08. Terasa Asing

1781 Words
Malam ini Romi bisa tidur dengan nyenyak. Tidak seperti kemarin-kemarin, pikirannya seakan terbagi dua. Raga Romi memang di Jakarta, namun pikirannya terasa berada di Bandung. Memang ke Jakarta adalah pilihan Romi, namun kadang Romi sedih saat teringat mamanya. Bagaimana mamanya bisa tinggal sendiri, karena satu-satunya keluarga yang tinggal dengan mama adalah Romi. Tapi Romi saat ini berada di Jakarta, dan tak ada lagi tempat untuk berbagi rasa saat mamanya merasakan kesedihan ataupun kebahagiaan. Obrolan Romi dan Anwar tadi malam membuat pikiran Romi sedikit tenang. Romi seakan mendapat tempat baru untuk menampung segala pikirannya. Romi seakan mendapat hawa sejuk, saat Anwar berucap kalau dirinya siap menerima apa pun keluh kesah yang dirasakan Romi. Tidur yang nyenyak membuat Romi bisa bangun lebih pagi. Badannya pun terlihat segar kembali. Romi menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Mengguyur seluruh tubuhnya dari keringat dan kotor yang menempel. Romi ke luar dari kamar mandi dengan berbalut handuk menutup separuh dari tubuh bagian bawahnya. Tubuhnya yang putih dan tegak terlihat lebih nyata. Danu yang saat itu sudah terbangun, seperti tak ingin mengalihkan pandangannya dari Romi. Apalagi rambut Romi yang basah dan acak-acakan. Rambut basah yang masih meneteskan air ke tubuh, membuat Romi terlihat semakin seksi. “Eh Danu teh sudah bangun?” Ucap Romi sembari kedua tangannya masih mengacak-acak rambutnya yang basah “Danu!” Romi melambaikan tangan kanannya di depan wajah Danu. Dua kali Romi menyapa, Danu baru memberikan responsnya. “I... iya!” Jawab Romi gugup. “Kamu teh pagi-pagi sudah melamun? Mandi sana biar segar!” Romi mendekat lalu mendorong tubuh Danu pelan. “Nanti aja, masih malas! Baru jam berapa?” Danu meraih ponselnya. Danu pun kembali pada posisi sebelumnya. Tiduran lalu memainkan ponselnya. “Katanya teh mau ke kerjaan, tapi kok malah HP lagi... HP lagi!” Romi geleng-geleng kepala melihat Danu yang terus bermalas-malasan. “Kalau gitu Romi teh ke bawah dulu ya?” Romi meninggalkan Danu di kamarnya. Romi menuruni anak tangga menuju lantai 1. Di lantai bawah Romi bisa melakukan banyak aktivitas. Tidak seperti di lantai 2, yang hanya berdiam diri di kamar Danu. *** Di lantai bawah, mbok terlihat sedang sibuk menyiapkan sarapan. Sementara Anwar, papi Danu belum tampak. Sepertinya Anwar masih tidur di kamarnya. Romi memilih ke luar rumah. Romi ingin menghirup udara segar dari pepohonan di depan rumah Danu. Di waktu yang sama, Anwar baru saja tiba di gerbang rumah. Keringat membasahi tubuh Anwar hingga menembus kaos oblong yang dikenakannya. “Pagi Om! Om teh habis jalan-jalan? Kok gak ngajak-ajak?” Tanya Romi melihat kedatangan Anwar. “Pagi Romi! Kamu sudah bangun? Om kira kamu bangunnya siang sama kaya Danu, jadi Om gak ajak! Lain kali ya, kita olah raga pagi bareng-bareng!” Anwar mengusap keringat di wajah dengan handuk kecil yang dia bawa. “Gak mesti sih Om! Om ini rajin olah raga juga ya? Pantas teh Om terlihat sehat.” Romi memuji Anwar. “Biasa aja. Kalau gitu Om masuk dulu ya Rom?” Anwar menepuk lengan kanan Romi, kemudian berlalu meninggalkan Romi di depan sendiri. Tak lama, Romi pun ikut masuk menyusul Anwar. Romi memilih kembali ke kamar atas, kamar Danu. Tidak seperti tadi, saat Romi meninggalkan Danu. Sekarang Danu terlihat sudah segar dan wangi. Danu juga telah bersiap dengan kemeja rapi serta celana jeans panjang. Tidak seperti saat di rumah hanya mengenakan kaos oblong serta celana pendek di atas lutut. “Lo dari mana Rom, jadi ikut gua gak?” Danu sembari merapikan rambutnya menggunakan hair styling gel di depan cermin kamarnya. “Romi teh habis jalan ke depan tadi, hirup udara segar. Iya