Gigi yang bergemelutuk, emosi yang sudah mencapai ubun-ubun kepala, d**a yang nampak naik turun, serta helaan napas kasar, semua itu sudah Dina perlihatkan, ia sungguh tak bisa menahan amarahnya, Elgo telah membuatnya seperti ini.
"Lo pergi dari sini atau gue bakal laporin lo ke guru BK, mau?" Ancam Dina, jari telunjuknya terarah ke sembarang arah, dia harap Elgo paham dan segera pergi dari bangkunya, kesabaran Dina sudah memberontak.
"Selow aja lah Din. Sabar, tarik napas lo dalam-dalam, setelah itu ucapkan baik-baik, bisa?"
"NGGAK!"
Elgo menghela napas berat, sedikit terkejut mendengar penuturan Dina yang tidak ada kesan lembut-lembutnya.
"Ya udah sini gih?" Sejurus kemudian Elgo menodongkan tangannya ke hadapan Dina, meminta sesuatu.
"Sini apanya?" Dina yang tidak tahu menahu kenapa Elgo bertindak seperti meminta sesuatu kepadanya langsung menunjukkan mimik bingung.
Sebelum menjawab dengan malas, Elgo membuang napasnya, lalu ia berkata, "jabatan lo sekretaris OSIS, kan?"
"Sekretaris OSIS dari mana? Sekretaris kelas b**o!"
"Oh iya, maksud gue itu," celetuk Elgo, ia nyengir tanpa memedulikan sesuatu, tampak sangat memesona dengan deretan gigi yang berbaris dengan rapi di dalam mulutnya.
"Terus?"
"Terus apa?" Elgo menaikkan satu alisnya, sementara Dina sudah menggeram sebal, poni yang menutupi dahinya ia hembuskan dengan udara yang keluar dari mulutnya, ia sungguh kesal saat ini.
"Kok malah tanya gue sih, gue emang sekretaris kelas, kalo gitu lo mau apa?"
"Pinjem spidol," ucap Elgo lugas, menodongkan telapak tangan lebarnya tepat didepan wajah Dina.
"Kalo dari tadi lo ngomong dan nggak pake basa-basi segala, gue udah ngasih spidol ini dari seratus tahun yang lalu. Lo itu benar-benar ngeselin banget sih."
Dina membuang napas, menetralisir degup jantungnya, ia mencoba mengatur napasnya yang semula sesak agar bisa berjalan normal kembali seperti sedia kala. Dina pusing melibatkan emosinya kepada cowok itu. Sambil memegangi keningnya, Dina langsung menyodorkan sebuah spidol dengan tangan yang satunya. Elgo dengan senang hati segera merebut benda itu, sedetik setelahnya ia buru-buru bangkit dari duduknya dan berjalan ke depan kelas.
"Hei, penghuni kelas yang pada belum mandi, cewek-cewek yang bedaknya luntur, para cowok yang tadi pagi habis main di kamar mandi, dan semua yang pada belum sarapan. Semuanya lihat ke sini, gue ada informasi paling penting, terupdate, terlengkap, terbaik, dan terter lainnya."
Ucapan Elgo yang begitu tegas dan lantang spontan langsung menarik seluruh pasang mata yang berada di kelas, semua temannya langsung menatapnya dengan malas, Elgo sudah mengejeknya mereka semua belum mandi. Semua penghuni kelas itu tidak ada yang merespons, bukan karena takut, melainkan tidak mau Elgo kembali menyahut, kalau hal itu sudah terjadi, Elgo akan semakin lama pula berbicara hal-hal yang lebih aneh lagi. Ya, mereka sudah yakin kalau keputusan yang diambil tidak merugikan mereka sendiri.
Elgo yang mendapati banyak tatapan mata langsung menyengir lebar, ia tahu betul kalau teman kelasnya menunggu dirinya bicara. Tak mau menunda waktu lagi, cowok itu segera mengangguk satu kali, lalu mulai berbalik badan dan dilanjutkan menggoreskan spidol di whiteboard.
SEMUA RAKYAT JELATA HARUS PADA DIEM, TUTUP MULUT RAPAT-RAPAT, KALO BISA DIBERI LEM PEREKAT SUPAYA BIBIR NGGAK BICARA ASAL CEPLOS KAYAK KAMBING YANG MINTA DISUPIN MAKAN, SOALNYA PANGERAN HATI YANG TAMPAN, MEMESONA, SERTA PENUH AURA KEBIJAKAN AKAN SEGERA TIDUR DENGAN NYENYAK. SEKIAN TERIMA KASIH.
Sekali lagi, Elgo membaca tulisan hasil mahakaryanya di papan tulis itu, senyumannya semakin terukir kian lebar, setelah selesai membaca, ia kembali berbalik badan, memandangi raut wajah teman-temannya yang banyak menunjukkan ekspresi berbeda-beda. Ada yang memutar bola mata malas dan terkesan tidak peduli, cemberut sekaligus mendesah berat, dan tak sedikit pula yang mencibir oleh tingkah Elgo. Namun, Elgo tidak peduli dengan itu, yang penting dirinya bisa tidur nyenyak, tidak masalah jika mereka semua bertingkah macam itu.
"Oke, kalian bukan bayi kodok yang perlu dijelaskan dua kali, gue nggak percaya kalau ada yang nggak paham. Dan sekian, gue tutup acara meet and great bareng gue, cowok paling mempesona di sekolah ini, kalian semua nggak boleh ganggu pangeran tidur. Kalo pangeran sampai terusik pada waktu tidurnya, dia bisa saja nangis tersedu-sedu dan minta mimik s**u ayah bunda, kalian nggak mau, kan?"
Tidak ada yang merespons, celetukan Elgo sungguh membuat kepala mereka pusing tujuh keliling, bukan hanya orangnya saja yang absurd, melainkan perkataannya juga turut meniru. Semua memaparkan ekspresi melongo, tidak ada yang berkedip. Saat Elgo mulai berjalan ke arah bangkunya, tatapan mereka tidak berpindah. Benar-benar ajaib sekali tingkah cowok itu.
Sepasang sudut bibirnya tidak mau berubah bentuk, sedari tadi masih melengkung ke atas, menciptakan senyuman yang teramat lebar. Selepas dua detik mendudukkan bokongnya di kursi kayu, arah pandangan Elgo langsung menatap ke samping, matanya mengerling bingung karena teman bangkunya malah berdiri dan berjalan ke depan kelas.
Kening Elgo semakin bergelombang, apa yang akan dilakukan Raja? Sampai di sini, Elgo masih belum mengerti. Ia hanya memperhatikan sahabatnya itu melangkah maju lalu tangannya mengambil sebuah spidol yang digunakan dirinya tadi.
Alis Elgo semakin menukik saat Raja mulai menggoreskan spidol dipapan tulis putih itu, entah apa yang akan ditulisnya, Elgo sangat penasaran.
NGGAK CUMA PANGERAN AJA YANG MAU BOBOK NYENYAK, BAGINDA RAJA JUGA MAU MELAKUKAN HAL YANG SAMA, SELAMAT MENGUNCI MULUT RAPAT-RAPAT, TERIMA KASIH.
Senyuman Raja terbentuk kian lebar, hasil tulisan ceker ayam di papan tulis itu ia baca kembali, selepas puas dengan ukiran tulisannya sendiri, Raja mulai membalikkan badan, menatap satu persatu teman kelasnya, cengiran lebar terlihat dari wajahnya. Giginya yang tampak berbaris rapi turut terlihat. Sedetik kemudian, Raja kembali berjalan menuju bangkunya.
"Apa-apaan sih lo, nggak boleh ada yang tidur selain pangeran terhormat ini," kata Elgo sembari menggebrak meja, spontan Raja langsung menoleh dengan alis yang hampir tertaut.
Tak lama selepas ucapan Elgo menyumpal di telinganya, Raja langsung berkata, "loh kenapa? Gue kan Raja, nggak ada yang bisa melawan perkataan Baginda Raja, sekalipun itu pangeran," jawab Raja lugas, melipat kedua tangannya sambil menatap Elgo dengan remeh.
"Nggak ada Raja di sini, gue pangeran, dan elo pengawal gue, jadi lo nggak boleh tidur, tugas pengawal itu melayani pangeran. Lo kipasi gue saat gue tidur, kalo pangeran tidurnya ileran, lo usapin. Jadi pengawal itu harus punya inisiatif tinggi. Lo paham, nggak?"
Raja tampak menghela napas panjang, seperkian detik selanjutnya ia kembali membantah, ucapan Elgo tidak dia tanam di benaknya, sama sekali tidak setuju.
"Gue nggak mau, di sini gue tetep Raja. Kalo ada pangeran, ya berarti harus ada Raja. Sekarang, Baginda Raja mau tidur, dan pangeran harus nurut apa kata Raja. Sekarang lo ha—"
"Nggak, gue tetep pangeran. Kenapa lo malah ikut-ikutan, gue nggak mau!"
"Ya terserah lo, tapi gue tetep jadi Raja."
"Lo bukan Raja, lo itu pengawal gue. Buruan kipasi gue!" Terselip nada emosi akan ucapan Elgo, gigi putihnya itu bergemelutuk dengan nyaring.
"Gue tetep Raja, Elgo!"
"Nggak, lo pengawal!"
"Gue raja, nggak bakal berubah dan nggak bisa diganggu gugat," ucap Raja, masih kekeuh pada pendiriannya, hal itu membuat emosi Elgo seketika terpancing.
"Apa?! Lo bandel banget, lo itu masih tetep jadi pengawal gue, mana mungkin seorang pengawal naik jabatan jadi Raja?"
"Udah gue bilang, gue itu Raja,"
"Lo pengawal gue!"
"Gue raja!"
"Nggak bisa diubah lagi, lo tetep pengawal."
"Gue emang Raja Elgo b**o, nama gue Raja. Lo gimana sih anjir?!"