"Hanya dari sebuah cerita yang aku dengar, aku dapat menyimpulkan sendiri bagaimana sifatmu itu."
***
Sia menyerngitkan matanya saat sinar dari matahari masuk melalui celah jendela kamarnya. Dia menguapkan mulutnya dengan lebar dan dilanjutkan menengadah pandangan untuk melihat jam dinding. Sia tersenyum kecil karena dirinya tidak bangun kesiangan.
Namun, Sia masih belum bisa menghilangkan kerutan yang terpatri dikeningnya. Sekarang, ia baru sadar jika dirinya tertidur di meja belajar. Bagaimana bisa?
Dengan secepat kilat, Sia mengangkat bokongnya dari kursi, menegakkan punggungnya, dan mencoba mencari foto yang semalam ia pegang dan dipandanginya dengan lama. Setelah dua menit berlalu, Sia memegangi dadanya, lalu membuang napasnya lega saat foto itu berhasil ia temukan.
Diusapnya benda itu dengan lembut, setelah dirasa debu yang menempel sudah mulai sirna, Sia kembali meletakkannya di dinding. Lalu setelah itu, ia bergegas menyambar handuk dan segera menyejukkan badannya dengan guyuran air segar di pagi hari.
Memang seperti inilah setiap hari hidup yang Sia jalani, tersenyum dengan lebar setiap langkah kaki kecilnya menyeretnya pergi kemanapun, bisa dibilang Sia merupakan gadis periang. Senyumannya yang manis, wajahnya yang imut mampu menyihir semua orang untuk berdecak kagum pada gadis ini.
Walaupun masih menerima berbagai tatapan dari orang lain, tetapi Sia masih tersenyum. Untung saja jumlahnya tidak sebanyak kemarin. Dan yang membuat Sia sedikit tercengang adalah tatapan itu terjadi karena potongan rambutnya. Yeah, Sia hanya merapikannya saja agar terlihat enak dipandang.
Tanpa sengaja, ekor mata Sia bertemu dengan kakak kelasnya yang kemarin menolongnya dari geng Sashi, Sia masih ingat betul wajah itu, rahangnya yang tegas, tatapannya yang begitu lembut, dan badannya yang tegap masih melekat diingatan Sia. Tidak salah lagi, itu benar-benar Elgo.
Tapi tunggu, Sia melihat Elgo tidak sendirian, cowok jangkung itu bersama dengan cowok lain di sampingnya dan Sia tidak tahu siapa cowok itu. Langkah Sia untuk mendekati Elgo seketika langsung urung, ia hanya mampu menatapnya dari sini.
Satu hal yang membuat tubuh Sia kembali meradang dan terheran adalah tingkah laku dari Elgo. Kenapa cowok itu berbeda sekali dari kemarin? Sia masih menyerngitkan dahinya bingung. Entah kenapa ia menjadi agak risi melihat tingkah Elgo yang menurutnya sangat menyebalkan.
Bagaimana tidak? Cowok itu beserta temannya sedang berjoget dihadapan guru, Sia rasa kakak kelasnya itu sedang meledek guru tambun yang berada tidak jauh dari mereka. Sia juga dapat melihat gestur wajah Elgo yang asik tertawa terbahak, jail sekali cowok itu sampai-sampai guru perempuan itu menunjukkan wajahnya yang merah.
Bukannya berhenti saat guru itu memarahinya, Elgo dan temannya malah semakin bertingkah ngawur, pinggulnya ia goyang semakin heboh. Benar-benar terlihat kontras dari yang Sia lihat kemarin.
Apapun itu, Sia tidak suka dengan tingkah Elgo yang semena-mena dengan guru, ada apa dengan cowok itu? Kenapa kemarin terlihat sangat cool sekali?
Tidak mau melihat tingkah konyolnya lagi, Sia memilih melanjutkan menyeret kakinya menuju kelas di lantai dua. Memang sekolahnya ini memiliki tiga lantai. Lantai pertama di tempati oleh murid baru, alias kelas sepuluh, dan lantai dua di duduki oleh kelas sebelas, sementara lantai yang paling atas tentu saja ditempati oleh anak-anak kelas dua belas.
Walaupun Sia masih agak sebal dengan ulah Elgo yang meledek guru, tetapi bagaimanapun juga ia harus berterima kasih kepadanya. Berkat cowok itulah Sia terhindar dari masalah. Ya, setidaknya begitu.
Sia juga tahu, akibat kejadian kemarin tentu saja geng Sashi akan menggangunya lagi. Sia tidak bisa mengelak lagi, Sashi pasti tidak terima dengan ini semua.
Waktu bergulir dengan cepat hingga akhirnya bel istirahat bernanyi-nyanyi dengan riang, mengisyaratkan agar semua siswa dan siswi keluar dari dalam kelas masing-masing untuk menyerbu kantin. Tetapi, Elin yang baru saja mengangkat bokongnya dari kursi kayu yang tidak ada kesan empuk-empuknya seketika langsung menoleh kepada Sia, sahabatnya itu sedang memegang lengan tangannya dengan kuat.
"Duduk aja, gue mau cerita sama lo."
Sia mengerlingkan matanya, ia mau agar Elin memosisikannya tubuhnya seperti semula. Tidak mau menurut, Elin malah menggeleng kepalanya sebanyak dua kali. Jawaban yang diutarakan Elin barusan membuat Sia berdecak kesal. Desahan singkat yang keluar dari bibirnya sempat terdengar setelah itu.
"Gue laper, mau ke kantin, lo mau ikut nggak? Ceritanya nanti aja, ya?" Bersamaan dengan kata-kata Elin yang meluncur dengan bebas, secepat kilat Sia menarik tangan Elin begitu kasar. Otomatis cewek itu seketika langsung terduduk kembali di kursi.
"Ngotot banget sih lo kayaknya, mau cerita apa sih? Kayak nggak ada waktu lain tau nggak?" kata Elin sembari memutar malas kedua bola matanya dan melipat kedua tangannya di atas dadanya.
"Ini penting tau."
"Ya udah apaan? Gue nggak mau lama-lama, nanti jatah waktu istirahat gue abis kalo buat denger cerita unfaedah punya lo itu." Elin mengerucutkan bibirnya ke depan hingga maju beberapa senti.
Sia tersenyum tipis, lalu ia pun mulai berkata, "ini menyangkut tentang kak Elgo."
Tingkah laku Elin seketika terlihat sangat kontras ketika mendengar Sia menyebut nama Elgo. Binar wajahnya berubah sangat cepat, secepat kilat yang membelah langit. Bagaimanapun juga Elin sangat setuju jika Sia dijodohkan dengan Elgo. Menurutnya, mereka berdua sangat cocok sekali.
"Kak Elgo kenapa? Dia nembak lo? Terus lo terima dia, nggak? Dia kok berani nembak lo gitu sih, emang pakek cara apaan? Cerita sama gue dong, please ... Gue pingin denger. Reaksi kak Elgo emang gimana waktu ngomong kalo dia suka sama lo? Duh, pasti manis-manis cool gitu, kan?"
Bersamaan dengan ucapan Elin yang beruntun dan sangat keras, Sia lantas menutup sepasang telinga dengan rapat. Elin berbicara menggebu hingga Sia sulit menangkap apa yang sahabatnya itu lontarkan.
"Ih, lo ngomong apaan sih? Satu-satu dong kalo ngomong." Sia berdecih, menatap Elin yang masih tersenyum lebar.
"Sekarang lo pacaran, kan, sama kak Elgo?" Elin mengerlingkan matanya, bermaksud menggoda Sia. Astaga, sahabat satunya ini sangat cerewet hingga Sia tidak memilik waktu untuk mengutarakan semuanya.
"Gue nggak pacaran sama kak Elgo, dengerin dulu penjelasan gue. Jangan asal main nyimpulin sendiri."
"Ya udah apaan?"
Sia mengembuskan napasnya yang terdengar gusar, lalu tatapannya langsung beradu dengan sepasang manik mata Elin, "sebenarnya kak Elgo itu siapa sih?"
Bolehkan Elin tertawa sekarang? Pertanyaan yang terlontar dari mulut Sia sungguh terdengar aneh dan ambigu ditelinga Elin. Sudah jelas dan tidak usah dijawab, sudah pasti Elgo itu seorang manusia, dan jenis kelaminnya laki-laki. Elin menggeleng sebanyak dua kali. Ia pikir, otak Sia sedang ada dalam masalah dan butuh sekedar refreshing.
"Dasar aneh!"
Elin mencibir, sementara Sia kembali mendengus sebal.
"Gue nggak aneh, gue tanya bener- bener, ya!" Sia tidak ingin kalah, ia kemudian melototkan bola matanya, hingga terlihat hampir keluar dari tempatnya.
"Ya kali bener, pertanyaan lo terdengar konyol dan nggak perlu dijawab!" Elin sudah emosi, kepalanya sangat panas, dengan tatapan garang ia menatap Sia lekat-lekat.
"Kak Elgo itu sebenarnya manusia atau jin sih?"
Bukan tanpa alasan Sia bertanya seperti itu, ia hanya ingin tahu saja. Sikap Elgo yang dilihatnya tadi pagi membuat Sia seketika ilfeel, baru saja ia mau memuji sifat cowok itu yang terlihat cool dan baik hati seketika pupus dimakan angin. Berbeda dengan sikap Elgo kemarin yang menjelma menjadi seorang ksatria pembela.
"Lo sebenarnya bodoh atau b**o sih, emang tadi pagi kepala lo kejedot pintu atau apa? Kok jadi aneh gini sikap lo, nggak kayak biasanya. Apa perlu gue bawa ke rumah sakit jiwa?"
Sahabat macam apa Elin ini? Dengan mudahnya dia berkata seperti itu. Tentu saja Sia tidak stres, enak aja Elin berbicara dengan asal seperti itu. Jika sekarang ada lakban, Sia dari tadi pasti sudah membekap mulut cerewet sahabatnya itu, benar-benar membuatnya emosi.
"Gue tadi lihat sikap kak Elgo aneh banget, nggak kayak kemarin yang nolongin gue pas di kantin saat geng kak Sashi nyoba buli gue."
"Maksud lo apa? Gue masih belum ngerti, lo tau sendiri otak gue rada- rada lemot kalo buat mikir, jadi sebelum otak gue mengepul karena mikirin pertanyaan lo itu, mendingan lo jelasin sejelas-jelasnya."
Sia menggeram frustasi, tangannya sudah terkepal dengan kuat. Elin sungguh membuat dadanya memanas, ingin sekali Sia menyumpal mulut itu dengan setumpuk cabai rawit, biar tahu rasa tuh mulut. Bahkan kicauan dari burung sama sekali kalah oleh suara Elin.
Tanpa babibu lagi, Sia langsung berkata, "tadi pagi gue lihat kak Elgo sama temannya joget-joget didepan guru, kelihatan kayak lagi ngledek gitu sih, gue ngerasa aneh gitu, kenapa tingkahnya jadi konyol kayak itu? Gue nggak suka!"
Seketika tawa Elin menyembur keluar, terbahak akan ucapan dari Sia, berulang kali ia menggebrak meja, serta suara hentakan sepatunya di lantai turut menambah kericuhan yang tercipta. Kesambet setan apa cewek itu sampai tertawa keras seperti itu? Sia pikir, apa yang dirinya katakan sama sekali tidak lucu, Sia sekarang sedang serius.
"Eh, gue tanya, ya! Bukan nyuruh lo ketawa!" Sia merajuk, melihat kedua tangannya diatas dadanya.
"Lo aneh banget tau, dari mana aja lo selama ini? Tidur di planet Venus atau sibuk ngitung bintang di langit?" Elin kali ini terkekeh ringan, dilihatnya Sia yang memaparkan ekspresi bingung. Keningnya tampak memperlihatkan beberapa kerutan yang bertumpuk-tumpuk.
"Maksud lo apa?"
"Kak Elgo emang gitu, dia humoris orangnya, lewat tingkah konyolnya aja bisa bikin orang yang melihatnya langsung ketawa, dia orangnya emang lucu tau," balas Elin sambil tersenyum, ia lalu teringat kejadian dulu saat dirinya melihat Elgo tengah memakai lipstick milik guru BK. Membayangkannya saja membuat tawa Elin kembali menggelegar.
"Hah?" Sia tidak bisa berkata-kata. Mulutnya hanya terbuka dengan lebar, jadi itu sebabnya? Tapi, bagaimana bisa? Aish, otak Sia mendadak buntu.
"Tapi kenapa kemarin dia nggak begitu, kenapa kak Elgo kelihatan keren banget?"
Sia masih menatap lekat ke arah Elin, menunggu cewek itu kembali mengangkat suara.
"Gue kemarin juga ngerasa aneh dengan sikap kak Elgo, tapi dia emang baik kok, banyak juga yang caper sama dia, apalagi mukanya yang kelewat ganteng itu, gue dulu pas baru lihat mukanya aja, bueehhh tingkat halu gue naik tiga ratus persen, gue ngerasa ketemu idol K-Pop beneran."
Elin memangku dagunya, matanya sedikit tertutup, masih membayangkan wajah Elgo, entah sebab apa cowok itu punya wajah seganteng itu. Elin jadi ingin menginterogasi nyokap Elgo, ia ingin memaksa perempuan itu untuk mengungkapkan rahasia kenapa bisa melahirkan anak seganteng Elgo. Ya, Elin rasa ingin melakukan hal itu.
"Jangan berlebihan deh lo, gue rada ilfeel tau lihat dia kayak gitu, nggak sopan sama guru."
Tiba-tiba saja sosok Elgi terlintas di kepala Sia, ia jadi mengingat Elgi, kekasihnya dulu, mereka merupakan dua orang yang memiliki perbedaan yang sangat bertolak belakang. Elgi orangnya baik, ramah, dan juga murah senyum. Jangan lupakan juga dengan sepasang bola mata teduhnya, membuat ketampanan Elgi bertambah di mata Sia. Mendadak Sia menjadi murung, memang secepat inilah sikap Sia kalau sudah berurusan dengan pikirannya sendiri, lebih-lebih lagi menyangkut tentang Elgi.
"Udah basi tau, emang kelakuannya absrud gitu kok, semua orang juga tau kali termasuk satpam sekolah, tukang kebun, bahkan ibu-ibu kantin sekalipun. Lo masih belum percaya? coba tanya mereka satu persatu. Bahkan nih ya, kepala sekolah juga ketiban keusilannya. Gila sih, nggak nyangka gue, berani banget cowok itu sampai kepsek dikerjai." Elin menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan kakak kelasnya satu ini. Tingkah ajaibnya membuat siapa saja membuka mulut terbuka dengan lebar.
"Kepala sekolah? Emang dia ngelakuin apa? Kok nggak dikeluarin?" Alis Sia memicing sebelah, rupanya banyak hal yang Sia lewatkan di masa-masa sekolahnya ini, terlebih lagi tentang Elgo, cowok yang sudah terkenal seantero sekolah.
"Jadi menurut cerita yang beredar sih kak Elgo itu dipanggil kepala sekolah untuk menemui di ruangannya. Terus habis berbincang, pak Hutomo ijin keluar sebentar ke toilet, eh tau-taunya ..." Elin sengaja memperlambat ucapannya, ia sengaja ingin menciptakan suasana tegang. Dan tepat sekali, Sia larut dalam obrolan ini.
Sedetik kemudian tepukan keras mendarat dibahunya, ulah siapa lagi kalau bukan Sia? Untuk sesaat Elin mengusap bahunya yang agak terasa nyeri.
"Cie, lo penasaran, ya?" goda Elin disambut dengan gelak tawanya, sementara Sia mendengkus sebal, bisa- bisanya Elin mengerjainya seperti ini. Ish dasar menyebalkan!
"Nggak, gue cuma pengin tau aja," balas Sia dengan jutek.
"Ya udah gue nggak jadi cerita deh."
"Ish, dasar nggak peka, sahabat macam apa sih, lo?" Sia tidak bisa mengontrol semburan lava yang keluar dari puncak kepalanya, Elin sungguh membuat perasannya kalut. Rasa penasaran akan cerita tadi membuat Sia kelimpungan sendiri.
"Iya gue lanjut. Jadi, kak Elgo lihat tuh ponsel milik Pak Hutomo, terus dengan usilnya dia ngambil benda itu. Berhubung ponsel pak Hutomo nggak dikunci sama sekali, kak Elgo langsung membuka aplikasi WhatsApp."
Setelah itu, Elin terdiam cukup lama, hingga Sia kembali menarik-narik ujung seragam cewek itu agar lekas melanjutkan ceritanya.
"Terus apa lagi?"
"Kak Elgo bersorak heboh saat lihat kontak w******p istri pak Hutomo, jadi setelah itu—"
Elin segera memberhentikan ucapannya, ia lantas menatap Sia yang tiba-tiba menyela pembicaraannya.
"Tunggu dulu, gimana kak Elgo tau kalo itu kontak milik istri Pak Hutomo?"
Elin tersenyum kecil, kemudian ia langsung menjawab, "iyalah tau, orang nama kontaknya aja istriku sayang," balas Elin singkat dan dihadiahi kekehan ringan dari Sia.
"Pak Hutomo ternyata alay juga, ya?"
"Mau lanjut cerita nggak?"
Dengan mantap, Sia mengangguk semangat, entah dapat dorongan dari mana kenapa Sia begitu terobsesi dengan pembicaraan kali ini.
"Terus, kak Elgo mengirim pesan untuk istri Pak Hutomo, pesan itu katanya tertulis bahwa Pak Hutomo pengin minta cerai. Yah, itulah yang kak Elgo tulis."
"Buset, nekat amat tuh kak Elgo, terus gimana kejadian selanjutnya, apa reaksi istri Pak Hutomo waktu lihat pesan itu?"
Sia mendengkus sebal saat Elin mengangkat bahunya ke atas, pertanda ia tak tahu akan kejadian selanjutnya.
"Gue nggak tahu sih, kalo lo penasaran tanya aja sama orangnya sendiri."
Ya kali Sia akan menanyakan tentang hal itu, mau taruh di mana mukanya ini? Dari cerita yang Sia dengar dari Elin barusan, Sia dapat menyimpulkan sendiri bahwa Elgo adalah kakak kelasnya yang memiliki sifat ajaib dan berbeda dari yang lain. Mungkin sebab itulah kenapa ia begitu mencolok dari kalangan siswa.