atuh, aku teh mau ikut.” Jawab Romi tanpa menunggu lama. “Iya udah, lo siap-siap ganti baju sana!” Danu memutar kepala ke arah Romi sebentar, kemudian kedua tangannya kembali sibuk dengan rambutnya yang berwarna coklat kemerahan. “Iya.” Romi memutar badan lalu berjalan menuju almari pakaiannya. Untuk sementara pakaian Romi disimpan di almari kamar Danu. Kebetulan ada 1 almari kecil yang gak dipakai lagi. “Buruan lo, gak pakai lama! Nanti gua tinggal!” Danu kembali dengan kata-kata yang asal keluar dari mulutnya. “Sabar atuh, baru juga jalan!” Romi menjawab santai. Romi sudah mulai terbiasa dengan ucapan Danu yang tak pernah dipikirkan dulu. Kata-kata yang keluar dari mulut Danu, seakan sudah biasa di lubang telinga Romi. Setelah berganti pakaian, Romi dan Danu turun ke lantai 1. Sebelum pergi, mereka ingin mengisi perutnya dulu yang kosong. Anwar sudah menunggu Romi dan Danu di meja makan sebelumnya. “Kalian mau ke mana, ganteng-ganteng amat anak Ayah?” Ucap Anwar saat melihat kedatangan Romi dan Danu. “Danu mau ke kerjaan Pi. Sekalian Romi, Danu ajak!” Jawab Danu disertai anggukan dari Romi. “Kalian sarapan dulu! Jangan biarkan perut kalian kosong saat bepergian!” Anwar menasihati. “Iya Pi” Jawab Danu. “Iya Om” Tomi menimpali. Anwar, Danu, dan Romi sarapan bersama pagi itu. Kehangatan sangat terasa pagi itu. *** Mobil Danu berhenti di sebuah Ruko di kawasan Jakarta selatan. Ruko berlantai 3 yang terletak di kawasan elit bertuliskan DN Salon. “Ayo Romi masuk, ini tempat kerja gua! Tepatnya sih salah satu salon gua di Jakarta.” Danu mengajak Romi masuk ke dalam Ruko. Romi mematung, kedua mata Romi tak berhenti memperhatikan tulisan di depan Ruko salon. Romi seakan masih belum percaya, kalau Danu yang terlihat laki-laki tulen berkecimpung di dalam dunia kecantikan. Yang Romi tahu, biasanya yang bekerja di salon itu seperti laki-laki setengah perempuan atau orang biasa menyebut banci. Penampilan Danu tak memperlihatkan kalau dia seperti setengah perempuan. Dari cara berpakaian kelihatan laki-laki. Cuma cara bicara Danu kadang memang seperti perempuan. Tapi masa ya, Danu bisa bekerja di tempat ini? Romi berkata dalam hati. “Romi, ayo buruan! Ngapain lo berdiri terus di situ, mau jadi security?” Ajak Danu kembali. “Jadi, kamu teh beneran kerja di salon?” Romi mengerutkan kedua alisnya. Sementara kedua mata tak berhenti berputar ke kanan kiri serta atas bawah memperhatikan suasana salon. “Iya, memangnya kenapa kalau gua kerja di salon? Masalah?” Danu menadahkan kedua tangannya. “Iya gak sih. Tapi setahu aku teh yang kerja di salon biasanya teh perempuan kalau gak laki-laki setengah wanita. Kamu teh laki-laki gak pantas.” Romi menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. Memang selama ini, Romi sering potong rambut dengan tukang cukur laki-laki tapi itu di barber shop. Bukan di salon seperti ini. “Banyak juga laki-laki kerja di salon. Dan banyak juga laki-laki normal. Ya meskipun kebanyakan dari laki-laki normal itu kadang-kadang setengah-setengah.” Danu tertawa geli mendengar pertanyaan teman baru yang kini sudah menjadi sahabatnya. “Tu kan! Terus kamu teh yang mana? Nanti setengah-setengah lagi!” Romi geleng-geleng kepala karena merasa geli. “Santai saja gua masih normal kok! Meskipun kadang AC DC.” Danu kembali tertawa geli. “AC DC... itu teh naon?” Romi kembali menggaruk kepalanya. “Nanti lo juga tahu. Sudah, ayo ke dalam! Gua dah kangen sama teman-teman di sini!” Tangan kiri Danu menarik tangan kanan Romi. Tangan kanan Danu mendorong pintu salon yang berbahan kaca tebal. Kaca bening berukuran tebal kurang lebih 8 mili sengaja dipilih Danu agar pengunjung bisa melihat dari luar. Bahwa salon Danu adalah salon terbuka untuk umum dan bukan salon plus-plus. Karena bagi kebanyakan orang, salon dianggap sebagai tempat yang tidak baik. Terutama bagi pekerjanya. Danu ingin menepis pandangan banyak orang yang suka keliru tentang pekerjaan salon. Memang ada sebagian dari mereka ( pekerja salon yang memanfaatkan pekerjaannya untuk melakukan transaksi lain di luar pekerjaan salon ) tapi banyak juga salon yang hanya menerima perawatan salon itu sendiri. Salah satunya salon Danu ini. Makanya Danu sengaja mendesain salonnya terbuka dan transparan agar para lelaki hidung belang tak memanfaatkannya. *** Suasana ramai terdengar seketika di salon Danu. Setelah 2 minggu tak bertemu, Danu dan teman-temannya terlihat antusias untuk saling bertukar pikiran. Untuk saling bercanda melepas kangen. “Hai bos kapan pulang liburan? Asyik ya yang liburan?” Ucap salah satu temannya yang sedang mencukur rambut pasien. “Duh pulang liburan dapat oleh-oleh ini. Cucok, mau dong ekek!” Ucap salah satu teman Danu lagi. “Kerja-kerja! Nanti aja ngomongnya. Dese takara, masih baruna!” Danu mengangkat jari telunjuknya di depan mulut. Agar teman-teman berhenti bercanda. Saat ini teman-teman Danu sedang sibuk melayani pasien masing-masing. Suasana salon kembali hening saat Danu meminta karyawannya untuk berhenti bercanda. Karena saat ini mereka sedang melayani pelanggan. Mereka harus menghargai pasien yang sedang mereka layani. Hanya terdengar suara hair drayer karyawan yang sedang mengeblow rambut pasien. “Romi kenapa lo diam?” Santai aja, di sini orangnya enak-enak kok. Hanya omongan mereka saja yang asal, tapi hati mereka baik. Percaya sama gua!” Ucap Danu menenangkan hati Romi. “Iya.” Romi menjawab seperlunya. Sejak memasuki salon, Romi memang hanya membisu. Dia merasa tempat itu sangat berbeda dari kehidupannya. “Kita lihat ke atas yuk!” Danu mengajak Romi ke lantai 2. Romi pun mengikuti ucapan Danu. Danu dan Romi menaiki anak tangga menuju lantai 2. Sama seperti di lantai 1 tadi. Kejadian di lantai 2 pun tak kalah heboh, saat teman -teman salon melihat kedatangan Danu atau bos mereka. “Cie... cie... baruna nih! Ekek juga mawar dong!” Ucap pegawai salon yang sedang memijat-mijat kepala orang. “Jengong bos punya!” Karyawan lain yang sedang membersihkan kuku tangan pasien ikut menimpali. “Asyik nih yang habis liburan! Oleh-olehnya mana?” Karyawan ketiga menimpali. Danu kembali mengangkat jari telunjuk tangan kanannya. Meminta karyawan untuk berhenti berbicara. Saat ini mereka sedang mengurus customer, dan itu harus diutamakan. “Hai Danu, kapan datang? Gimana liburannya?” Ucap salah satu karyawan salon perempuan. Perempuan ini terlihat berbeda dengan karyawan lain yang ceplas ceplos. “Hai Desy, kemarin. Yah gitu deh. Oh ya kenalkan ini sahabat gua dari Bandung, namanya Romi!” Danu memperkenalkan Romi pada Desy. “Romi!” Romi dan Desy saling berjabat tangan. “Desy ini kasir gua di sini. Dia yang mengurusi semua di salon ini.” Danu kembali memperkenalkan Desy pada Danu. Usai memperkenalkan Romi pada Desy. Danu mengajak Romi ke lantai 3. Di lantai 3 dipakai untuk pekerja salon yang berasal dari luar daerah. Jadi karyawan gak usah kost ataupun kontrak. Danu sudah menyiapkan tempat bagi pekerja yang mau dikirim ke luar daerah. Romi dan Danu kembali ke lantai 1. “Inilah tempat kerja gua! Di tempat ini gua bisa bercanda tawa sekaligus mencari uang! Sebenarnya sih salon gua di Jakarta ada 3 cabang, tapi gua lebih suka di sini!” Danu menjelaskan. Romi sendiri lebih banyak membisu sejak Danu mengajaknya masuk ke dalam salon. Romi masih bingung dengan ucapan-ucapan teman Danu di salon. Belum lagi bahasa yang digunakan. Romi merasa seperti orang yang baru datang dari planet lain di salon ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD