih nunggu update tuh" "Aku aja yang nulis, kak. Mau cerita yang mana sih? Kan seru kalo dari sudut pandang aku" "Gak usah, ini mau cerita pengalaman ena2 sama member lain" "Oh. Eehhhh?!! Kakak pernah gituan sama member lain juga?" "S-sama cewek lain maksudnya, salah denger" "Oh, jadi aku masih kurang? Sampe-sampe kakak ena2 sama cewek lain" "Se-sebelum ketemu lo, Cil" "Owh,.." "Oh ya, nih ada makanan. Jangan ganggu ya, jangan berisik" . . . . . . . . . Sudah beberapa minggu berlalu, aku dan Vanka jadi semakin dekat. Bahkan pernah beberapa kali aku menemaninya menemui teman-temannya sesama member JKT. Beberapa dari mereka juga memiliki pasangan. Aku tidak tahu hubungan mereka itu pacaran atau hanya seperti aku dan Vanka. Bodo amat pikirku. Ya, mereka memang melanggar golden rules tapi setelah dipikir lagi mereka tidak salah. Mereka hanyalah sekumpulan gadis yang sebagian besar adalah remaja. Yang pada umumnya memang mulai tertarik terhadap lawan jenis. Namanya juga sedang memasuki masa pubertas. Normal kan. Okelah segitu aja basa-basinya, langsung masuk ke cerita. . . . . . . . . . "Hoaammm~" aku terbangun di pagi ini sambil merenggangkan otot-otot tubuhku. Aku kemudian mencari keberadaan Shania. Ya kalian tidak salah baca dan aku juga tidak salah tulis. Memang Shania. S H A N I A. Semalam aku memang menginap di rumah Shania. Bukan, bukan Shania Gracia, aku sebelumnya memang pernah bilang ingin menghukum Gracia tapi tidak hari ini. Belum. Lagipula tidak diperbolehkan juga oleh Vanka . Sampai mana tadi? Shania. Oh iya yang ku maksud adalah Shania Junianantha, kapten all team JKT48. Setelah mengantar dia pulang, kami ena2 semalaman. Dan sekarang aku berada di kamarnya. Tapi, di mana dia sekarang? Aku meraih kaos ku yang terlipat rapi bersama celanaku di sebelah tempat tidur. Pasti Shania yang merapikannya, pikirku Kemudian aku memakai kaos ku karena takut masuk angin. Celana? Tidak perlu, siapa tau saat aku menemui Shania nanti, dia minta untuk ena2 lagi. Kalau tidak? Ya aku yang minta . Kudapati Shania tengah menyiapkan sarapan di dapur, istriable banget ya. Yang aku bingung, kenapa dia masih tidak memakai apa-apa tapi hanya memakai celemek. Melihat tubuh nya hanya berbalut celemek membuatku ingin membuat dia merintih-rintih dan mendesah lagi seperti semalam. Yap, semalam. . . . . . . . . . Saat ini aku sedang menunggu Shania yang tengah memilih-milih pakaian. Yap, dari awal aku memang jalan-jalan dengan Shania. Bukan tidak sengaja bertemu, kami memang janjian. Sebenarnya hal ini tidak ada dalam agenda ku hari ini. Tapi karena aku sudah berbuat salah kepadanya, jadi hari ini aku 'dipaksa' menemaninya jalan-jalan karena dia hari ini libur theater. Kesalahan apa? Ingat di update part 1? Aku sedang menunggu seseorang. Ya, orang itu adalah Shania. Malam itu aku sebenarnya tidak ada niatan menonton theater karena seperti yang aku jelaskan sebelumnya, aku mencari oshi di team K3. Ya, meskipun sampai detik ini aku belum memutuskan siapa oshi baruku. Kesalahan apa? Kesalahan yang kubuat adalah, aku sudah berjanji akan mengantarnya pulang. Tapi seperti yang kalian tahu, aku malah ena2 dengan Vanka. "Bagusan yang mana menurut lo?" tanya Shania sambil memegang 2 baju di kedua tangannya. Tanpa mengatakan apapun, aku menunjuk baju yang dipegang di tangan kirinya. "Oh, ok. Gue beli yang ini aja" katanya sambil menggoyang-goyangkan baju yang ada di tangan kanannya. "Ngapain nanya" gumamku pelan. Seakan mendengar apa yang aku gumamkan, dia menoleh ke arahku sambil memeletkan lidahnya. Seperti meledekku. Oh, ya. Aku belum menjelaskan kepada kalian kenapa aku bisa kenal dengan Shania, bahkan bisa dibilang akrab. Tidak jangan tubir dulu dengan menuduhku sebagai pacarnya. Dia memang sudah punya pacar, tapi bukan aku. Aku ini jomblo ups ralat, aku ini single. S I N G L E. Tolong di ingat! Single ya, bukan jomblo. Aku adalah teman sekelas Shania dulu saat SMP. Terserah kalian mau percaya atau tidak, tapi begitulah kenyataannya. Kenyataan? Ini kan cerita fiksi. Bodo amat lah. Selesai membayar baju tadi kami bergegas ke bioskop untuk menonton film yang tayang perdana malam itu. Padahal kami jalan-jalan dari sore, dan janjian untuk menonton film tersebut. Tapi kami malah ke bioskop pada malam harinya. Ya udahlah ya, Shania yang traktir ini. Ya, Shania memang mentraktirku, itulah alasan aku mau 'dipaksa' menemaninya. "Kenapa gak dari tadi sih nontonnya? Pake acara muter-muter segala lagi" omelku padanya. "Udah diem, gak usah cerewet. Kalo nontonnya tadi sore, selesai nonton lo bakal langsung pulang. Gak nemenin gue beli baju, ya kan" katanya sewot. Yah,.. ketahuan, batinku. Sesampainya di bioskop, kami langsung menuju loket. "Mbak, dua tiket! Duduknya terserah, pokoknya di tengah ya!" samber Shania, bahkan sebelum mbak-mbak penjaga loketnya nyapa. "Kalo duduknya dipinggir, lo pasti bakal macem-macemin gue" tambahnya yang meskipun tidak menghadap ke arah ku tapi pasti yang dimaksud adalah aku. Ya iyalah, siapa lagi coba. "Apa'an. Emang sebelumnya gue pernah macem-macemin lo? Gak kan" kataku membela diri. Meskipun harus ku akui, kalau ada kesempatan (mungkin) aku akan melakukan hal 'macam-macam' terhadapnya. Ayolah, jangan munafik! Aku yakin diantara kalian pasti pernah berfikir macam-macam tentang Shania. Apalagi aku, orang yang cukup dekat dengannya. Yang melihat langsung 'proses pertumbuhan' dia dari gadis SMP yang lugu nan imut sampai sekarang menjadi seorang gadis dewasa yang... seksi(?). Bahkan dia sampai di sebut 'tante' oleh sebagian besar fans-nya. Jadi ini alasannya tidak memesan tiketnya secara online? Hanya karena dia ingin mencemarkan nama baik ku di depan mbak-mbak ini? "Lagian, gue bakal fokus sama filmnya kok" kataku lagi. "Yah, siapa yang tahu. Buat jaga-jaga aja. Ya kan, mbak" jawabnya yang ditanggapi dengan anggukan oleh mbak-mbak penjaga loketnya. Yaelah, nih mbak-mbak pake ditanggepi lagi. Lo yang gue macem-macemin baru tahu rasa lo, mbak.. kataku dalam hati. . . . . . . . Selesai menonton film aku tidak berhenti membicarakan betapa kerennya film itu, bahkan sampai membuat Shania jengkel. Dan dia tahu bagaimana cara untuk membuat mulutku berhenti ngoceh yaitu dengan membuatnya sibuk dengan hal lain, yaitu makan. Oh Shania, lo emang temen gue yang paling pengertian. Sekarang aku sedang makan dengan Shania dan lagi-lagi aku ditraktir olehnya. Mungkin suasana hatinya sedang bagus. Oh, aku baru ingat beberapa hari yang lalu kalau dia masuk dalam senbatsu UZA. Ya, selamat deh untuk prestasinya itu. Tapi aku masih bingung dengan sikap Shania hari ini, dia sedikit lebih manja kepadaku dari biasanya. Meskipun sisi galaknya masih ada sih. "Eh, habis ini anterin gue pulang ya" celetuknya tiba-tiba saat kami sedang makan. "Hah?! Apa'an? Katanya lo mau pulang sendiri" balasku. "Lo gak mau anterin sahabat lo ini? Yang udah traktir lo nonton, traktir lo makan. Oh iya, lo juga gue traktir nonton theater ya kapan hari, dengan janji lo bakal anterin gue pulang. Tapi apa? Lo malah ngilang, ditelfon gak diangkat. Untung ada kak Kinal jadi bisa nebeng" katanya mengomeliku. Tuh kan galaknya keluar lagi. "Eh, bentar. Sejak kapan ya hubungan diantara kita 'naik' jadi sahabat? Gue kira selama ini kita cuma temen" balasku yang memang hanya mendengarkan kalimat pertama yang dia lontarkan barusan. "Yaudah, pokoknya sekarang kita sahabatan. Titik" jawabnya. "..." "Lagian gue udah gak ada ongkos balik gara-gara nraktir lo" katanya lagi. Lah, katanya tadi 'titik' kok masih lanjut ngomong, batinku. "Malah diem lagi. Mau gak? Lagian rumah kita kan searah" tanyanya lagi. "Iya, searah. Tapi jauhan rumah lo, gue harus puter balik dong nanti. Telfon orang rumah aja lah, suruh jemput" kataku. Sebenarnya aku mau saja mengantar dia pulang tapi aku masih curiga terhadapnya, terhadap sikapnya hari ini. Apakah Shania merencanakan sesuatu terhadapku? Apakah dia ingin menanyakan hubunganku dengan Vanka? Aku harus jawab apa? "Gak bisa. Hp gue mati" jawabnya. "Pake Hp gue" kataku. "Percuma, di rumah gak ada orang. Lagi ada acara keluarga. Gue gak ikut, besok ada kegiatan" jawabnya lagi. "Lagian segitu gak maunya lo nganterin gue" tambahnya. "Gue bawa motor, Shan" kataku berharap agar dia mengurungkan niatnya untuk meminta diantar pulang. "Helm-nya berapa?" tanyanya. "Gak dijual" jawabku setengah bercanda berharap emosinya mereda setelah tadi mengomeliku. "Apa'an sih, gak lucu juga" balasnya sewot. Yah,.. aku baru ingat Shania bukanlah Vanka yang selera humornya rendah. "D-d-dua sih" kataku. Entah kenapa aku tidak berbohong saja. Aku memang selalu membawa 2 helm, agar jika aku ingin ena2 dengan Vanka tinggal menjemputnya. "Nah kan, yaudah gak ada masalah" balasnya. Aku memilih diam saja dan melanjutkan makanku daripada melanjutkan debat dengan Shania. Berat. . . . . . . . Selesai makan dan membayarnya, kami langsung menuju parkiran. "Lo jalan sama gue gini gak takut ketahuan fans lo?" tanyaku saat kami berjalan berdampingan menuju parkiran. "Gak lah. Ngapain? Mereka gak mungkin ngira lo pacar gue. Secara, lo gak ada macho-machonya, rambut lo acak-acakan kayak gembel, kulit lo putih tapi kesannya kayak pucet, trus badan lo kurus kering kayak orang kurang gizi padahal makan lo banyak. Lo cacingan ya?" katanya menginjak-injak harga diriku. "Lo pulang jalan kaki, ya" kataku seraya mempercepat langkahku meninggalkannya. "Eh, bercanda doang" kata Shania sambil menyusulku. "Gue tadi cuma deskripsiin lo waktu SMP dulu. Sekarang lo udah berubah sih, lebih keliatan cowok, lebih keliatan kayak manusia(?), dan lebih ganteng" katanya dengan suara pelan di akhir kalimatnya. Kemudian berlari kecil didepanku. Kan, ada yang aneh dengan Shania hari ini. Seingatku, baru kali ini dia menyebutku 'ganteng'. Dan juga,.. aku tidak separah itu saat SMP!! . . . . . . . Sesampainya kami di parkiran, aku mengambil helm dari jok motor ku dan menyerahkannya pada Shania kemudian menyalakan motorku. Begitu melihat aku yang sudah duduk di motor, Shania menyusul ikut duduk di belakangku. "Ayo. Kok gak langsung jalan?" tanyanya melihatku hanya diam setelah menyalakan motorku. "Pegangan dong, kalo lo gak pegangan gue gak jalan, nih" kataku menggodanya. "Nanti kalo gue peluk, lo-nya malah baper?" dia malah balik menggodaku dengan tatapan yang... menggoda(?). Sebelum terjebak oleh pesona Shania, aku langsung menjalankan motorku. . . . . . . . Di perjalanan aku hanya diam saja tanpa mengajaknya bicara, aku takut oleh godaannya. Apalagi 3 hari ini aku belum mendapat jatah dari Vanka karena dia kedatangan tamu bulanan. "Eh, iya. Lo ada hubungan apa sih sama Thacil?" tanya Shania tiba-tiba. Mendengar hal itu aku pun kaget dan langsung mengerem mendadak. "Apa sih!! Pake nyari kesempatan lagi, ngerem-ngerem mendadak!" kata Shania yang kemudian memukul bahuku. "T-tadi ada kucing lewat, Shan" kataku mencari alasan dan kembali menjalankan motorku. "Alesan aja. Jawab tadi pertanyaan gue!!" kata Shania. "Pertanyaan apa?" tanyaku sok polos. "Lo ama Thacil ada hubungan apa?!!" tanya Shania lagi. "Yah,... hubungan senior junior aja. Kan dia junior kita waktu SMP dulu" kataku beralasan. "Berarti bukan pacaran ya?" tanya Shania berusaha memastikan. "Gak. Gue gak punya pacar" balasku. "Bagus deh. Eh, tapi waktu SMP kalian kan gak deket, kenapa sekarang tiba-tiba deket?" tanya Shania lagi. Mendengar hal itu, aku tidak menjawabnya dan malah mempercepat laju motorku agar cepat sampai di rumah Shania. Aku tidak tahu harus jawab apa . "Adriaaaannn!!" teriak Shania saat aku mempercepat laju motorku. . . . . . . . Tak berselang lama kami pun sampai di rumah Shania. "Makasih yah. Gak mau mampir dulu?" tawar Shania. Waduh dia nawarin mampir lagi. Bahaya, nih. Apalagi tadi dia bilang rumahnya lagi kosong. Bener-bener bahaya. Bahaya kalau dilewatkan sih, batinku berkata. "Hey, malah bengong". katanya "Ah enggak usah deh, Shan. Udah malem gak enak sama tetangga lo nanti" jawabku sedikit jual mahal (Jaga image dong). "Yaudah, hati-hati di jalan ya". katanya. "Eh, I-i-iya". jawabku agak kecewa karena dia tidak menawari ku lagi. Tapi alam semesta ternyata masih berpihak padaku. Saat akan memutar balikkan sepeda motor, tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras. Aku sendiri bingung karena seharusnya sekarang sudah mulai memasuki musim panas. Tapi yang namanya cuaca memang susah ditebak sih. Alhasil aku dan Shania yang belum sempat masuk ke rumahnya basah kuyup. . . . . . . . Bikin teh panas dulu deh sambil nunggu Shania, pikirku saat sudah berada di dalam rumah Shania, di dapurnya. Shania sedang siap-siap mau mandi tadi katanya. Dalam sekejap akupun lalu membuat segelas teh panas dan segera kupegang gelas itu dengan kedua tanganku agar panasnya berpindah ke tanganku. Kemudian panas yang ada di tanganku kusebarkan ke seluruh tubuhku. Kutepuk-tepukkan tanganku ke leher, d**a dan lengan agar membuat suhu tubuhku hangat. Namun karena kaos ku masih basah, dengan cepat aku kembali menggigil kedinginan. Ya elah, masih kedinginan aja. Masa harus diminum ini teh, bisa kebakar lidah gue,.. batinku. Sepertinya aku butuh kehangatan lebih, kehangatan dari tubuh Shania (?). . . . . . Tiba-tiba kulihat Shania berjalan ke kamar mandi dekat dapur tanpa memakai apapun. Tunggu, kenapa dia tidak menggunakan kamar mandi di dalam kamarnya? Apakah dia sengaja menggoda ku? Secara terang-terangan begini? Kulihat kulitnya yang putih mulus ditambah bodinya yang langsing dengan bongkahan pantatnya yang bulat indah langsung membuatku menelan ludah melihatnya. Dia berjalan dengan cueknya seakan lupa kalau ada aku disini. Aku yang masih cowok normal langsung saja terangsang disuguhi pemandangan tak terduga ini apalagi daritadi aku sudah berusaha mati-matian menahan nafsu dari godaannya. Tapi jika dia memang sengaja menggodaku, lain ceritanya. Seketika darahku langsung mengalir ke bawah mengisi pembuluh darah di penisku hingga menegang. Ya, Sepertinya dia memang sengaja menggodaku. Setelah masuk ke kamar mandi, Shania sedikit menutup pintu untuk menggantungkan handuk dan pandangan matanya bertemu dengan pelototan mataku. Dan dia malah tersenyum menggoda dan sedikit meremas payudaranya sendiri. Kemudian dia menoleh ke belakang dan tersenyum nakal melihat padaku yang daritadi terbengong di dapur. Dia menggunakan jari telunjuk kanannya untuk mengajakku ke kamar mandi. Langsung saja aku melepas seluruh pakaianku, termasuk CD-ku, sehingga penisku yang sudah bangkit dari tadi langsung seperti terbebas dari sangkarnya. Lalu aku berjalan dengan agak pelan ke kamar mandi itu. Tanpa malu-malu Shania menyambutku dalam keadaan tanpa busana seperti itu. "Bantu gue, ya. Hibur gue semalam ini aja. Gue lagi ada masalah sama Bobby" kata Shania sambil menyalakan shower yang langsung membasahi tubuh kami. Belum sempat aku menjawabnya. "Ssstt,.. lo belum pernah mandi bareng cewek kan?" "Pernah sih sama mantan gue dulu" jawabku sambil mengagumi keindahan tubuhnya yang menggiurkan dalam keadaan basah seperti ini, terutama pinggulnya yang merupakan aset berharga goyangan 'Hey, hey, hey'-nya. Ia memutar tubuhnya hingga memunggungiku dan diraihnya kedua tanganku dan menuntunnya ke payudaranya yang bulat itu. Aku lalu meremas p****g kenyalnya itu sambil sedikit mengusap-usap dengan gerakan melingkar yang lembut. Bibirnya yang indah mengeluarkan desahan yang membuat birahiku semakin membara. "Aaahh.. eemmhh.. eemmhh.." saat ia sedikit menoleh ke samping, langsung saja kulumat bibirnya itu. Desahannya sedikit tertahan dan bercampur dengan lenguhanku. Lalu tangan kiriku mulai mencari klitorisnya dan mulai menggesek-gesekkan jariku ke daging sensitif itu dengan lembut. Desahannya yang tertahan oleh mulutku dipantulkan oleh dinding kamar mandi. Aku sudah tak sabar lagi memasukkan penisku ke vaginanya. Maka setelah lima menitan ber-french kiss dan grepe-grepe, aku membalikkan tubuhnya hingga menghadap ke arahku. Tapi ia menolak sambil melepas pagutanku. Sambil sedikit mendesah ia bilang, "Gini aja, lebih kerasa sodokannya!" seraya menunggingkan pantatnya ke arahku dan menyandarkan lengannya ke tembok. Oke deh, pikirku sambil mendorong punggungnya supaya ia lebih menunduk. Tangan kananku memegang batang penisku dan mengarahkan ke vaginanya yang telah siap menanti. Setelah menempel pas di bibir vaginanya, langsung saja kutekan batang kemaluanku yang sudah tegang hingga amblas ke dalamnya dengan perlahan. Tidak ada darah, mungkin Bobby, pacarnya yang telah merenggutnya. "Aaarrgghh..!!" Shania mengerang panjang "Kenapa Shan? Sakit?" tanyaku sambil meremas payudaranya "Agak sih....tapi enak... enak banget, terusin.. uuhh.. aargghh.." Memang batang kemaluanku terjepit cukup ketat di antara dinding vaginanya yang berdenyut-denyut sehingga terasa seperti dipijat. Sekali lagi Shania mengerang lumayan keras saat aku mulai mendorong pinggulku maju mundur. Vaginanya makin becek sehingga penisku semakin enak keluar-masuk liang senggamanya itu. Sensasi yang kuperoleh pun rasanya luar biasa sekali membuatku juga mulai mendesah-desah keenakan. Aku memegangi p****t seksinya dan sesekali menamparnya dengan gemas. Lalu kutempelkan dadaku ke punggungnya dan mulai meremas-remas payudaranya yang menggantung indah. Pasti para VVOTA ingin merasakan apa yang kurasakan saat ini. Mendoggy kapten JKT48, si pemilik goyangan 'Hey, hey, hey'! Sungguh gadis satu ini benar-benar menggairahkan. "Uuuhh.. aahh.." desahku ditimpali pekikan Shania. Tiba-tiba aku merasa ada yang mengawasi kami, saat kulihat keluar kamar mandi ternyata Skye, anjing milik Shania sedang menyaksikan majikannya disetubuhi dengan gayanya. Gaya anjing. "Skye, sana" kata Shania mengusir anjingnya. Tak ku pedulikan anjing Shania. Aku pun melanjutkan goyangan ku pada Shania dan mengangkat satu kakinya seakan memperlihatkan pada anjing itu bagaimana proses keluar masuknya penisku di v****a milik majikannya. Tiba-tiba, "Aahhhh,...." lenguh Shania saat mendapatkan o*****e pertamanya. Aku merasakan cairan hangat menyiram kepala penisku membuatku ingin cepat mengeluarkan spermaku. Benar saja tak lama berselang, aku merasakan kalau aku akan segera keluar, segera ku lepas kakinya dan keluarkan penisku hingga spermaku bercipratan di punggung dan p****t Shania. Pada semburan berikutnya Shania sempat berputar dengan cepat, berlutut di depanku dan menerima semprotan spermaku di wajah sayunya. Ia membuka mulutnya menerima spermaku yang menyemprot semakin lemah. Setelah itu ia mulai menjilati seluruh cairan putihku di wajahnya dan mengusap-usap pantatnya untuk menyeka spermaku yang ada di punggung dan pantatnya itu, lalu dijilatnya sampai habis. Aku merasa sedikit menyesal telah menyetubuhi Shania, temanku sendiri tapi aku ingin melakukannya lagi, hehehe . Aku belum puas. Entah kenapa saat ini aku melihat Shania bukan sebagai temanku lagi tapi aku melihatnya sebagai gadis muda yang harus kupuaskan birahinya. Shania yang sepertinya mengetahui pikiranku berkata, "Kita lanjutin di kamar aja ya, gue agak gimana gitu dilihatin Skye" ajaknya. "Bukannya tadi lo malah cepet keluarnya kalo dilihatin gitu?" "Udah, ayok!!" ajak Shania sambil menarik penisku dan tersenyum nakal. Aku menghentikan tarikannya dan mengangkat tubuhnya, menggendong dia ke kamarnya. Tubuhnya yang masih sedikit basah dengan air semakin membuatnya tampak menggairahkan karena nampak berkilauan di bawah sinar lampu yang temaram. Sesampainya di kamarnya aku rebahkan dia di ranjangnya dan aku mulai menjilati semua sisa-sisa air yang menempel di tubuhnya. Dia mulai mendesah-desah lagi saat kujilati p****g coklatnya yang sudah kembali mengeras. Ia lalu memegang kepalaku dan menekannya sehingga aku terbenam ke payudaranya. Aku yang sudah terangsang berat mulai mengenyot dan mengigiti putingnya dan sambil meremasinya. Desah kenikmatan Shania pun bergema di kamarnya. Setelah merasa puas menyusu di payudaranya, aku mulai mengarahkan batang kemaluanku yang sudah keras lagi ke dalam vaginanya. Dia memekik kaget saat penetrasi dan langsung kugenjot habis-habisan. Jepitan dinding vaginanya benar-benar legit sampai aku mengerang-erang nikmat sekali dan ia sendiri menjerit-jerit keenakan. Tiba-tiba "Aaahhhhh,.... GILAAA!!!" teriaknya saat kembali mendapatkan orgasmenya. Dia seakan tidak peduli jika suaranya terdengar tetangga sekitar, toh diluar hujan masih sangat deras. Lalu aku melumat bibir tipisnya dan dia juga membalas dengan b*******h. d**a kami bergesekan dan sensasi yang ditimbulkan benar-benar aduhai. Secara tiba-tiba Shania membalik tubuh kami sehingga kini Shania yang berada diatas, menggoyang penisku. GILLAAA!! Padahal dia baru saja mendapatkan orgasmenya tapi sekarang dia bergoyang dengan liar seakan ingin mendapatkan orgasmenya lagi dan aku yang kini berada dibawahnya menikmati goyangannya sambil sesekali mendesah. "Oohhhh,... Shan.. Ahh,... GILAAA!!" Secara tak sengaja aku melihat ke pintu kamar Shania, terdapat Skye disana. Sepertinya dia mengikuti kami atau tadi dia sedikit terganggu dengan teriakan Shania. Melihat hal itu muncul ide nakal di otakku. "Shan, Skye lagi ngeliatin kita, tuh. Dia lagi ngeliatin lo goyang di atas gue. Dia ngeliatin majikannya goyang liar cari kepuasan" godaku pada Shania yang masih bergoyang naik-turun di atasku. "Kenapa,.. ssh.. tadi,.. ssh.. pintu kamar,... sssh.... gak lo,... sssshhh tutup sih,.." balas Shania yang masih bergoyang diatasku, bahkan sekarang goyangannya semakin cepat. "Lo tambah sange ya kalo dilihatin gini?" tanyaku dengan suara serak menahan nafsu. "Baru juga dilihatin anjing lo, gimana kalo nanti misalnya dilihatin fans lo, lo-nya keadaan kayak gini?" tanyaku lagi menggodanya. Kurasakan vaginanya makin menyempit saat aku berkata demikian sepertinya dia benar-benar terangsang. Dia membalas perkataanku dengan memutar-mutar pantatnya seperti mengaduk penisku. "Nih, gak usah banyak omong, gue kasih goyangan 'hey, hey, hey' nih" kata Shania sambil tersenyum seakan ingin membuatku keluar duluan. Kubalas perbuatannya dengan bangkit dari tiduran menjadi duduk dan mulai meremas payudaranya serta mencium bibirnya dengan kasar. "Ehmm,.. ehmm.." desahnya tertahan oleh ciumanku saat dia kembali mendapat orgasmenya. Kurasakan vaginanya berkedut-kedut hingga membuat ku ingin segera mengeluarkan spermaku. Kubalikkan posisi kami seperti semula dimana dia yang berada di bawah. Ku genjot kembali tubuh Shania sambil melihat wajahnya yang nampak pasrah. Melihat wajah Shania yang seperti itu membuatku ingin cepat keluar. Shania yang sepertinya tahu apa yang aku pikirkan kemudian menggigit bibir bawahnya menggodaku. "Lo suka ya, lihat muka gue kayak gini" kata Shania. "Lebih suka lagi, kalo gini,.." kataku seraya mencabut penisku dan mengarahkannya ke wajahnya. Spermaku yang sedari tadi kutahan, menyembur keluar menghiasi wajah Shania. "Lo cantikkan gini,.. hhhh... dihiasi p**u,... Apalagi,... kalo p**u gue..." kataku dengan nafas ngos-ngosan. Shania tak menjawab dan tiba-tiba langsung mengulum penisku dengan semangat. Membersihkannya dari cairan vaginanya. "Shan.. eemmhh.." kata-kataku terputus-putus oleh erangan nikmat. "Mmmppphhh......" balasnya masih tertahan oleh penisku. Dia pun melepaskan penisku dari kulumannya setelah benar-benar bersih mengkilap. Cuupppp.... Shania mencium kepala penisku dengan lembut kemudian berkata, "Makasih ya" katanya. Entah itu ditujukan padaku atau pada penisku. Aku pun ambruk di sampingnya untuk istirahat. Shania juga terlihat kelelahan. "Belum selesai lho, Shan. Malam masih panjang" kataku kemudian. "EEHHH!!" pekik Shania terkaget.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD